Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggugah Kesadaran Stakeholders Membangun Pendidikan yang Berkarakter

3 Mei 2016   12:08 Diperbarui: 3 Mei 2016   14:30 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketiga, mengenai kualifikasi guru. Menurut PGRI Sulsel, semua guru yang belum S-1 perlu mendapat insentif berupa kuliah gratis dengan memberikan bantuan pendidikan. Saat ini PGRI Sulsel telah melakukan kerjasama dengan Universitas BOSOWA Makassar  untuk tujuan melakukan pendidikan tingkat lanjut. PGRI juga menyediakan dana “pinjaman” Umrah bagi guru bekerjasama dengan Bank BUKOIN, dengan mekanisme pembayaran dicicil perbulan.

Dan keempat, tentang nilai hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang masih berada di bawah rata-rata Nasional. Menurut Prof. Wasir, hal ini perlu menjadi perhatian khusus, di mana bagi guru-guru didaerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T) perlu mendapat bimbingan khusus mengenai pengperasian alat IT (komputer). Dalam pandangan PGRI, bahwa sebenarnya secara akademik guru-guru tersebut bukan tidak memiliki kompetensi, tetapi lebih karena kelemahan dalam hal penguasaan keterampilan mengoperasikan IT yang masih dan bahkan sangat rendah. Karena pada suatu kesempatan, Prof. Wasir ketika masih menjabat sebagai Ka. LPMP Sulsel pernah mengusulkan agar nomenklatur UKG diubah menjadi pemetaan kompetensi guru (PKG).

Ada beberapa point yang disorot Dewan Pendidikan. Menurut Ketua Dewan Pendidikan Sulsel bahwa data yang ditampilkan lebih bersifat makro, tidak memaparkan secara rinci sehingga tidak cukup mencerminkan pada masalah-masalah yang ada di lapangan (kab/kota). Termasuk masalah dana pendidikan yang dialokasikan dalam APBN dan APBD. Menurutnya, merujuk pada data yang dirilis Ikatan Guru Indonesia (IGI) bahwa hanya ada 2,5% - 2,6% dana pendidikan yang dialokasikan dari APBN dan APBD.

Kemudian soal akreditasi sekolah. Secara umum menurut Dewan Pendidikan bahwa profil sekolah di Sulsel mengenai akreditasi masih banyak berakreditasi C. Kedepan perlu dilakukan penilaian secara lebih ketat (selektif) dalam melakukan akreditasi. Begitu pula dengan profil guru dilihat dari kualifikasi akademik. Perlu pula dilihat dan dipetakan korelasi antara tingkat pendidikan dengan kompetensi guru. Selanjutnya soal UN, perlu ada penetapan standar yang jelas sehingga tidak bias, apalagi dengan membandingkan hasil setiap daerah, kerena ada perbedaan karakter maupun Pendapat Asli Daerah (PAD). Hal lain yang disebutkan adalah mengenai masalah koordinasi yang masih sangat krusial antara stakeholder yang ada di provinsi.

Dr. Hj. Kartini, mewakili Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel menyebutkan bahwa masih terdapat salah kaprah tentang tunjangan profesi (sertifikasi) guru. Para guru belum memahami betul tunjangan sertifikasi, karena berdasarkan “praktek”, tunjangan sertifikasi guru tidak digunakan sesuai peruntukkannya, misal untuk peningkatan kompetensi mereka. Lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan bersifat konsumtif, misalnya dengan mencicil kendaraan (mobil).

Wakil Dinas Pendidikan Kab. Baru menyoroti pwentingnya pelaksanaan diskusi. Menurutnya pelaksanaan diskusi hari ini menjadi momentum untuk akselerasi perubahan. Masalah yang terkait dengan data seharusnya dapat diatasi dengan jaringan online. Yang menjadi hambatan adalah soal kemampuan pengolah data, yang masih belum seragam. Mengenai tunjangan sertifikasi hendaknya tidak dikaitkan dengan masalah peningkatan mutu, karena hal itu menyangkut hak mutlak guru. Disarankan agar diskusi ini dapat menghasilkan rekomendasi tindak lanjut.

Kemudian Wakil Dinas Pendidikan Takalar, menyarankan agar dalam APBD perlu ada sinkronisasi dan koordinasi regulasi. Sementara Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kota Makassar mengharapkan agar kegiatan diskusi ini menjadi awal untuk membicarakan masalah pendidikan di daerah. Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian adalah tentang guru sukarela (guru honorer) demi peningkatan mutu pendidikan. Banyak guru yang sudah mau pensiun terutama di sekolah-sekolah swasta, sementara tidak ada pengangkatan guru. Sehingga perlu dilakukan terobosan untuk membuaka kran bagi pengangkatan guru sukarela atau honorer menjadi PNS.

Masalah pendidikan yang masih belum dapat dijangkau oleh semua, perlu pula mendapat perhatian. Kenyataan pendidikan kita masih (terlalu) mahal. Meskipun ada pendidikan gratis, tetapi belum mencukupi untuk peningkatan standar kebutuhaan biaya minimal. Sehingga perlu dipikirkan bagaimana sehingga ada upaya pusat dan daerah bersinergi agar anggaran 20% betul-betul dapat direalisasikan.

Wakil dari UNHAS menyoroti, antara lain UN yang tahun ini menerapkan dua sistem, yakni berbasis komputer (7%), perlu ditingkatkan daripada yang menggunakan lembar jawaban (LJ)  (93%).  Hal tersebut untuk menghindari kecurangan, karena disinyalir sistem ujian menggunakan LJ masih berpotensi terjadi kecurangan. Tentang akreditasi sekolah perlu ditingkatkan karena ikut menentukan diterima diperguruan tinggi negeri. Sementara dari Asosiasi Pengawas Indoensia (APSI) menyarankan agar dalam mengambil data perlu berkoordinasi dengan pengawas sekolah dan perlu ada sinkronisasi model penjaminan mutu pendidikan. Karena itu disaran oleh LSM Pendidikan supaya data yang diambil itu tidak bias, maka pihak-pihak terkait perlu melakukan kerjasama dengan lembaga penyedia data pendidikan. Karena disinyalir bahwa masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga perlu melakukan pemetaan guru secara profesional.

Sedangkan untuk menumbuhkan berkarakter siswa RRI Makassar bersedia membuat program siaran dengan menghadirkan siswa-siswa berprestasi untuk membhasa masalah-masalah yang berkaitan dengan kenakalan remaja, termasuk pula masalah narkotika bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Rekomendasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun