Oleh : eN-Te
Jumat malam (15/7/2016) berbagai saluran media televisi Indonesia memberitakan tentang kudeta militer terhadap pemerintahan yang sah di Turki. Kudeta militer itu dilakukan dan digerakkan oleh faksi militer yang memberontak terhadap pemerintahan yang sah di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Diberitakan bahwa sejak Jumat sore (sekitar pukul 15.30) waktu Turki, terjadi pergerakan kendaraan dan pasukan militer menuju ibukota Turki, Ankara. Pergerakan kendaraan dan pasukan militer itu disinyalir sebagai upaya pengambilalihan kekuasaan secara inskonstitusional (kudeta) oleh faksi militer pemberontak terhadap pemerintahan Erdogan.
Namun upaya kudeta yang dilancarkan faksi militer pemberontak tidak berlangsung lama dan berjalan sesuai dengan rencana. Tidak lama setelah mengetahui adanya pergerakan kendaraan dan pasukan militer yang tidak sesuai dengan prosedur tetap (protap), sehingga mencurigakan, maka Pemerintahan Erdogan dengan segera melakukan upaya untuk menyelamatkan pemerintahannya.
Adalah Perdana Menteri (PM) Turki, Turki Binali Yildirim, dengan sigap mendatangi stasiun televisi dan mengumumkan gelagat tidak beres dari beberapa faksi militer pemberontak tersebut. PM Yildirim memgumumkan kepada khalayak bahwa telah terjadi upaya-upaya inkonstitusional untuk megambil alih kekuasaan yang sah (kudeta).
Selang 30 menit setelah pengumuman PM. Yildirim terhadap kondisi politik Turki saat itu, Angkatan Bersenjata Turki kemudian merilis sebuah pernyataan bahwa mereka tekah berhasil menguasai (mengambil alih) pemerintahan. Pernyataan itu menyebutkan bahwa upaya yang dilakukan militer mengambil alih pemerintahan adalah dalam rangka untuk melindungi demokrasi Turki. Dalam pandangan faksi militer yang melakukan kudeta ini, pengambilalihan kekuasaan yang sah ini, karena menurut mereka razim Erdogan telah melakukan penyimpangan terhadap tatanan konstitusional, hak asasi manusia, dan kebebasan (sumber).
Tapi klaim sepihak oleh faksi militer yang telah “berhasil” mengambil alih pemerintahan, hanya berlangsung dalam sekejap. Karena beberapa jam setelah itu, pemerintahan Erdogan dapat mengendalikan situasi dan mengamankan rezimnya.
Ketika terjadi upaya kudeta oleh faksi militer pemberontak, Erdogan sedang tidak berada di Ankara. Pada saat itu, Erdogan sedang menikmati liburan yang jauh dai pusat pemerintahan Turki, Ankara.
Setelah mendapat informasi dan laporan tentang upaya kudeta yang sedang terjadi, Erdogan pun memutuskan untuk segera melakukan sesuatu untuk mengamankan situasi dan menyelamatkan pemerintahannya. Maka dalam situasi sosial politik yang sangat genting yang mengancam rezimnya, maka Erdogan mengambil tindakan politik dengan segera.
Tindakan politik yang rasional untuk mengatasi sitausi sosial politik yang tidak menentu saat itu, adalah memperkuat barisan pemerintahan. Dengan demikian, Erdogan merasa perlu untuk memperkuat pengumuman yang telah disampaikan oleh PM. Yildirim. Presiden Erdogan pun melalui skype dengan segera tampil memberikan “sugesti” supaya rakyat Turki percaya dan bergerak turun ke jalan untuk memberikan perlawanan terhadap upaya kudeta itu. Tindakan Presiden Erdogan menyikapi situasi dan kekacauan itu ternyata efektif.
Rakyat Turki yang masih mencintai demokrasi dan menentang setiap gerakan politik yang inkonstitusional pun dengan serta merta turun ke jalan. Dibantu oleh rakyatnya yang masih mencintai demokrasi, dalam waktu tidak lebih dari 24 jam, pemerintahan Erdogan dapat mengendalikan situasi sosial politik Turki. Upaya kudeta yang dilancarkan oleh sebagian militer Turki yang merupakan faksi pemberontak, dengan segera dapat digagalkan. Maka rezim Erdogan pun dapat “terselamatkan”.