Oleh : eN-Te
Esok, tepatnya, Ahad (15/5/16) Partai Golongan Karya (Golkar) akan menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa Nasional (Munaslub) untuk memilih Ketua Umum (Ketum) baru menggantikan era kepemimpinan Aburizal Bakrie (ARB). Munaslub Golkar kali ini merupakan jalan satu-satunya dan sebagai media rekonsiliasi antara dua kubu yang terlibat konflik dan terpaksa harus “pisah ranjang”. Kondisi “pisah ranjang” ini muncul karena kedua kubu merasa sudah tidak cocok dan sejalan dalam biduk yang sama. Munaslub Partai Golkar kali ini, rencana akan dilaksanakan di Denpasar Bali.
Pisah Ranjang
Meski masih menggunakan nomenklatur yang sama, yakni Partai Golkar, kedua kubu itu tetap berada pada biduk masing-masing . Biduk Partai Golkar versi Bali dipimpin oleh ARB, sedangkan oleh kubu yang tidak setuju dengan proses penyelenggaraan dan pemilihan ARB pada Kongres Bali, membentuk biduk sendiri yang kemudian dikenal dengan Partai Golkar Versi Jakarta. Partai Golkar versi Jakarta dipimpin oleh Agung Laksono (AL).
Seperti sudah menjadi pengetahuan umum, kedua kubu setelah “pisah ranjang” merasa paling sah dan legitimate di mata Pemerintah. Maka saling klaim pun terjadi antara kubu ARB dan kubu AL. Sempat pula ditengarai bahwa perpecahan yang terjadi di Partai Golkar karena intervensi Pemerintah. Hal ini terlihat dari indikasi “keterlibatan” Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM), Yasonna Laoly, yang lebih memilih mensahkan kepengurusan AL daripada ARB.
Upaya Hukum
Merasa Pemerintah melakukan intervensi terlalu jauh dalam masalah internal Partai Golkar, dan karena kubu ARB merasa tidak diperlakukan sebagaimana seharusnya, ARB pun melakukan upaya hukum. Upaya kubu ARB pun tak bertepuk sebelah tangan.
Setelah melalui proses peradilan, mereka mendapatkan kepastian hukum di mana kepengurusan Partai Golkar versi Bali yang “dimenangkan” Hakim. Sayangnya keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu, tidak serta merta membuat kubu lawan, AL menyerah. Kubu ARB pun tidak bisa juga serta merta memanfaatkan palu hakim itu untuk menghentikan “pembangkangan” kubu AL.
Mencari Jalan Tengah
Melihat kondisi internal Partai Golkar yang semakin centang perenang, maka sesepuh Golkar, sebagai Mantan Ketum Partai Golkar, dalam hal ini, Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), terpaksa harus turun tangan. Akhirnya, melalui mediasi JK, mungkin pula karena sudah lelah bertikai, kedua kubu, ARB dan AL bersepakat untuk rujuk kembali. Disepakati bahwa jalan tengah untuk merekatkan kedua kubu yang “pisah ranjang” tadi adalah melalui Munaslub.
Maka pada Ahad (15/5/16) nanti bertempat di Denpasar Bali, kedua kubu, ARB dan AL, akan bersatu kembali untuk menentukan siapa yang paling layak menahkodai Partai Golkar. Kedua kubu juga sudah bersepakat bahwa institusi yang paling legitimate untuk memutuskan itu adalah melalui Munaslub. Di Munaslub inilah suara para voteryang mempunyai hak pilih, dalam hal ini DPD I dan DPD II Partai Golkar akan berbicara. Siapa di antara calon Ketum dari delapan (8) calon yang ada yang akan mereka percayai dan diberi mandat untuk memimpin Partai Golkar untuk periode berikutnya. Apakah dari ke-8 calon Ketum itu, adakah salah satu di antaranya paling “memenuhi syarat” sebagai suksesor ARB?