Naga-naganya harapan publik terhadap HAA mau memperlihatkan keberaniannya, ibarat jauh panggang dari api. HAA seperti tidak memiliki beban moral untuk tetap mempertahankan posisinya saat ini (Ketua BPK). Boleh jadi hal itu, karena pengaruh cara berpikir salah sehingga HAA yakin apa yang dilakukan bukan merupakan sebuah kesalahan. Meski di belahan dunia lain, pasti HAA tahu dan dengar, bahwa karena skandal itu telah mengantarkan mereka harus meletakkan jabatannya.
Atau bisa sebaliknya, HAA menganut moral hazard (moral jahat). Sebuah standar nilai yang membolehkan setiap penganutnya untuk melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya, meski dengan jalan yang tidak benar. Menyembunyikan harta dengan tujuan menghindari membayar pajak merupakan hal yang biasa. Bagi penganut mazhab moral hazard ini, sepanjang tidak merugikan orang lain secara langsung (meski dengan tidak membayar pajak akan merugikan negara dan hajat hidup orang banyak), hal itu bukan merupakan sebuah dosa.
Karena itu, menurut HAA dan rekannya adalah salah kaprah dan salah sasaran bila menuntutnya harus mundur dari Ketua BPK. Bagi HAA tidak ada yang salah dengan Panama Papers. Dengan nada bertanya, HAA menjawab pertanyaan wartawan ketika disinggung mengenai Panama Papers, “apa setiap orang yang ada di Panama Papers bersalah?” (sumber).
***
Jika pejabat publik setingkat Ketua BPK saja sudah bertanya status hukumnya dalam sebuah “skandal” yang menyebutkan namanya, maka sudah tidak ada lagi harapan untuk negeri ini berubah wajah. Jangankan HAA mau mencontoh PM Islandia dan Menteri Perindustrian Spanyol, karena itu kejauhan, bagaimana dengan contoh mantan Dirjen Pajak yang mau mengundurkan diri hanya karena target penerimaan negara dari pajak tidak tercapai. Padahal target penerimaan pajak tersebut sangat tergantung pada berbagai variabel, bukan semata kesalahan Dirjen Pajak. Tapi, sebagai “orang yang bertanggung jawab” atas policy yang telah ditetapkan, Dirjen Pajak bersedia mengundurkan diri untuk menujukkan “moralnya” kepada publik.
Bahkan Ketua BPK, HAA, seakan ingin membersihkan nama baiknya, dalam dua hari terakhir tampil di dua stasiun TV yang berbeda untuk menjelaskan silang sengkarut mengenai polemik LHP BPK tentang audit inevestigtif pembelian lahan RS. Sumber Waras. Dengan tanpa merasa terbebani, HAA dengan percaya diri terus menerus “mengkampanyekan” bahwa audit yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang benar. Karena itu, apa yang tercantum dalam laporan itu merupakan sebuah kebenaran mutlak. Padahal tidak sedikit pula yang mempertanyakan validitas laporan itu dari kemungkinan intervensi kepentingan politik dalam laporan audit tersebut.
Mungkin HAA berharap dengan menjelaskan duduk persoalan silang sengkarut polemik kasus pembelian lahan RS. Sumber Waras tersebut, maka perhatian publik akan beralih dan tidak lagi mempersoalkan namanya yang tercantum dalam Panama Papers. Jika sudah demikian “motifnya”, maka jangan berharap HAA masih memiliki keberanian untuk mengikuti PM. Islandia dan Menteri Perindustruian Spanyol, minimal mengikuti contoh baik yang telah ditunjukkan mantan Dirjen Pajak. Quovadis HAA membawa “moralmu”?
Wallahu a’lam bish-shawabi
Ya sudah, selamat membaca, …
Makassar, 16 April 2016