Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Klinik Konsultasi Guru, Apa Itu?

18 September 2015   09:59 Diperbarui: 18 September 2015   10:25 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peresmian K2G oleh Kepala LPMP Provinsi Sulsel (dok. pri.)

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Dinas Pnedidikan Provinsi Sulawesi Selatan membentuk sebuah pusat layanan konsultasi guru. Pusat layanan konsultasi tersebut berfungsi untuk memberikan layanan konsultasi bagi guru-guru yang mengalami masalah dalam menjalankan profesi mereka sebagai guru. Pusat layanan tersebut diberi nama Klinik Konsultasi Guru (K2G). K2G ini sudah diluncurkan pada Rabu, 9 September 2015.

Latar Belakang

Kita lebih sering mendengar istilah klinik kesehatan daripada kata klinik disambung dengan kata lain di luar bidang kesehatan. Ketika kita mendengar istilah itu, asosiasi kita langsung tertuju pada kesehatan. Maka kita mengenal ada klinik mata, klinik ibu dan anak, klinik kecantikan, dan lain-lain, yang berkonotasi sebagai balai pengoabatan khusus (KBBI, 2008, h. 784). Karena selama ini kita lebih mengenal klinik kesehatan sebagai tempat menyelenggarakan (memeriksakan) kesehatan. Jadi sangat jarang kita mendengar istilah seperti klinik pendidikan, klinik pembelajaran, klinik lingkungan, klinik politik, dan entah apalagi bidang lain di luar kesehatan yang dikaitkan dengan kata klinik.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI, No. 028/Menkes/Per/I/2011, pasal 1 (1) disebutkan bahwa klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

K2G yang merupakan klinik konsultasi guru merupakan istilah baru dalam bidang pendidikan. Ide membentuk K2G ini sebagai upaya adaptasi dan sekaligus adopsi dari model klinik yang selama melayani pengobatan khusus bagi kesehatan (fisik).

Gagasan untuk membentuk pusat layanan konsultasi bagi guru ini dilatari oleh kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh para guru di lapangan. Dalam menjalankan profesinya, para guru seringkali diperhadapkan pada permasalahan-permaslahan yang perlu mendapat penanganan serius dan segera. Karena sifatnya mendesak dan urgen maka perlu ada sebuah saluran yang memungkinkan para guru bisa menyampaikan aspirasi dan keluhannya, sekaligus juga harus mendapat advis profesional pula. Oleh karena itu, perlu ada sebuah wadah yang menjadi pusat memberikan layanan terhadap kebutuhan guru. Pusat layanan konsultasi ini dapat pula berfungsi untuk menyerap aspirasi guru dan sekaligus memberikan solusi. K2G merupakan salah satu wadah atau forum yang dapat dimanfaatkan para guru untuk mendapatkan layanan konsultasi yang sesuai, termasuk mendapat advis dan advokasi terhadap masalah yang sedang dihadapi berkaitan dengan profesinya.

Permasalahan Guru

Permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi guru dalam menjalankan tugas profesinya  tercermin dalam berbagai jenis. Ada yang berkaitan dengan aspek pribadi, aspek profesi, aspek hubungan sosial, dan juga aspek hukum. Meski demikian, secara umum, ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia. Keempat permasalahan itu adalah berkaitan dengan kompetensi guru sebagai tenaga profesi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (UU Guru dan Dosen No. 14/2005, pasal 10 ayat 1). Keempat permasalahan tersebut harus mendapat perhatian yang serius dan harus segera ditangani, agar tidak menimbulkam dampak berikutnya. Karena sebagai tenaga profesi maka dituntut harus memiliki kompetensi yang dipersyaratkan sebagai tenaga profesional, sehingga hal itu berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan, rasa aman, dan perasaan tak tertekan dalam menjalankan tugas profesinya.

Masalah kualitas guru merupakan aspek pribadi yang berkaitan dengan kompetensi profesional sebagai tenaga pendidik. Banyak guru yang belum memiliki persyaratan kualifikasi sebagai tenaga profesional. Untuk memenuhi persyaratan kualifikasi tenaga profesional maka seorang guru harus memiliki empat kompetensi di atas.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan kemampuan mengembangkan peserta didik agar dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi ini menjadi hal yang mutlak harus dimiliki seorang guru jika ingin disebut sebagai tenaga profesional. Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa seringkali dalam menjalankan tugas profesinya sebagai tenaga pendidik profesional, guru kadang mendapat hambatan dalam hal empat kompetensi itu. Sementara untuk memperoleh predikat guru profesional harus melalui jenjang pendidikan tertentu atau pendidikan profesi.

Seorang guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik dan itu diperoleh melalui jenjang pendidikan tertentu atau pendidikan profesi. Bila seorang guru yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik berarti dapat dikatakan belum memiliki keempat kompetensi itu. Padahal keempat kompetensi itu menjadi persyaratan mutlak dalam proses sertifikasi sebelum mendapat sertifikat pendidik. Berbekal sertifikat pendidik, hal mana setelah dinyatakan lulus oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, maka seorang guru berhak memperoleh tunjangan profesi, yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan guru.

Pertanyaan kemudian muncul adalah apakah setelah menempuh jenjang pendidikan profesi dan mendapat sertifikat pendidik, guru sudah dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan spirit undang-undang? Pertanyaan ini penting diajukan, mengingat tidak semua guru yang telah mendapat sertifikat pendidik dan memperoleh tunjangan profesi sudah menjalankan tugasnya secara profesional. Karena sangat mungkin, seorang guru yang telah disertifikasi, tapi belum memiliki semua kompetensi yang dipersyaratkan, baik kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, maupun kompetensi profesional. Bisa jadi dari keempat kompetensi itu, hanya ada beberapa kompetensi saja yang dipenuhi. Karena itu seringkali para guru terpaksa harus berhadapan dengan persoalan hukum bila kurang dapat menjabarkan keempat kompetensi itu dengan baik dalam relasi mereka dengan lingkungan. Lingkungan di sini yang dimaksud adalah siswa, orangtua, dan masyarakat pada umumnya. Semua itu menjadi problem tersendiri dan pada batas-batas tertentu menjadi kesulitan bagi guru dalam membina relasi yang baik (harmonis) dengan lingkungan. Akibatnya tak jarang para guru harus berhadapan dengan tuntutan hukum.

Urgensi dan Manfaat K2G

Permasalahan dan kesulitan yang dihadapi guru di lapangan sejauh ini belum semuanya dapat ditangani dan diatasi dengan baik oleh organisasi profesi guru. Keberadaan PGRI belum memberikan manfaat signifikan terhadap persoalan-persoalan aktual yang sedang dihadapi guru. Bukan hanya menyangkut kesejahteraan profesi guru, tapi pada batas-batas tertentu, perjuangan guru kurang mendapat perhatian yang intens dari PGRI. Para guru merasa aspirasi mereka kurang dapat diperjuangkan oleh PGRI. Apalagi bila permasalahan yang dihadapi guru itu berkaitan dengan hukum. Sebagai organisasi profesi guru yang diakui secara resmi negara, seharusnya memberikan advokasi secara maksimal.

Dalam berbagai kesempatan para guru seringkali menyampaikan keluhan berkaitan dengan persoalan yang timbul akibat relasi dengan lingkungannya. Belum lagi masalah yang berkenaan dengan tugas profesinya sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Kompetensi pedagogik mensyaratkan kemampuan guru tidak hanya merancang dan melaksanakan pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, tapi harus mampu melaksanakan pengembangan peserta didik agar dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Hal itu membutuhkan improvisasi inovatif sehingga mampu memberikan inspirasi kepada seluruh anak didik untuk dapat membangkitkan semua potensinya tanpa merasa terbebani. Dan fungsi itu dapat dijalankan oleh  kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesinal.

K2G hadir untuk menjembatani “kekosongan” yang mungkin luput dari perhatian organisasi induk profesi guru, seperti PGRI. Melalui K2G para guru dapat menyampaikan semua keluhan dan aspirasi serta berkonsultasi. K2G berfungsi untuk membantu para guru, baik yang PNS atau bukan, ketika menghadapi masalah terkait profesi mereka. Menurut Ketua PGRI Sulsel, yang juga Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sulsel, bahwa di Sulsel terdapat 151 ribu guru dan 80 ribu merupakan PNS, sisanya tenaga honorer dan tenaga kontrak. Dalam menjalankan tugas profesinya, mereka menghadapi berbagai persoalan terkait profesi guru. Karena itu, K2G ini akan membantu para guru, baik PNS maupun bukan ketika menghadapi permasalahan di sekolah maupun di luar sekolah (sumber). 

Memang yang membidani lahirnya K2G ini adalah PGRI Sulsel yang dipimpin oleh Prof. Dr. Wasir Thalib, M.S., yang juga sehari-hari menjabat sebagai Kepala LPMP Provinsi Sulsel. Malah gagasan membentuk K2G ini berawal dan digodok di LPMP Provinsi Sulsel. Bahkan ketika untuk pertama kali diluncurkan (launching), dilaksanakan dan mengambil tempat di LPMP Provinsi Sulsel. Selanjutnya LPMP Provinsi Sulsel juga menjadi sekretariat untuk kegiatan operasional K2G. Embrio awal K2G terbentuk dan lahir dari gagasan Kepala LPMP Provinsi Sulsel, yang juga menjabat sebagai Ketua PGRI Sulsel.  

Suasana saat launching (dok. pri.)

K2G ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kepentingan pengembangan profesi guru sebagai tenaga profesional. Di samping itu, K2G juga diharapkan menjadi pusat pengaduan bagi guru yang mendapat permasalahan hukum dalam menjalankan tugas profesinya sehari-hari. Karena itu, K2G tidak hanya dituntut harus mampu mengambil peran konsultansi, tetapi juga harus memberikan advokasi secara profesional dan berkelanjutan. Hal ini penting untuk menjamin dan memberikan kepastian rasa aman bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya dari akibat relasi dengan lingkungan sosialnya.

Peran advokasi ini penting, mengingat dalam iklim demokrasi yang sangat terbuka seperti sekarang, guru sangat rentan mengalami masalah yang berkaitan dengan delik hukum (undang-undang perlindungan anak dan masalah HAM). Sedikit saja guru bermasalah dalam relasinya dengan lingkungan (teman sejawat, siswa, orangtua, dan masyarakat) akan segera “dikondisikan” harus berhadapan dengan hukum. Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa guru “dikondisikan” harus berhadapan dengan hukum itu lebih banyak disebabkan karena “relasi yang buruk” dengan anak didiknya. Ironisnya, problem relasi ini lebih banyak karena persoalan-persoalan yang sangat sederhana (sepele), misalnya karena memperlakukan siswa secara sedikit kasar dengan maksud untuk mendidik. Dan semua itu, berkaitan dengan tugas profesinya memanusiakan manusia anak bangsa.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, K2G harus menetapkan program prioritas dan program pendukung. Tentu saja program-program itu harus dapat dijalankan. Oleh karena itu perlu membuat metode atau mekanisme yang efisien dan efektif dalam memberikan layanan konsultasi kepada guru. Mekanisme itu antara lain melalui tatap muka (face to face), di mana guru harus datang langsung ke sekretariat K2G untuk menyampaikan masalahnya, dengan prosedur melalui pendaftaran. Dapat pula melalui hubungan langsung, melalui sambungan telepon, di mana guru menyampaikan masalah dan keluhannya melalui telepon, atau dengan memanfaatkan media online berupa facebook, twiter, watshap, dan lain-lain. Di samping itu, K2G juga dapat membentuk forum diskusi, yang memungkinkan terjadi interaksi konstruktif antarguru, antara guru dan pihak K2G dan juga dapat melibatkan pula masyarakat umum yang peduli terhadap kepentingan pendidikan.

Sarana lain yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas K2G dalam memberikan layanan konsultasi, yakni di mana guru maupun masyarakat umum juga dapat melakukan konsultasi melalui media-media seperti telepon, bertanya melalui pesan singkat atau SMS, dan surat elektronik (e-mail). Dengan begitu, konsekuensinya K2G harus melengkapi semua fasilitas untuk memberikan layanan konsultasi secara paripurna. Konsekuensi lainnya, K2G juga harus menyiapkan tenaga terampil dan ahli yang bertindak sebagai “konselor”. 

Pernyataan Akhir

Tentu saja masalah yang akan disampaikan dan dikonsultasikan oleh guru tidak hanya satu jenis saja. Misalnya hanya menyangkut tugas profesinya sebagai guru semata, baik itu menyangkut problem belajar mengajar di kelas, hubungan sosialnya di sekolah dan lingkungannya, juga berkaitan dengan kesejahteraan mereka. K2G harus dapat mengantisipasi semua itu sejak awal sehingga dapat mempersiapkan semua hal, baik itu “konselor” maupun teknik yang dimungkinkan untuk memberi layanan dan advokasi secara optimal. Dengan demikian, perlu dipikirkan untuk membentuk divisi-divisi layanan, supaya penanganan masalah keluhan dan pengaduan guru lebih fokus dan terarah.

Divisi-divisi itu bisa pula mengacu pada empat kompetensi guru. Misalnya ada divisi yang membidangi masalah kompetensi pedagogik, ada divisi yang membidangi masalah kompetensi kepribadian, ada divisi yang membidangi masalah kompetensi sosial, dan ada divisi yang membidangi masalah kompetensi profesional. Tentu saja divisi-divisi tersebut tidak terpaku dan bersifat kaku mengacu kepada keempat kompetensi itu. Bisa saja berdasarkan kebutuhan layanan yang diberikan masih bersifat umum, sehingga hanya membutuhkan satu dua divisi saja. Meski demikian disarankan agar ada pengaturan spesialisasi dari awal agar tujuan yang diingin dengan kehadiran K2G ini dapat tercapai secara optimal.

Begitu pula ketersediaan tenaga ahli dan terampil yang akan bertindak, sebut saja sebagai “konselor”. Konselor-konselor yang membidangi empat divisi tentu saja harus direkrut berdasarkan keahliannya masing-masing, sehingga dapat memberikan layanan konsultasi secara optimal. Dengan demikian konsekuensi logisnya, tentu saja berdampak pada anggaran (budget).

Karena wadah ini sudah terbentuk dan sudah diluncurkan, sambil jalan semua perangkat yang dibutuhkan harus segera dilengkapi. Dan hal ini perlu dipikirkan secara serius dan matang, agar pekerjaan mulia ini tidak menjadi sia-sia.

Kehadiran K2G ini menjadi model alternatif bagi pemberdayaan guru dan menjadi terobosan dalam membenahi sistem pendidikan Nasional secara keseluruhan.  

Ya sudah, begitu saja, selamat membaca!

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 18  September  2015    

 

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun