Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Griezmann dan CR7 “Melukai” Xavi dan Pelajaran dalam Final LC

29 Mei 2016   10:11 Diperbarui: 29 Mei 2016   10:58 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi Kemenangan Real Madrid (Sumb. http://bola.kompas.com/)

Itulah drama  dari fakta sebuah pertandingan. Selalu saja ada ekspresi tawa dan tangis hadir secara bersamaan. Karena dalam sebuah kompetisi pasti ada yang menang dan ada pula yang kalah. Bagi yang menang dapat merayakan dengan elegan tanpa harus memperlihatkan ekpresi kejumawan yang berlebih. Bagi yang kalah juga harus menerima sebagai sebuah  fakta tentang arti perjuangan yang tidak selalu memberikan hasil sesuai harapan dan keinginan. Tinggal bagaimana menyikapi itu dengan sikap kesatria dan dewasa. Selanjutnya bangkit dan bergerak maju (move on).

***

Sikap sportif mengakui kelemahan dan kekalahan adalah sebuah pelajaran penting yang dapat kita ambil dari dunia olahraga. Termasuk pula dalam cabang olahraga sepakbola. Tim yang kalah harus dengan legowo mengakui keunggulan lawan dan memberikan tabik. Setelah itu harus bangkit berusaha mengevaluasi kelemahan dan memperbaiki, kemudian bergerak maju.

Bukan malah sebaliknya. Berusaha mengutak-atik apa yang sudah diraih lawan dengan berbagai dalih dan alasan. Apalagi harus menghubungkan pada hal-hal yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pertandingan.

Begitu pula bila pelajaran ini kita tarik ke ranah politik. Kita bercermin dari kebesaran jiwa para atlet, setelah bertanding meski ia kalah, masih memberikan rasa hormat dan mengakui bahwa lawan memang yang masih unggul. Tidak perlu grasa grusu mencoba membuka sesuatu yang nyaris tidak ada, kemudian dibuat seolah-olah ada, hanya untuk mendelegitimasi posisi lawan.

Meski secara faktual berbeda ideologi dan kepentingan, bila sudah menyangkut nasib dan kepentingan bangsa dan negara semua kepentingan lain harus cair di dalamnya. Tidak atas nama kepentingan golongan dan kelompok serta berbeda ideologi, kemudian tidak mau berbesar hati mengakui keunggulan lawan. Akhirnya, bila ini gagal dilakukan yang ada adalah rasa sakit yang berkepanjangan sehingga membuat kita susah untuk bangkit dan bergerak maju. Padahal hidup bukan hanya berakhir hari ini, masih panjang jalan yang harus dilalui dan direntang ke depan.

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 29  Mei  2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun