Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rame-rame Bikin Audisi, Siapa yang “Tertipu”?

23 Mei 2016   10:44 Diperbarui: 23 Mei 2016   10:49 2679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Naga-naganya hal yang sama juga akan berlaku di Partai Demokrat dan juga PDIP. Setidak-tidaknya indikasi itu terlihat dari pernyataan Ketua DPD Partai Demokrat DKI, yang menyebutkan bahwa Partai Demokrat lebih condong mengajukan kader sendiri daripada mengambil calon dari luar (running text tv).

Hal yang sedikit berbeda dengan PDIP. Meski mereka juga sedang melakukan pencarian bakal Cagub melalui parade audisi politik, lamat-lamat terdengar informasi bahwa di kalangan PDIP berdasarkan survei internal untuk memonitor bakal Cagub, nama Ahok masih masuk radar (sumber). Artinya, lepas dari keinginan untuk mengajukan kader sendiri, ternyata di mata kader PDIP, Ahok memiliki keunggulan lebih sehingga masih difavoritkan untuk dipilih dan diusung PDIP.

***

Idealnya sebuah parpol dibentuk sebagai media bagi kader untuk mengembangkan diri, mengekspresikan dan mengaktualisasikan kemampuan politiknya serta juga sebagai sarana untuk mewujudkan ambisi politiknya mensejahterakan warga bangsa. Bila tujuan luhur ini diabaikan maka yang akan muncul adalah budaya pramatisme politik.

Maka gejala pragmatisme politik semakin menemukan bentuknya di tengah idealisme membangun kemakmuran bagi negeri dan warga bangsa melalui piranti demokrasi parpol. Saya hanya berharap semoga para “peserta audisi” tidak merasa tertipu oleh parpol-parpol yang hanya ingin memperbaiki citra mau melakukan akalan-akalan dengan mengadakan “audisi politik”.

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 23  Mei  2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun