Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kegaduhan Ala Buwas dan Rizal Ramly, “Mengikuti” Gaya Ahok?

11 September 2015   15:56 Diperbarui: 11 September 2015   16:00 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum RR terlibat seteru dengan Wapres JK, rupanya sehari setelah dilantik RR sudah mengajak “berantem” Menteri BUMN, Rini Soemarno (RS). Pokok soalnya, karena RR mengkritik kebijakan pembelian pesawat oleh maskai penerbangan plat merah Garuda Airways (GIA). Menurut RR, rencana pengadaan 30 unit pesawat baru oleh Garuda sangat tidak tepat bila melihat kondisi perekonomian yang lagi tidak baik. Buat RR, dalam kondisi ekonomi amburadul seperti saat ini, sebaiknya kita tidak perlu menambah utang. Karena ditakutkan ekspansi Garuda ini justru akan merugikan perusahaan, yang tentu saja berimbas kepada keuangan negara (baca di sini).

Kritik RR ini membuat Menteri RS yang membidangi BUMN berang. Menurut RS, tidak elok seorang Menko mengomentari “gawean” kementerian yang bukan di bawah koordinasinya. Kondisi ini membuat publik jadi bertanya-tanya, bagaimana mungkin rezim ini dapat “mengurusi” rakyatnya, jika di antara mereka saja terjadi perpecahan (friksi). Tidak satu suara dalam mengkomunikasikan program pemerintah agar rakyat tahu dan paham. Alih-alih mengharapkan dukungan rakyat, perilaku mereka malah membuat rakyat semakin pesimistis menghadapi tekanan hidup yang semakin berat.

“Kegaduhan” ala RR kemudian berlanjut. Setelah friksi dengan RS dan “berdamai” dengan JK, RR kembali membuat ulah. Sasaran tembaknya adalah perusahaan plat merah, Pertamina. RR menelanjangi Pertamina dengan “meramalkan” bahwa BUMN ini akan bangkrut, bila terus melanjutkan proyek membangun jaringan pipa di seluruh Indonesia. Dalam pandangan RR, proyek ini tidak efisien dan tidak penting, serta tidak aman. Sehingga RR mengusulkan sebaiknya Pertamina membangun jaringan pipa gas, karena sangat sesuai dengan kebutuhan Indonesia, agar rakyat dapat menikmati energi hemat dan ramah lingkungan (baca di sini).

Atas kritik RR, Pertamina mempunyai alasan. Bahwa kekhawatiran RR tidak akan terjadi, karena Pertamina tidak menggunakan anggaran negara, tetapi lebih mengajak mitra pihak swasta dan investor, baik dalam negeri maupun dari luar negeri. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden, supaya proyek yang dijalankan tidak terlalu membebani anggaran negara. Semua itu bertujuan untuk memperkuat ketahanan energi (lihat sini).

“Kegaduhan” RR berikutnya adalah sinyalemennya tentang mafia listrik terkait provider yang menangani masalah pulsa listrik prabayar. RR menduga ada permainan dalam bisnis listrik prabayar atau isi ulang yang dijalankan PT. PLN. Dalam perhitungan RR, masyarakat hanya mendapat manfaat riil 73 ribu dari isi ulang pulsa listrik (token) sebesar 100 ribu rupiah (baca di sini). Pihak PLN, tentu tidak begitu saja menerima “tudinagan” RR. Direktur Utama (Dirut) PT. PLN, Sofyan Basir, membantah bahwa nilai manfaat dari listrik prabayar lebih kecil dari nilai isi harga beli karena ulah mafia, tetapi murni karena perhitungan administrasi dan pajak peneragan jalan (PPJ) yang dibebankan kepada pelanggan (baca di sini).  “Tudingan” RR ini juga mendapat counter dari ekonom dan pengamat politik, Faisal Basri. Menurut Faisal Basri, RR salah melakukan perhitungan mengenai token listrik, sehingga keliru menuding ada mafia listrik.

Aksi koboi ala RR yang terbaru dan agak “provokatif” adalah tindakan menghancurkan beton di Pelabuhan Tanjung Priok yang dilakukan secara demonstratif. Sebuah tindakan yang seharusnya berpotensi membuat gaduh. Menurut RR, tindakan PT. Pelindo II yang menutup jalur kereta api yang dibangun sejak zaman Belanda ini sangat menghambat laju bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok sehingga sangat tidak efisien. Diharapkan setelah proses pembongkaran ini dalam waktu dua bulan dapat terlihat hasilnya, proses bongkar muat barang menjadi lebih lancar dan efisien (lihat sini). Meski demikian, aksi koboi ala RR ini belum mendapat resistensi dari pihak PT. Pelindo II, khususnya dari Dirutnya, sebagaimana dialami Buwas ketika melakukan proses penggeledahan beberapa waktu yang lalu yang berujung pada pemberhentiannya sebagai Kabareskrim.

Rakyat Menanti Janji

Sesama pemerintah boleh berantem, tapi jangan lupakan nasib rakyat. Rakyat sudah terlanjur memberikan kepercayaan kepada rezim ini untuk membawa mereka pada kesejahteraan dan kemakmuran.

Kita tidak berharap aksi-aksi ala koboi yang berpotensi menimbulkan keriuhan dan kegaduhan yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan politik tidak berlanjut. Kalaupun masing-masing pelaku politik (ya pemerintah, ya elit, ya politisi) mempunyai kepentingan tersembunyi, hendaknya hal itu tidak harus mengorbankan kepentingan rakyat dan bangsa. Rakyat sekarang sedang megap-megap dengan kondisi ekonomi dan kurs rupiah yang tak menentu. Dalam kondisi demikian Pemerintah hendaknya hadir dan memberikan keteduhan, bukan malah membuat riuh dan gaduh yang tak perlu. Kekompakan menjadi sesuatu yang lebih diutamakan ketimbang menonjolkan ego sektoral, apalagi ego pribadi untuk memuluskan agenda sendiri.  

Setiap elit boleh terobsesi ingin menjadi ini atau itu, ingin memiliki karakteristik yang unik sebagai pembeda dengan yang lainnya. Setiap orang boleh mencontoh tipologi kepemimpinan orang lain, tapi hendaknya hal itu disesuaikan kondisi dan momentum. Tidak hanya main tabrak sana tabrak sini, seruduk sana seruduk sini, harus ada rambu-rambu sebagai pedoman etik interaksi. Jika semua dapat mematuhi “kode etik” ini, baik dalam interaksi personal dan sosial (pemerintahan, birokrasi) akan sangat memberi dampak positif bagi tumbuhnya energi positif dalam membangun kebangsaan kita.

Potret interaksi yang tidak harmonis, apalagi friksi di kalangan elit politik maupun pemerintahan, akan memberi kesan kurang baik bagi rakyat. Hal mana bukan membangkitkan harapan (optimisme), malah membuat rakyat larut dalam keprihatinan dan pesimisme. Dalam kondisi ketidakberdayaan dan rasa putus asa, rakyat akan sangat mudah terprovokasi, bahkan untuk melakukan tindak-tindakan yang tidak produktif dan anarkhis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun