Attraksi dan aksi yang dipertunjukkan Messi pada waktu itu mengingatkan semua pecinta bola pada apa yang pernah dilakukan Maradona ketika membuat gol pada pertandingan Argentina melawan Inggris pada ajang Piala Dunia 1984. Bedanya, ketika itu, Maradona, yang kemudian karena “ulahnya” pula ia dijuluki “si tangan Tuhan”, mampu membawa Argentina merengkuh gelar juara dunia untuk kedua kalinya. Sementara Messi, sampai sejauh ini, bahkan untuk ajang Copa Amerika pun belum mampu mempersembahkan trophi kebanggaan untuk rakyat Argentina. Satu-satunya gelar yang pernah dipersembahkan Messi untuk rakyat Argentina adalah trophi Piala Dunia Junior 2005 dan Medali Emas Olimpiade 2008.
Messi boleh bangga dengan semua deret prestasi yang telah ditorehkannya bersama Barcelona. Begitu panjang daftar (list) trophi yang sudah diraih dan tertata rapi di lemari Messi. Tapi itu belum cukup, kalau belum ada trophi Piala Dunia (Senior). Bagi semua insan dan pecinta sepakbola, tidak dapat dipungkiri bahwa trophi Piala Dunia (Senior) adalah ukuran paling bergengsi untuk sebuah prestasi personal. Karena itu, membandingkan Messi dengan Maradona, seakan mempertemukan dua kutub yang berlawanan.
Asa masih Ada
Lepas dari “kegagalan” Messi mengantarkan Tim Tango merengkuh trophi Copa Amerika 2015, jalan panjang dan berliku untuk mewujudkan asa yang masih tertunda tetap terbuka. Piala Dunia 2018 merupakan momentum berikutnya bagi Messi untuk membuktikan bahwa ia tidak hanya bisa menyamai Sang Legenda, Maradona, tapi juga dapat melampuinya. Syaratnya Cuma satu, Messi harus mampu mewujudkan impian semua rakyat Argentina, mengantarkan Tim Tango menjadi kampiun pada ajang empat tahunan, Piala Dunia 2018 di Rusia nanti. Jika tidak, Messi akan tetap menjadi “bayang-bayang” seniornya, sang maestro sepakbola, Maradona.
Satu hal yang sempat terbersit dalam benak penulis ketika usai menyaksikan laga Chile vs Argentina pada ajang Copa Amerika 2015, kemarin, yakni akankah hasil tersebut akan mempengaruhi pemilihan pemain terbaik dunia 2015?
Pertanyaan ini menjadi wajar, mengingat semua rangkaian prestasi yang ditorehkan Messi selama musim 2014-2015. Mengantarkan Tim Catalan merengkuh trible Winner sekaligus. Sementara pada ajang Copa Amerika 2015 yang baru usai, meski Messi sempat dinobatkan menjadi pemain terbaik pada dua pertandingan, tidak ada hal yang istimewa yang diperlihatkan Messi selama even ini berlangsung, seperti yang dilakukan bersama Barcelona.
Selama Copa Amerika berlangsung, tidak terlihat sama sekali skils dan aksi individu yang menawan dan menakjubkan yang diperlihatkan Messi. Messi hanya terlihat sebagai “fasilitator” rekan-rekannya. Berbeda halnya ketika Messi bermain bersama rekan-rekannya di Barcelona. Messi seakan-akan dininakbobokkan dalam hal membuat dan mengumpulkan pundi-pundi gol. Sementara bersama Tim Tango, Messi hanya terlihat sebagai penyuplai bola bagi rekan-rekannya.
“Kemandulan” Messi dalam hal membuat gol (Messi hanya membuat satu gol selama Copa Amerika 2015 berlangsung, itu pun dari titik putih) dan gagal mengantarkan Argentina menjadi juara, disebabkan pula oleh perannya dalam tim. Jika di Barcelona, Messi didapuk menjadi penyerang (striker), sementara di Tim Tanggo, ia hanya sebagai penyedia. Ditambah lagi dengan kekosongan pemain lainnya yang tidak setipe seperti Xavi Hernandes dan Iniesta di Barcelona, yang sugguh sangat memanjakan Messi dengan umpan-umpannya. Persoalan berikutnya adalah, ketika Messi kurang mendapat sodoran bola matang, juga karena “kemampuan” striker Argentina yang kurang dapat mengkonversi asist yang diberikan Messi. Maka lengkaplah sudah, “kesialan” Messi.
Terakhir, dengan kondisi terakhir yang “dialami” Messi, muncul pertanyaan, mungkinkah hal itu mempengaruhi para voter dalam menentukan siapa pemain yang paling layak menjadi yang terbaik dalam cabang gocek-menggocek si kulit bundar (Pemain Terbaik Dunia 2015) di kolom jagad ini? Kita lihat saja nanti, ...
Ya sudah, begitu saja pendapat penulis, selamat membaca, ...
Wallahu a’lam bish-shawabi