Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan (selanjutnya ditulis LPMP Prov. Sulsel) benar-benar berkabung. Dalam waktu yang bersamaan kehilangan dua orang personil staf potensial. Pada akhir pekan ketiga di bulan Pebruari 2016 kemarin, secara berturut-turut, LPMP Prov. Sulsel mendapat musibah beruntun. Saya menggunakan idiom musibah untuk menggambarkan suasana kebatihanan (semua) keluarga besar LPMP Prov. Sulsel, karena kehilangan dua orang teman, sobat, saudara, rekan, dan partner kerja.
Musibah mana dalam dua hari berturut-turut, Sabtu (20/02/2016) dan Ahad (21/02/2016) hanya selang tidak lebih dari 24 jam, dua orang karyawan (staf) potensial LPMP Prov. Sulsel, “mengakhiri” karya dan pengabdiannya untuk negeri ini. LPMP Prov. Sulsel dengan duka yang sangat mendalam harus melepas kebersamaan yang indah selama ini kepada kedua orang rekan dan partner kami untuk kembali menjumpai Sang Pemilik Hidup.
Ketika Sabtu (20/02/2016) malam sekitar pukul 21.00 Wita, teman, rekan, partner kerja, dan saudara kami, Saudara Agus Santoso (di kalangan LPMP, lebih familiar disapa Mas Bagus), dipanggil menghadap Sang Khalik. Di tempat lain, pada saat yang bersamaan, teman, rekan, dan partner kami yang lain, Saudara Edy Poerwanto (biasa dipanggi Pak Edy), seorang Widyaiswara, harus diantar ke rumah sakit dan harus berjuang melawan ajal. Karena ketika masuk hingga menjelang ajal, ia harus berjuang dalam kondisi koma. Tragisnya, dan hal ini membuat kami, semua keluarga besar LPMP Prov. Sulsel, harus menerima nasib, “dipisahkan”. Kami seperti disadarkan oleh suatu kenyataan, bahwa hidup itu punya batas.
Memaknai Musibah
“Batas hidup” untuk kedua teman, rekan, partner, dan saudara kami itu, ternyata hanya berselang tidak lebih dari 24 jam. Ketika kami semua, keluarga besar LPMP Prov. Sulsel sedang berkabung dan berkumpul melayat dan hendak mengantarkan teman, rekan, partner, dan saudara kami, Mas Bagus ke persitirahatannya yang terkahir, datang pula berita duka itu. Sesaat setelah jenazah Mas Bagus dimandikan dan dikafani, kemudian diusung menuju ke mobil ambulance untuk selanjutnya diantar ke masjid untuk disholatkan, bagai disambar petir, tiba berita “kepergian” teman, rekan, partner, saudara kami yang lain. Ya, Saudara Edy Poerwanto (Pak Edy) juga menyusul Mas Bagus menjumpai Sang Pemilik Hidup. Seakan keduanya “telah berjanji” untuk tidak ketinggalan kereta, “mengakhiri” karya dan pengabdian mereka secara bersama-sama.
Keluarga besar LPMP Prov. Sulsel dalam sesaat merasa gamang dan masygul, bahkan mungkin “menyesakkan”. Bagaimana tidak? Dalam dua hari beruntun, bahkan hanya selang tidak lebih dari 24 jam, harus kehilangan dua orang staf potensial. Yang satu, Mas Bagus masih berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dan Pak Edy, seorang Widyaiswara Muda. Untuk Mas Bagus, meski berstatus CPNS, dan masih dalam masa menunggu untuk mengikuti Prajabatan (masa sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)), tapi telah mengabdi selama lebih dari satu dekade, 10 tahun di LPMP Prov. Sulsel sebagai tenaga honorer. Begitu pula dengan Pak Edy, teman kami yang lain, juga telah mengabdi sebagai PNS lebih dari 10 tahun di LPMP Prov. Sulsel. Awalnya Pak Edy masuk sebagai tenaga fungsional umum (sebelumnya dikenal sebagai staf struktural) kemudian beralih menjadi tenaga fungsional tertentu (widyaiswara) dengan rumpun matapelajaran IPA Fisaka dan Teknologi Informasi (TI). Dalam kegamangan itu, meski hal itu terasa menyesakkan, kami pun tersadar, dan harus bersikap pasrah, ibarat kata, “untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”. Inilah nilai transedental yang (perlu) menjadi kerangka acuan dalam membaca setiap fenomena dan peristiawa, agar kita tidak gagap dan kehilangan orientasi walau diperhadapkan pada sebuah situasi yang tanpa pilihan.
In Memoriam Agus Santoso
Sebelum menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu di akhir pekan kemarin, Mas Bagus, sudah lama menjalani perawatan dan sempat dioperasi karena penyakit sinusitis (polip). Setelah menjalani operasi Mas Bagus sempat kembali menjalani rutinitas sebagai staf seperti biasa di LPMP Prov. Sulsel. Akan tetapi, kondisinya tidak lagi seprima sebelum menderita dan menjalani operasi. Mas Bagus yang sangat supel dalam pergaulan (orang Bugis Makassar sebut, somberre’), tidak lagi seceriah dulu. Kondisi fisik dan kesehatan mengalami penurunan yang cukup drastis, membuatnya tidak lagi gesit dulu. Puncaknya dua minggu sebelum menjemput ajal, Mas Bagus kembali harus masuk ruang perawatan, diopname di rumah sakit.
[caption caption="Mas Bagus ketika dirawat dan dijenguk teman2 kantor di RS. Islam Faisal Makassar"][/caption]
Sebelum menghembuskan nafas terakhir di RS. Labuan Baji Makassar, Mas Bagus sempat dirawat di RS. Islam Faisal Makassar. Tiga hari sebelum Mas Bagus berpulang, oleh dokter almarhum dirujuk ke RS. Labuan Baji Makassar karena gangguan atau kesulitan bernafas. Akan tetapi, rupanya setelah Mas Bagus berpindah rumah sakit, kondisinya semakin menurun. Rupanya “rumah sakit rujukan” itu hanya merupakan tempat transit terakhir, hingga akhirnya dijemput oleh Malakul Maut, untuk kembali bertemu Sang Kekasih Abadi, Pemilik Kehidupan, Allah SWT.
Mas Bagus mulai bergabung dengan LPMP Prov. Sulsel seiring dengan terekrutnya Kakak Angkat beliau, Khalid Mustafa menjadi PNS pada 2002. Pada saat itu, LPMP Prov. Sulsel merupakan konversi dari Balai Penataran Guru (BPG Ujung Pandang) dipimpin oleh Drs. Harmanto, M.Si. Pada saat kepemimpinan Pak Harmanto dibentuk sebuah unit di LPMP Prov. Sulsel, yang disebut Information Communication Technology (ICT) yang digawangi oleh Khalid Mustafa, kakak angkat Mas Bagus. Karena kebutuhan untuk mengoperasikan perangkat ICT, maka kemudian Khalid Mustafa “merekrut” tenaga-tenaga terampil dari siswa SMK, yang juga merupakan murid beliau. Salah satu dari tenaga-tenaga terampil itu, adalah Mas Bagus.