Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Klinik Konsultasi Guru, Apa Itu?

18 September 2015   09:59 Diperbarui: 18 September 2015   10:25 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang guru profesional harus memenuhi kualifikasi akademik dan itu diperoleh melalui jenjang pendidikan tertentu atau pendidikan profesi. Bila seorang guru yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik berarti dapat dikatakan belum memiliki keempat kompetensi itu. Padahal keempat kompetensi itu menjadi persyaratan mutlak dalam proses sertifikasi sebelum mendapat sertifikat pendidik. Berbekal sertifikat pendidik, hal mana setelah dinyatakan lulus oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, maka seorang guru berhak memperoleh tunjangan profesi, yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan guru.

Pertanyaan kemudian muncul adalah apakah setelah menempuh jenjang pendidikan profesi dan mendapat sertifikat pendidik, guru sudah dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan spirit undang-undang? Pertanyaan ini penting diajukan, mengingat tidak semua guru yang telah mendapat sertifikat pendidik dan memperoleh tunjangan profesi sudah menjalankan tugasnya secara profesional. Karena sangat mungkin, seorang guru yang telah disertifikasi, tapi belum memiliki semua kompetensi yang dipersyaratkan, baik kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, maupun kompetensi profesional. Bisa jadi dari keempat kompetensi itu, hanya ada beberapa kompetensi saja yang dipenuhi. Karena itu seringkali para guru terpaksa harus berhadapan dengan persoalan hukum bila kurang dapat menjabarkan keempat kompetensi itu dengan baik dalam relasi mereka dengan lingkungan. Lingkungan di sini yang dimaksud adalah siswa, orangtua, dan masyarakat pada umumnya. Semua itu menjadi problem tersendiri dan pada batas-batas tertentu menjadi kesulitan bagi guru dalam membina relasi yang baik (harmonis) dengan lingkungan. Akibatnya tak jarang para guru harus berhadapan dengan tuntutan hukum.

Urgensi dan Manfaat K2G

Permasalahan dan kesulitan yang dihadapi guru di lapangan sejauh ini belum semuanya dapat ditangani dan diatasi dengan baik oleh organisasi profesi guru. Keberadaan PGRI belum memberikan manfaat signifikan terhadap persoalan-persoalan aktual yang sedang dihadapi guru. Bukan hanya menyangkut kesejahteraan profesi guru, tapi pada batas-batas tertentu, perjuangan guru kurang mendapat perhatian yang intens dari PGRI. Para guru merasa aspirasi mereka kurang dapat diperjuangkan oleh PGRI. Apalagi bila permasalahan yang dihadapi guru itu berkaitan dengan hukum. Sebagai organisasi profesi guru yang diakui secara resmi negara, seharusnya memberikan advokasi secara maksimal.

Dalam berbagai kesempatan para guru seringkali menyampaikan keluhan berkaitan dengan persoalan yang timbul akibat relasi dengan lingkungannya. Belum lagi masalah yang berkenaan dengan tugas profesinya sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Kompetensi pedagogik mensyaratkan kemampuan guru tidak hanya merancang dan melaksanakan pembelajaran, melakukan evaluasi hasil belajar, tapi harus mampu melaksanakan pengembangan peserta didik agar dapat mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Hal itu membutuhkan improvisasi inovatif sehingga mampu memberikan inspirasi kepada seluruh anak didik untuk dapat membangkitkan semua potensinya tanpa merasa terbebani. Dan fungsi itu dapat dijalankan oleh  kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesinal.

K2G hadir untuk menjembatani “kekosongan” yang mungkin luput dari perhatian organisasi induk profesi guru, seperti PGRI. Melalui K2G para guru dapat menyampaikan semua keluhan dan aspirasi serta berkonsultasi. K2G berfungsi untuk membantu para guru, baik yang PNS atau bukan, ketika menghadapi masalah terkait profesi mereka. Menurut Ketua PGRI Sulsel, yang juga Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sulsel, bahwa di Sulsel terdapat 151 ribu guru dan 80 ribu merupakan PNS, sisanya tenaga honorer dan tenaga kontrak. Dalam menjalankan tugas profesinya, mereka menghadapi berbagai persoalan terkait profesi guru. Karena itu, K2G ini akan membantu para guru, baik PNS maupun bukan ketika menghadapi permasalahan di sekolah maupun di luar sekolah (sumber). 

Memang yang membidani lahirnya K2G ini adalah PGRI Sulsel yang dipimpin oleh Prof. Dr. Wasir Thalib, M.S., yang juga sehari-hari menjabat sebagai Kepala LPMP Provinsi Sulsel. Malah gagasan membentuk K2G ini berawal dan digodok di LPMP Provinsi Sulsel. Bahkan ketika untuk pertama kali diluncurkan (launching), dilaksanakan dan mengambil tempat di LPMP Provinsi Sulsel. Selanjutnya LPMP Provinsi Sulsel juga menjadi sekretariat untuk kegiatan operasional K2G. Embrio awal K2G terbentuk dan lahir dari gagasan Kepala LPMP Provinsi Sulsel, yang juga menjabat sebagai Ketua PGRI Sulsel.  

Suasana saat launching (dok. pri.)

K2G ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi kepentingan pengembangan profesi guru sebagai tenaga profesional. Di samping itu, K2G juga diharapkan menjadi pusat pengaduan bagi guru yang mendapat permasalahan hukum dalam menjalankan tugas profesinya sehari-hari. Karena itu, K2G tidak hanya dituntut harus mampu mengambil peran konsultansi, tetapi juga harus memberikan advokasi secara profesional dan berkelanjutan. Hal ini penting untuk menjamin dan memberikan kepastian rasa aman bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya dari akibat relasi dengan lingkungan sosialnya.

Peran advokasi ini penting, mengingat dalam iklim demokrasi yang sangat terbuka seperti sekarang, guru sangat rentan mengalami masalah yang berkaitan dengan delik hukum (undang-undang perlindungan anak dan masalah HAM). Sedikit saja guru bermasalah dalam relasinya dengan lingkungan (teman sejawat, siswa, orangtua, dan masyarakat) akan segera “dikondisikan” harus berhadapan dengan hukum. Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa guru “dikondisikan” harus berhadapan dengan hukum itu lebih banyak disebabkan karena “relasi yang buruk” dengan anak didiknya. Ironisnya, problem relasi ini lebih banyak karena persoalan-persoalan yang sangat sederhana (sepele), misalnya karena memperlakukan siswa secara sedikit kasar dengan maksud untuk mendidik. Dan semua itu, berkaitan dengan tugas profesinya memanusiakan manusia anak bangsa.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, K2G harus menetapkan program prioritas dan program pendukung. Tentu saja program-program itu harus dapat dijalankan. Oleh karena itu perlu membuat metode atau mekanisme yang efisien dan efektif dalam memberikan layanan konsultasi kepada guru. Mekanisme itu antara lain melalui tatap muka (face to face), di mana guru harus datang langsung ke sekretariat K2G untuk menyampaikan masalahnya, dengan prosedur melalui pendaftaran. Dapat pula melalui hubungan langsung, melalui sambungan telepon, di mana guru menyampaikan masalah dan keluhannya melalui telepon, atau dengan memanfaatkan media online berupa facebook, twiter, watshap, dan lain-lain. Di samping itu, K2G juga dapat membentuk forum diskusi, yang memungkinkan terjadi interaksi konstruktif antarguru, antara guru dan pihak K2G dan juga dapat melibatkan pula masyarakat umum yang peduli terhadap kepentingan pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun