Oleh : eN-Te
Gelaran puncak Copa Amerika 2015 telah usai. Kemarin (05/07/2015), dinihari, pertarungan untuk memperebutkan tim mana yang paling layak menduduki singgasana puncak pun sudah usai. Dan tim yang menjadi kampiun pun sudah diketahui. Chile, sebagai tuan rumah, melalui adu tos-tosan setelah waktu normal dan perpanjangan waktu, bertarung dengan gagah berani menghadapi Tim Tanggo, Argentina, lebih berhak menggengam trophi juara Copa Amerika 2015.
Messi Bukan Jodoh bagi Argentina
Kegagalan mengantarkan Tim Tango meraih trophi juara Copa Amerika 2015 menambah daftar “kesialan” Messi dalam membela dan mengharumkan nama negaranya pada even prestisius. Sebelumnya pada dua kali gelaran Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, dan Piala Dunia 2014 di Brasil, Messi tidak dapat menunjukkan dirinya sebagai “Sang Meshias” bagi Argentina. Padahal Messi, dengan segudang prestasi yang diperolehnya bersama Tim Barcelona, disebut-sebut sebagai “titisan” legenda sepakbola Argentina, “si tangan Tuhan”, Maradona, akan mampu berbicara banyak untuk mengharumkan nama besar Argentina. Faktanya, pada dua kali gelaran Piala Dunia dan sampai dengan keikutsertaannya yang ketiga membela Tim Tango pada even Copa Amerika, ternyata Messi gagal total (alias gatot). Fakta ini memberikan konfirmasi bahwa jangan-jangan Messi memang bukan jodoh bagi Argentina.
Kemampuan Messi dalam mengolah si kulit bundar, bag si penyihir, sama sekali tidak terlihat ketika ia membela Tim Tango. Siapa yang berani membantah bila “si penyihir” kaki kidal ini begitu mempesona ketika membawa dan menggoreng bola memasuki pertahanan lawan bersama Barcelona. Bagi semua pecinta sepakbola, Messi adalah tipikal pesepak bola, yang tidak hanya mengandalkan kemampuan dan keterampilan kaki mendribbing bola, tapi juga menggunakan “otaknya”. Ketika menonton Tim Barcelona bertanding, melawan tim mana saja, kita, penonton, baik menyaksikan langsung maupun melalui layar kaca, dibuat terkaget-kaget dan takjub.
Bagi kita, apa yang dilakukan Messi, menggocek bola ke pertahanan lawan dan kemudian memasukkannya ke gawang lawan dengan sangat mudah, ketika membela klubnya, Barcelona, seperti hal yang tidak mungkin. Tidak hanya mudah menceploskan bola ke gawang lawan, tapi hal itu juga dilakukan dengan cara yang sangat indah. Messi membuat sesuatu yang seakan sulit itu menjadi sangat mudah dan menarik ditonton.
Tapi, sungguh sangat disayangkan, kemampuan Messi itu, sepertinya sengaja “disembunyikan” sehingga sama sekali tak terlihat ketika bertarung membela bendera negaranya. Dua kali membela Tim Tango dalam Piala Dunia dengan sekali hingga ke final, semuanya hanya mempersembahkan kekecawaan bagi seluruh rakyat Argentina dan para pecinta Tim Tango. Sami mawon ketika ia membela negaranya dalam ajang Copa Amerika. Hasil yang dipersembahkan, semuanya nihil, nirgelar.
Messi bukan Maradona
Sejak kemunculannya pertama kali di pentas sepakbola (dunia), nama Messi sudah mulai dihubung-hubungkan dengan nama besar legenda sepakbola Argentina, Maradona. Kemampuannya mengolah si kulit bundar, serta kelihaiannya mengecoh lawan, mengingatkan para pecinta bola akan sosok begal, Maradona. Sampai pada suatu pertandingan, ketika membela Tim Barcelana melawan salah satu Klub di La Liga, ia (Messi) melewati beberapa orang (jika tidak keliru, lebih dari empat orang) sekaligus sebelum kemudian menceploskan si kulit bundar ke dalam gawang lawan, semua orang kemudian menganggap Messi adalah “titisan” Maradona.
Attraksi dan aksi yang dipertunjukkan Messi pada waktu itu mengingatkan semua pecinta bola pada apa yang pernah dilakukan Maradona ketika membuat gol pada pertandingan Argentina melawan Inggris pada ajang Piala Dunia 1984. Bedanya, ketika itu, Maradona, yang kemudian karena “ulahnya” pula ia dijuluki “si tangan Tuhan”, mampu membawa Argentina merengkuh gelar juara dunia untuk kedua kalinya. Sementara Messi, sampai sejauh ini, bahkan untuk ajang Copa Amerika pun belum mampu mempersembahkan trophi kebanggaan untuk rakyat Argentina. Satu-satunya gelar yang pernah dipersembahkan Messi untuk rakyat Argentina adalah trophi Piala Dunia Junior 2005 dan Medali Emas Olimpiade 2008.
Messi boleh bangga dengan semua deret prestasi yang telah ditorehkannya bersama Barcelona. Begitu panjang daftar (list) trophi yang sudah diraih dan tertata rapi di lemari Messi. Tapi itu belum cukup, kalau belum ada trophi Piala Dunia (Senior). Bagi semua insan dan pecinta sepakbola, tidak dapat dipungkiri bahwa trophi Piala Dunia (Senior) adalah ukuran paling bergengsi untuk sebuah prestasi personal. Karena itu, membandingkan Messi dengan Maradona, seakan mempertemukan dua kutub yang berlawanan.
Asa masih Ada
Lepas dari “kegagalan” Messi mengantarkan Tim Tango merengkuh trophi Copa Amerika 2015, jalan panjang dan berliku untuk mewujudkan asa yang masih tertunda tetap terbuka. Piala Dunia 2018 merupakan momentum berikutnya bagi Messi untuk membuktikan bahwa ia tidak hanya bisa menyamai Sang Legenda, Maradona, tapi juga dapat melampuinya. Syaratnya Cuma satu, Messi harus mampu mewujudkan impian semua rakyat Argentina, mengantarkan Tim Tango menjadi kampiun pada ajang empat tahunan, Piala Dunia 2018 di Rusia nanti. Jika tidak, Messi akan tetap menjadi “bayang-bayang” seniornya, sang maestro sepakbola, Maradona.
Satu hal yang sempat terbersit dalam benak penulis ketika usai menyaksikan laga Chile vs Argentina pada ajang Copa Amerika 2015, kemarin, yakni akankah hasil tersebut akan mempengaruhi pemilihan pemain terbaik dunia 2015?
Pertanyaan ini menjadi wajar, mengingat semua rangkaian prestasi yang ditorehkan Messi selama musim 2014-2015. Mengantarkan Tim Catalan merengkuh trible Winner sekaligus. Sementara pada ajang Copa Amerika 2015 yang baru usai, meski Messi sempat dinobatkan menjadi pemain terbaik pada dua pertandingan, tidak ada hal yang istimewa yang diperlihatkan Messi selama even ini berlangsung, seperti yang dilakukan bersama Barcelona.
Selama Copa Amerika berlangsung, tidak terlihat sama sekali skils dan aksi individu yang menawan dan menakjubkan yang diperlihatkan Messi. Messi hanya terlihat sebagai “fasilitator” rekan-rekannya. Berbeda halnya ketika Messi bermain bersama rekan-rekannya di Barcelona. Messi seakan-akan dininakbobokkan dalam hal membuat dan mengumpulkan pundi-pundi gol. Sementara bersama Tim Tango, Messi hanya terlihat sebagai penyuplai bola bagi rekan-rekannya.
“Kemandulan” Messi dalam hal membuat gol (Messi hanya membuat satu gol selama Copa Amerika 2015 berlangsung, itu pun dari titik putih) dan gagal mengantarkan Argentina menjadi juara, disebabkan pula oleh perannya dalam tim. Jika di Barcelona, Messi didapuk menjadi penyerang (striker), sementara di Tim Tanggo, ia hanya sebagai penyedia. Ditambah lagi dengan kekosongan pemain lainnya yang tidak setipe seperti Xavi Hernandes dan Iniesta di Barcelona, yang sugguh sangat memanjakan Messi dengan umpan-umpannya. Persoalan berikutnya adalah, ketika Messi kurang mendapat sodoran bola matang, juga karena “kemampuan” striker Argentina yang kurang dapat mengkonversi asist yang diberikan Messi. Maka lengkaplah sudah, “kesialan” Messi.
Terakhir, dengan kondisi terakhir yang “dialami” Messi, muncul pertanyaan, mungkinkah hal itu mempengaruhi para voter dalam menentukan siapa pemain yang paling layak menjadi yang terbaik dalam cabang gocek-menggocek si kulit bundar (Pemain Terbaik Dunia 2015) di kolom jagad ini? Kita lihat saja nanti, ...
Ya sudah, begitu saja pendapat penulis, selamat membaca, ...
Wallahu a’lam bish-shawabi
Makassar, 06 Juli 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H