Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY: The Right Man On The Right Place

2 April 2016   21:57 Diperbarui: 2 April 2016   22:02 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Meski telah disentil secara tidak langsung oleh Presiden, SBY seperti merasa tidak sedang disindir. Maka seperti kebiasaannya yang tidak mau “diam” tetap saja nyinyir, seolah-olah SBY merasa tidak terpengaruh, malah kembali menegaskan posisinya sedang mengalami PPS. Dengan bahasa yang meyakinkan SBY kembali mengelak dengan mengatakan bahwa susah kalau pemimpin tidak mau dan alergi terhadap kritikan.  

Pertanyaannya adalah benarkah rezim Jokowi sangat alergi dengan kritikan? Rasa-rasanya tidak. Jangankan kritikan, Jokowi bahkan sangat welcome terhadap semua masukan yang bernilai positif untuk pembangunan bangsa besar ini. Bahkan Jokowi  tidak mempersoalkan semua kritikan yang ngawur tanpa didukung fakta-fakta factual, bahkan cenderung fitnah. Belum lagi disertai dengan meme-meme yang kurang senonoh, menjijikkan. Toh, Jokowi tetap bergeming untuk memproses mereka ke ranah hukum. Lebih jauh malah memaafkan.

Bandingkan dengan SBY. Ketika masih berkuasa sangat sering curhat, terkesan cengeng, mengeluh, minta diperhatikan. Pernah pula memperlihatkan foto-foto yang katanya sedang menjadi sasaran ingin ditembak. Tapi ternyata kemudian foto-foto itu hanyalah aspal (asli tapi palsu). Kan jadinya tidak lucu.

***

Nah, hari ini media massa, baik TV maupun media online, memperlihatkan SBY menunjukkan kebiasaannya “berceloteh”. Seiring dengan  isu perombakan kabinet, SBY pun tak mau ketinggalan kereta menyentil Presiden.

Berbicara di depan kader partai Demokrat, SBY menceritakan pengalamannya ketika menjabat sebagai Menteri di Era Gus Dur menyikapi kegaduhan kabinet. Dengan bangga SBY mengatakan bahwa ketika itu dia lebih memilih mengundurkan diri karena tidak setuju dengan kebijakan Gus Dur. Baginya lebih baik mundur daripada mengikuti kemauan Presiden yang bertentangan dengan konstitusi. Sebuah sikap yang gentleman. Sayangnya sikap gentleman itu tidak diterapkan secara menyeluruh dalam semua hal. Sejarah kemudian membuktikan bahwa karena sikap “gentelnya” itu, telah memberikan kontribusi dalam ketidakharmonisan hubungannya dengan Presiden pengganti Gus Dur, yakni Megawati. Mungkin presiden Megawati, merasa SBY, telah menelikung terhadapnya, sehingga sampai sekarang tidak dapat dimaafkan.  

***

Menyikapi isu perombakan anggota kabinet, SBY kembali menukilkan rumus politiknya.  Menurut SBY bahwa untuk mencegah kegaduhan anggota kabinet, maka Presiden perlu hati-hati kalau merombak dan menunjuk anggota kabinet. Syaratnya adalah orang yang tepat pada posisi yang tepat (the right man on the right place).

Sebenarnya rumus politik tersebut sudah merupakan pengetahuan umum (sesuatu yang common sense). Semua pasti tahu. Pertanyaannya adalah apakah pada era rezim SBY, ia telah melakukan seleksi dan menempatkan anggota kabinatnya sesuai dengan rumus politik itu?

Soalnya seperti kita ketahui, justru pada era pemerintahannya, beberapa anggota kabinetnya malah digelandang KPK dan kemudian harus mendekam di penjara. Bukan hanya anggota kabinetnya, tapi juga beberapa kader Partai Demokrat di bawah kepemimpinannya, dicokol KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun