Dr. H. Abd. Halim Muharram, M.Pd. sebagi Pembicara Utama (Dok. Pribadi)
Oleh : eN-Te
Pengantar
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sulawwsi Selatan (Sulsel) pada Kamis, 28 April 2016, mengadakan Diskusi Pendidikan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016. Diskusi tersebut berlangsung di Ruang Aula I LPMP Sulsel. Tema yang disodorkan dalam diskusi tersebut adalah, “POTRET PENDIDIKAN DI SULAWESI SELATAN : Menggugah Kesadaran Kolektif Dalam Membangun Sinergitas Stakeholders Menuju Pendidikan Sulsel yang Berkarakter dan Berkualitas”. Pembicara utama dalam diskusi tersebut adalah Kepala LPMP Sulsel, Dr. H. Abdul Halim Muharram, M.Pd., dan dipandu oleh moderator Dr. Mardin Andi Marhabang, M.Pd., Widyaiswara Madya LPMP Sulsel.
Peserta Diskusi
Mengacu pada tema, maka kegiatan diskusi tersebut menghadirkan hampir semua stakeholders pendidikan di Sulsel. Mulai dari Pemerintah Provinsi, Anggota Legislatif yang membidangi masalah pendidikan, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Dinas Pendidikan Provinsi dan Kab/Kota, Kepala Sekolah/Madrasah, Pengawas Sekolah, Lembaga Penyiaran, Kementerian Agama, Media Massa (cetak dan elektronik), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pegiat pendidikan, Dewan Pendidikan, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Asosiasi Pengawas Sekolah, dan beberepa komponen pendidikan lainnya.
Sedianya kegiatan Diskusi Pendidikan tersebut dibuka secara resmi dan diberi pengarahan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, S.H., M.H., M.Si. Akan tetapi, karena kesibukkan dan padatnya agenda Gubernur, sehingga tidak dapat hadir sekaligus membuka acara. Begitu pula dengan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Sulsel juga tidak dapat hadir karena pada saat bersamaan harus menghadiri pembukaan Pameran Pendidikan di Sidenreng Rappang Kab. Sidrap. Kegiatan diskusi tersebut kemudian dibuka oleh Ibu Dr. Hj. Kartini, M.Pd., mewakili Kadis Pendidikan Sulsel.
Arahan Kepala Dinas Pendidikan Sulsel
Dalam pengarahannya, Kadis Pendidikan Sulsel memaparkan tentang kondisi dan potret pendidikan di Sulsel, termasuk menyinggung masalah pendidikan gratis. Ia menyebutkan bahwa program pendidikan gratis yang dicanangkan oleh Pemprov Sulsel dalam implementasinya sering disalahartikan. Misalnya, ketika sekolah membutuhkan keterlibatan stakeholders, khususnya dari komponen masyarakat agar turut terlibat dan membantu “pendanaan” sekolah dalam proses pembelajaran sering mendapat resistensi dengan alasan pendidikan gratis tadi.
Menurut Kadis Pendidikan Sulsel bahwa konsep pendidikan gratis tidak berarti pihak masyarakat dilarang untuk memberikan sumbangan atau bantuan dana pendidikan bagi sekolah. Yang tidak dibenarkan atau yang dilarang adalah pihak sekolah memungut langsung dana pendidikan dari masyarakat, dalam hal ini orangtua siswa. Pendidikan gratis tidak menutup kesempatan bagi masyarakat untuk turut terlibat secara aktif memberikan kontribusi bagi pembangunan pendidikan yang berkualitas.
Komponen masyarakat yang menginginkan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter dapat membantu sekolah dengan menyediakan dana bagi keperluan pengadaan kelengkapan sarana dan prasarana bagi proses pembelajaran siswa di sekolah. Toh, hal itu juga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas, sehingga dapat melahirkan luaran (out put) sekolah yang berkualitas pula.
Disebutkan pula bahwa ke depan untuk menghindari kesalahkaprahan tentang konsep pendidikan gratis itu, Dinas Pendidikan Sulsel telah melakukan dengar pendapat dengan DPRD untuk membahas tentang “dana gratis” pendidikan itu. Dalam dengar pendapat itu, diusulkan bahwa nomenklatur “dana gratis” pendidikan supaya diubah menjadi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) gratis. Dengan mengganti nomenklatur “dana gratis” pendidikan menjadi BOS gratis diharapkan hal itu dapat mendorong komponen masyarakat dan berbagai stakeholders pendidikan dapat tergerak berpartisipasi memberikan kontribusi, termasuk memberikan sumbangan pendidikan untuk menciptakan pendidikan yang berkarakter dan berkualitas. Pada akhirnya hal itu akan mendorong gerbong pendidikan dapat menghasilkan luaran pendidikan yang berkarakter dan berkualitas pula.
Di samping masalah “dana gratis” pendidikan, Kepala LPMP Sulsel mempresentasikan berbagai persoalan pendidikan lain yang perlu juga harus mendapat perhatian seluruh stakeholders pendidikan. Mulai dari profil sekolah, profil guru, akreditasi sekolah, dan masalah uji kompetensi guru (UKG), serta sertifikasi guru. Begitu pula program-program pembagunan pendidikan yang menjadi perhatian pemerintah saat ini.
Membedah Masalah Pendidikan
Meskipun diskusi pendidikan tersebut tidak dihadiri beberapa pemangku kepentingan, seperti Gubernur, DPRD provinsi dan DPRD Kota Makassar yang membidangi masalah Pendidikan, Ka. Dinas Pendidikan Sulsel, dan wakil dari Pemprov hal itu tidak mengurangi mana diskusi. Nyatanya, banyak permasalahan pendidikan yang terungkap dalam diskusi tersebut. Semua permasalahan harus senantiasa mendapat perhatian dari seluruh stakeholders pendidikan bila menginginkan sebuah panorama pendidikan di Sulsel yang berkarakter dan berkualitas.
Kepala LPMP Sulsel dalam presentasinya memaparkan potret pendidikan di Provinsi Sulsel dengan menyajikan berbagai data. Data-data tersebut antara lain profil sekolah, profil guru, hasil UKG, kualifikasi guru, akreditasi sekolah, Ujian Nasional (UNBK dan manual), dan masih banyak lainnya yang berkaitan dengan kepentingan pembangunan pendidikan yang berkarakter dan berkualitas.
Menanggapi paparan Ka. LPMP Sulsel, Prof. Wasir Thalib, selaku Ketua PGRI Sulsel memberikan apresiasi atas pelaksanaan Diksusi Pendidikan ini. Menurut Prof. Wasir, bahwa kegiatan ini seharusnya tidak hanya dijadwalkan 1 hari saja, tapi perlu memberikan porsi waktu yang lebih luas agar semua stakeholders pendidikan dapat memberikan sumbangsih sesuai dengan kondisi obyektif yang ada di lapangan.
Menurut Prof. Wasir, PGRI Sulsel, menyoroti pada 4 hal, yaitu : Pertama, tentang jumlah atau data guru yang masih belum “valid”. Masih terdapat data yang berbeda antara satu institusi pendidikan dengan yang lainnya. Misalnya data yang dimiliki LPMP Sulsel berbeda dengan data yang ada di PGRI. Karena itu, beliau mengusulkan untuk mempertimbangkan mengangkat guru honorer menjadi PNS.
Kedua, para guru harus mendapat jaminan hukum dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru, sehingga mereka dapat melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab. Hal itu perlu ada jaminan dan kepastian terhadap penghargaan kepada profesi guru. Karena itu PGRI Sulsel saat ini memberikan advokasi kepada guru dengan menunjuk pengacara nasional untuk melakukan yudisial reviu terhadap UU nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, khusus pasal tentang guru yang tidak berkualifikasi S-1. Bagi PGRI Sulsel aturan itu berimbas kepada tunjangan profesi guru, di mana ada guru yang sudah mengabdi selama 11 tahun tapi belum mendapat tunjangan profesi karena terganjal pasal tersebut.
Ketiga, mengenai kualifikasi guru. Menurut PGRI Sulsel, semua guru yang belum S-1 perlu mendapat insentif berupa kuliah gratis dengan memberikan bantuan pendidikan. Saat ini PGRI Sulsel telah melakukan kerjasama dengan Universitas BOSOWA Makassar untuk tujuan melakukan pendidikan tingkat lanjut. PGRI juga menyediakan dana “pinjaman” Umrah bagi guru bekerjasama dengan Bank BUKOIN, dengan mekanisme pembayaran dicicil perbulan.
Dan keempat, tentang nilai hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang masih berada di bawah rata-rata Nasional. Menurut Prof. Wasir, hal ini perlu menjadi perhatian khusus, di mana bagi guru-guru didaerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T) perlu mendapat bimbingan khusus mengenai pengperasian alat IT (komputer). Dalam pandangan PGRI, bahwa sebenarnya secara akademik guru-guru tersebut bukan tidak memiliki kompetensi, tetapi lebih karena kelemahan dalam hal penguasaan keterampilan mengoperasikan IT yang masih dan bahkan sangat rendah. Karena pada suatu kesempatan, Prof. Wasir ketika masih menjabat sebagai Ka. LPMP Sulsel pernah mengusulkan agar nomenklatur UKG diubah menjadi pemetaan kompetensi guru (PKG).
Ada beberapa point yang disorot Dewan Pendidikan. Menurut Ketua Dewan Pendidikan Sulsel bahwa data yang ditampilkan lebih bersifat makro, tidak memaparkan secara rinci sehingga tidak cukup mencerminkan pada masalah-masalah yang ada di lapangan (kab/kota). Termasuk masalah dana pendidikan yang dialokasikan dalam APBN dan APBD. Menurutnya, merujuk pada data yang dirilis Ikatan Guru Indonesia (IGI) bahwa hanya ada 2,5% - 2,6% dana pendidikan yang dialokasikan dari APBN dan APBD.
Kemudian soal akreditasi sekolah. Secara umum menurut Dewan Pendidikan bahwa profil sekolah di Sulsel mengenai akreditasi masih banyak berakreditasi C. Kedepan perlu dilakukan penilaian secara lebih ketat (selektif) dalam melakukan akreditasi. Begitu pula dengan profil guru dilihat dari kualifikasi akademik. Perlu pula dilihat dan dipetakan korelasi antara tingkat pendidikan dengan kompetensi guru. Selanjutnya soal UN, perlu ada penetapan standar yang jelas sehingga tidak bias, apalagi dengan membandingkan hasil setiap daerah, kerena ada perbedaan karakter maupun Pendapat Asli Daerah (PAD). Hal lain yang disebutkan adalah mengenai masalah koordinasi yang masih sangat krusial antara stakeholder yang ada di provinsi.
Dr. Hj. Kartini, mewakili Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel menyebutkan bahwa masih terdapat salah kaprah tentang tunjangan profesi (sertifikasi) guru. Para guru belum memahami betul tunjangan sertifikasi, karena berdasarkan “praktek”, tunjangan sertifikasi guru tidak digunakan sesuai peruntukkannya, misal untuk peningkatan kompetensi mereka. Lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan bersifat konsumtif, misalnya dengan mencicil kendaraan (mobil).
Wakil Dinas Pendidikan Kab. Baru menyoroti pwentingnya pelaksanaan diskusi. Menurutnya pelaksanaan diskusi hari ini menjadi momentum untuk akselerasi perubahan. Masalah yang terkait dengan data seharusnya dapat diatasi dengan jaringan online. Yang menjadi hambatan adalah soal kemampuan pengolah data, yang masih belum seragam. Mengenai tunjangan sertifikasi hendaknya tidak dikaitkan dengan masalah peningkatan mutu, karena hal itu menyangkut hak mutlak guru. Disarankan agar diskusi ini dapat menghasilkan rekomendasi tindak lanjut.
Kemudian Wakil Dinas Pendidikan Takalar, menyarankan agar dalam APBD perlu ada sinkronisasi dan koordinasi regulasi. Sementara Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kota Makassar mengharapkan agar kegiatan diskusi ini menjadi awal untuk membicarakan masalah pendidikan di daerah. Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian adalah tentang guru sukarela (guru honorer) demi peningkatan mutu pendidikan. Banyak guru yang sudah mau pensiun terutama di sekolah-sekolah swasta, sementara tidak ada pengangkatan guru. Sehingga perlu dilakukan terobosan untuk membuaka kran bagi pengangkatan guru sukarela atau honorer menjadi PNS.
Masalah pendidikan yang masih belum dapat dijangkau oleh semua, perlu pula mendapat perhatian. Kenyataan pendidikan kita masih (terlalu) mahal. Meskipun ada pendidikan gratis, tetapi belum mencukupi untuk peningkatan standar kebutuhaan biaya minimal. Sehingga perlu dipikirkan bagaimana sehingga ada upaya pusat dan daerah bersinergi agar anggaran 20% betul-betul dapat direalisasikan.
Wakil dari UNHAS menyoroti, antara lain UN yang tahun ini menerapkan dua sistem, yakni berbasis komputer (7%), perlu ditingkatkan daripada yang menggunakan lembar jawaban (LJ) (93%). Hal tersebut untuk menghindari kecurangan, karena disinyalir sistem ujian menggunakan LJ masih berpotensi terjadi kecurangan. Tentang akreditasi sekolah perlu ditingkatkan karena ikut menentukan diterima diperguruan tinggi negeri. Sementara dari Asosiasi Pengawas Indoensia (APSI) menyarankan agar dalam mengambil data perlu berkoordinasi dengan pengawas sekolah dan perlu ada sinkronisasi model penjaminan mutu pendidikan. Karena itu disaran oleh LSM Pendidikan supaya data yang diambil itu tidak bias, maka pihak-pihak terkait perlu melakukan kerjasama dengan lembaga penyedia data pendidikan. Karena disinyalir bahwa masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga perlu melakukan pemetaan guru secara profesional.
Sedangkan untuk menumbuhkan berkarakter siswa RRI Makassar bersedia membuat program siaran dengan menghadirkan siswa-siswa berprestasi untuk membhasa masalah-masalah yang berkaitan dengan kenakalan remaja, termasuk pula masalah narkotika bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Rekomendasi
Dari diskusi yang berlangsung dinamis dan terbuka tersebut, melahirkan beberapa rekomendasi sebagai rencana aksi. Disepakati :
- bahwa kegiatan diskusi pendidikan ini harus tetap berlanjut dan dijadwalkan secara rutin;
- bahwa perlu meningkatkan integritas dalam proses pelaksanaan UN; mengejar nilai itu penting, tapi lebih penting adalah menumbuhkan integritas;
- bahwa perlu membuat program sinergi pada setiap sekolah, sinergitas program dalam rangka mencapai 8 standar termasuk muatan local; dan
- bahwa untuk peningkatan profesionalisme guru, maka kelompok kerja guru, seperti KKG, MGMP, MKKS, MKPS, perlu direvitalisasi.
Penutup
Meski diskusi pendidikan yang digagas Ka. LPMP Sulsel dalam rangka memperingati Hardiknas 2016 ini baru kali ini dilaksanakan, tapi hal itu dapat mejadi langkah awal untuk menuju perubahan dan perbaikan pendidikan, khususnya di Sulsel yang lebih baik. Agar hasil yang diharapkan dapat dicapai secara lebih optimal dari kegiatan diskusi ini, maka perlu dilakukan perencanaan secara matang dengan melibatkan dan menghadirkan semua stakeholders pendidikan. Sehingga masalah-masalah pendidikan dapat lebih mudah dielaborasi untuk menemukan pemecahannya.
Hal yang paling penting pula adalah “berani” mengambil resiko atas rekomendasi yang dihasilkan. Semua hasil kesepakatan hendaknya harus ditindaklanjuti dalam bentuk aksi nyata. Jangan sampai semua yang telah dibahas dalam sebuah forum diskusi hanya berhenti pada tataran konsep tanpa implementasi nyata di lapangan.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 14 April 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H