Sumber Gambar di sini
Oleh : eN-Te
Masih ingat tragedi Masjidil Haram beberapa waktu lalu? Di mana karena badai yang diikuti hujan pasir dan butiran es, sehingga membuat mesin penggerak (crane) alat berat untuk proses pembangunan Masjidil Haram roboh. Crane yang roboh tersebut, sialnya menimpa jamaah calon haji yang hendak melaksanakan sholat maghrib di Masjidil Haram, sehingga menimbulkan ratusan korban tewas dan luka. Celakanya, peristiwa itu terjadi bertepatan dengan tibanya Presden Jokowi di Jeddah, Arab Saudi dalam rangka kunjungan kenegaraan. Kedua “insiden” itu bertepatan, baik jatuhnya crane dan tibanya Jokowi, maka kemudian muncul meme di dunia maya yang mengkaitkan (yang dibuat oleh “nabi” Jonru Ginting), malah menyebutkan bahwa tragedi Masjidil Haram itu karena kehadiran Jokowi (artikel terkait). Seakan-seakan Jokowi memang pembawa sial bagi jamaah calon haji yang sedang menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima.
Mungkinkah dengan asumsi yang sama, Jonru juga akan mengatakan bahwa tragedi Mina yang terjadi kemarin, Kamis (24/9/15), yang menelan ribuan korban (lebih dari 717 orang meninggal dunia dan 863 luka-luka), termasuk tiga jamaah calon haji Indonesia, juga karena kehadiran Setya Novanto (SN) dan Fadli Zon (FZ) yang sedang menunaikan ibadah haji? Mungkinkah kedua Pimpinan DPR RI itu juga membawa “aura” negatif bagi para tamu Allah SWT yang sedang menunaikan rukun Islam yang kelima itu?
Jika kemarin, Jokowi hanya berkunjung dan bertemu dengan Raja Kerajaan Arab Saudi di istana Raja pula, dapat dikaitkan sebagai “penyebab” terjadinya tragedi Masjidil Haram, bagaimana pula dengan tragedi Mina, di mana SN dan FZ termasuk dalam rombongan jamaah calon haji yang akan melempar jumrah? Apakah Jonru juga akan dengan tega mengatakan bahwa SN dan FZ juga pembawa sial bagi jamaah calon haji lainnya?
Rasanya, dengan nalar yang sehat dan nurani terhormat kita akan dengan tegas menolak asumsi ngawur cenderung keblinger itu. Bagaimana mungkin kita tega mengkaitkan sebuah peristiwa berdarah dengan kehadiran seseorang, yang mana kehadirannya tersebut dalam rangka menghadirkan hati dan perasaan terdalam sebagai insan yang hanif, ingin menunjukkan pengabdiaannya sebagai seorang hamba kepada Tuhannya?
Tuhan juga tidak akan murka, meski yang datang itu “bajingan” tengik sekalipun. Apalagi yang datang itu, memiliki niat yang tulus ikhlas untuk memenuhi panggilannya sebagai tamu-Nya. Terlepas dari status sosial yang disandangnya saat ini, apakah ia presiden, pimpinan dewan, ulama, kiyai, maupun rakyat jelata. Semua hadir dengan status yang sama, sebagai tamu Allah karena memenuhi panggilan-Nya. Labbaika Allahumma labbaik, Aku memenuhi panggilanMu yaa Allah.
Jadi adalah sebuah kenaifan yang amat bodoh bila harus mengkaitkan sebuah peristiwa berdarah, yang membawa tragedi kemanusiaan (menimbulkan korban tewas dan luka-luka) karena kehadiran dan kunjungan seseorang. Betapapun orang tersebut menurut persepsi kita, orang yang tidak patut “dihargai” karena akan membawa pengrauh buruk.
Tragedi Masjidil Haram dan tragedi Mina adalah dua peristiwa yang berdiri sendiri, dan masing-masing mempunyai postulatnya sendiri. Sederhananya kedua peristiwa berdarah itu, lepas dari semua faktor yang mungkin ada, sudah menjadi sebuah ketentuan Allah. Jokowi berkunjung atau tidak, SN dan FZ berziarah ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji atau tidak, kedua peristiwa itu “tetap” saja terjadi. Keduanya telah tercatat di lauh mahfudz.
Jika kita melihat dengan pendekatan keagamaan maka tidak akan ada anggapan ngawur dan keblinger dengan seenak udel mengkait-kaitkan sebuah kejadian dengan “perilaku” seseorang. Apalagi anggapan itu hanya berdasarkan stigmatisasi, hanya berdasarkan pada kebenceian semata. Hanya untuk mencoba merasionalisasi supaya terkesan ada hubungan kausalitas. Betapapun bagi sebagian orang, “perilaku” seseorang itu dinilai sudah tidak pas dan keluar dari pakem yang telah menjadi kesepakatan bersama.