Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duh, Menteri Yohana Yembise, Dimana Empatimu?

31 Mei 2016   12:29 Diperbarui: 31 Mei 2016   12:38 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang menjadi fokus perdebatan dan polemik adalah masalah kebiri dan siapa yang menjadi eksekutor kebiri itu. Ada yang melihat dari sisi HAM, ada pula yang melihat dari sisi etika profesi. Kita lupa bahwa perdebatan dan polemik mengenai PERPU Kebiri hanya menguntungkan pelaku, malah terus menerus menmpatkan posisi korban sebagai pecundang.

***

Mereka yang menolak beralasan bahwa hukuman kebiri merupakan pelanggaran HAM terhadap “terpidana”. Karena dalam pandangan mereka, hak menyalurkan “hasrat hewani” merupakan HAM bagi pelaku. Soal atas penggunaan hak azasi itu sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain, bahkan menjadi korban pula tidak menjadi urusan HAM. Negeri ini memang kebolak balik.

Begitu pula dengan masalah siapa yang akan menjadi eksekutor terhadap “terpidana” bila mendapat hukuman tambahan berupa kebiri. Belum apa-apa, pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor karena alasan etika kedokteran. Bahwa dokter yang melakukan suntikan kimiawi (kebiri) terhadap “terpidana” berpotensi melanggar kode etik kedokteran.

***

Jika sudah demikian, kembali negara mempertontonkan anomali tentang tujuan hadirnya sebuah negara. Bahwa negara hadir untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bagi seluruh warga bangsa. Termasuk pula memberikan rasa aman.

 

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 31  Mei  2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun