Epilog
Indonesia bukan tidak pernah melahirkan pemimpin yang dapat menjadi patron idola. Stock dan produk pemimpin model patron idola cukup banyak. Dalam rentang sejarah perjuangan hingga lahir dan terbentuknya Republik ini, Indonesia melahirkan banyak pemimpin yang dapat memiliki kepemimpinan yang mampu menghadirkan jiwa pemimpin ala Ki Hajar Dewantara.
Indonesia pernah melahirkan dan memiliki pemimpin besar sekaliber Soekarno-Hatta. Sejarah telah membuktikan bahwa kedua tokoh besar bangsa ini telah menginspirasi rakyatnya untuk berjuang bersama. Keduanya telah melalui berbagai macam dan bentuk “siksaan fisik” dan kenyang dengan segala macam penderitaan. Semua itu tidaklah membuat keduanya harus “menyerah” pada nasib, tapi tetap mencoba “merawat” penderitaan demi sebuah obsesi besar yang mereka usung bersama rekan-rekannya, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa, Indonesia merdeka dan berdaulat.
Soekarno-Hatta adalah salah dua contoh model pemimpin yang menjadi patron idola. Pada zamannya, masih banyak pemimpin lainnya yang memiliki kriteria patron idola. Ada H.O.S. Cokroaminoto, K. H. Hasyim As’ary, Sutan Syahrir, Ki Hajar Dewantara, Mohammad Nasir, Haji Agus Salim, Tan Malaka, dan masih banyak lagi lainnya. Semuanya mewakili zamannya menjadi asset bangsa yang keteladanannya dapat menghadirkan patron idola. Mestinya nilai-nilai kejuangan yang pernah mereka wariskan untuk bangsa ini menjadi sebuah investasi jangka panjang untuk dapat melahirkan calon pemimpin yang dapat menjadi patron idola.
Sayangnya fenomena Indonesia kekinian, malah melahirkan calon pemimpin yang sangat kering akan makna hakiki memimpin. Ia hanya mampu mendapatkan pengakuan secara legal formal, tapi sungguh sangat tidak bisa “merawat” apalagi menjabarkan arti kepemimpinan itu. Dan kondisi tersebut pada tataran praktikal dalam atmofsir social politik Indonesia sungguh membuat kita hampir kehilangan harapan. Namun sebagai orang yang beragama kita tidak boleh putus harapan, karena negeri besar ini mempunyai cara sendiri untukd apat melahirkan pemimpin yang dapat menjadi patron idola. Meski untuk melahirkan dan membentuk pemimpin patron idola ini tidak mudah, harus melalui jalan yang panjang dan berliku. Membutuhkan tempaan “penderitaan” yang tidak ringan.Tidak asal jadi, lahir bukan dengan cara instan, pemimpin karbitan, apalagi melalui model mobilisasi dengan cara mengeksploitasi sentimen keagamaan.
Wallahu a’lam bish-shawabi
Ya sudah, selamat membaca, …
Makassar, 10 Maret 2016