Mohon tunggu...
Muh. Musa Qadarsyah
Muh. Musa Qadarsyah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Kang Cover Amatiran

penulis | suka mencoba hal baru | suka jalan-jalan I @emmus_syah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

GILIYANGTRIP: Nge-trip bareng My Trip My Adventure Pamekasan

2 Januari 2016   11:39 Diperbarui: 2 Januari 2016   12:30 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GILIYANGTRIP: Nge-trip bareng My Trip My Adventure Pamekasan

Haluuuu… Kompasianer! Sudah lama sekali ya saya nggak nulis di sini. Makanya di tahun 2016 ini yang salah satu resolusi saya adalah banyakin jalan-jalan (nge-trip suka-suka), saya akan rajin berbagi cerita hasil pandangan mata (semoga rajin. Amiiiin…).

Nah, ini adalah catatan saya setelah nge-trip (yang kedua kalinya) bareng sahabat-sahabat seru Komunitas My Trip My Adventure Pamekasan. Selamat membaca… :)

[caption caption="GiliyangTrip"][/caption]

  1. Dua Taman, Dua Rencana Keberangkatan

Trip kedua yang saya ikutin ini bisa dibilang persiapannya jauh lebih matang. Mungkin karena trip kali ini lebih jauh daripada trip pertama di Bukit Paralayang. Juga karena trip kali ini punya tantangan lebih: menginap, di pulau lain, dan harus menyeberang lautan di musim ombak besar. Kebayang serunya, kan?

Nah, karena itulah baru beberapa hari setelah trip Bukit Paralayang, teman-teman dari MTMA Pamekasan ini mengontak saya, mengabari untuk datang pada meeting presiapan trip jam 08.00 pagi. Hehehe… jelas saya telat datang. Anak-anak itu memang semangat sekali bangun pagi, ya!

Saya pun baru muncul di Taman Gladak Anyar* sekitar jam 09.00 lewat banyak. Sudah banyak info penting yang terlewat. Untungnya mereka baik-baik. Mau menjelaskan sekali lagi hasil meeting. Enak ya saya, datang pas sudah beres semua. Tinggal terima laporan.

[caption caption="Meeting di Taman Gladak Anyar"]

[/caption]

Namanya juga meeting, jadi sudah biasa kalau ada beda pandangan: Dua Rencana Keberangkatan. Antara tanggal 28-29 atau 29-30. Memang agak susah karena trip kali ini waktunya di ujung tahun. Pastinya kebanyakan teman sudah punya rencana masing-masing.

Dan pada meeting kedua yang saya hadiri (saya pun datang telat lagi), diputuskan rencana keberangkatan kedua yang terpilih. Hingga beberapa teman batal ikut. Terdaftar sekitar 18 nama. Lalu, meeting pun berlanjut ke taman kedua yaitu di Taman Kowel*.

(*Dua Taman di Pamekasan ini cukup menarik untuk dikunjungi loh!)

 

  1. Siapkan Kaki!

Untuk mencapai Pulau Giliyang dari kota Pamekasan tercinta, pertama-tama harus ke Sumenep dahulu.  Lalu ke pelabuhan di Dungkek, dan menyebarang dengan kapal kecil atau perahu.

Kami pun sepakat berkumpul di Stadion jam 06.00 pagi. Lalu berangkat dengan mobil sewaan (di Pamekasan mobil ini disebut Bus Mini). Perjalanan menuju kota Sumenep memakan waktu sekitar satu jam saja. Dekat, kan?

(kalau menggunakan angkot atau bus, siapkan sekitar 10 ribu untuk Terminal Lama Pamekasan-Terminal Sumenep. Lalu oper angkot---sejenis colt atau carry---sekitar 15 ribu untuk Sumenep-Pelabuhan Dungkek)

[caption caption="GiliyangTrip"]

[/caption]

Sang sopir pun menurunkan kami semua di pelabuhan kecil. Dan saya langsung merasa aneh, kok nggak berasa akitivitas yang biasa ditemui di sebuah pelabuhan? Memang ada beberapa kapal tertambat. Tapi tetap saja, terlalu sepi.

Baru kemudian, setelah sang ketua MTMA Pamekasan yang bernama Muhammad Iqbal menelpon kenalannya tentang perahu yang akan membawa kami menyeberang… ternyata, kami berada di pelabuhan yang salah. Hahaha…!

Padahal kebanyakan dari kami sudah eksis foto-foto. Termasuk saya :P

Jadi, kami harus segera pindah ke pelabuhan yang benar. Tepatnya ada di seberang. Pelabuhan itu terlihat dari tempat kami di pelabuhan yang salah ini. Sedang mobil sewaan sudah dadah bye bye meninggalkan kami. Jadi, yuk jalan kaki!

Rupanya, jalan kaki menuju pelabuhan tempat kapal yang akan menyeberangkan kami ini menjadi pemanasan. Ya, selama berada di Pulau Giliyang, kami selalu berjalan kaki. Dari tempat pertama menginjakkan kaki di pulau, lalu menuju rumah Kepala Desa untuk ijin camping, hingga mengunjungi tempat wisatanya.

[caption caption="Jalan kaki"]

[/caption]

Sebenarnya, di Pulau Giliyang sudah ada motor dan viar---lebih dikenal dengan sebutan odong-odong. Nah, sering kali odong-odong ini digunakan sebagai alat transpostasi para wisatawan untuk mengunjungi tempat-tempat menarik di sini. Tapi, saya dan teman-teman lebih memilik berjalan kaki. Lebih berasa petualangannya, lebih berasa nge-tripnya. Dan lebih berasa capeknya! Hahaha…

 

  1. Giliyang Tersayang Oksigenmu Tak Terbayang

MTMA Pamekasan ini suka meneriakkan: “Cintai Alam Tak Hanya Nikmati Alam”. Nah, dua kali saya ikut trip mereka. Dua kali juga acara pertama mereka sebelum nge-trip untuk meng-eksplore tempat tujuan, adalah menanam pohon, meninggalkan jejak untuk alam.

[caption caption="Bersama Bapak Kepala Desa Bancamara"]

[/caption]

[caption caption="Penanaman pohon"]

[/caption]

Pukul 10.15 kami menginjakkan kaki di Pulau Giliyang. Lalu berjalan selama 45 menit ke rumah Bapak Kepala Desa Bancamara. Rasa capek dan haus pun segera terbayar, karena kami mendapatkan tempat beristirahat yang nyaman dan suguhan kopi yang luar biasa nikmatnya. Ini adalah ungkapan jujur seorang teman yang suka ngopi. Hingga tak habis-habisnya Mas Ari memuji-muji kopi tersebut.

[caption caption="Mas Ari ngopi"]

[/caption]

Belakangan saya juga mendengar teman-teman lain sampai berebutan menghabiskan kopi itu. Saya sih yang nggak begitu minat ngopi, mengangsurkan jatah gelas kopi saya pada teman lain.

Dari wejangan Bapak Kepala Desa, saya pun tahu. Bahwa Giliyang tidak hanya menjadi tempat tujuan karena memiliki tingkat oksigen terbaik. Namun, ada beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi:

  1. Gua Sarepa
  2. Batu Canggah
  3. Gua Air
  4. Tulang Ikan Paus 25 Meter

Sayangnya, waktu kami yang cuma semalam dua hari nggak akan cukup untuk menjelajahi semua tempat tersebut.  Karena Bapak Kepala Desa menyarankankan kami tinggal selama dua malam tiga hari, seperti kebanyakan orang/komunistas/wisatawan yang mengunjungi Pulau Giliyang.

Selain itu, kami nantinya bisa menikmati beberapa pertunjukan tari dan pencak silat khas dari Pulau Giliyang yang biasanya dipertunjukkan kepada para tamu/penggunjung. Dengan sangat menyesal, kami menolak semua tawaran menggoda itu. Waktu kami nggak cukup! Hiks…

Gua Sarepa ini memiliki sejarah menarik. Juga sebuah lorong gelap yang di dalamnya terdapat sebuah batu istimewa. Dan, bila mau menyusuri lorong gua, akan keluar di pintu gua lainnya. Tapi untuk menyusurinya diperlukan sebuah senter besar.

Kami nggak melakukannya. Karena nggak ada yang bawa senter besar. Jadi kami harus cukup puas meng-eksplore bagian depan saja. Beberapa teman sempat mengikuti pemandu kami hingga tempat sebuah batu istimewa berada.

 

[caption caption="Di dalam Gua Sarepa"]

[/caption]

Batu Canggah berada di area Oksigen Terbaik. Mungkin itulah alasannya tiba-tiba saya merasa segar, dan bahkan melanjutkan perjalanan menuju tempat yang sangat menakjubkan Batu Canggah pun nggak merasa capek. Padahal kami berjalan cukup jauh, belum lagi harus meniti tangga bambu yang curam. Kemudian area Batu Canggah yang membutuhkan kehati-hatian dalam melangkah. Yah, tempat itu beruba bebatuan karang yang curam dan di sebalahnya jurang dan lautan! Tapi pemandangannya kereeeen!

[caption caption="Di area oksigen terbaik"]

[/caption]

[caption caption="Batu Canggah"]

[/caption]

 

 

  1. Para Petualang

Pengalaman saya nge-trip rombongan gitu nggak banyak, jadi saya cukup banyak merekam cerita menarik. Sahabat-sahabat MTMA Pamekasan ini bisa melakukan hal-hal di luar dugaan saya.

Main Adu Kelereng

Waktu ini setelah mengunjungi Gua Sarepa, lalu berbondong-bondong ke musala terdekat untuk melaksanakan shalat Dhuhur. Nah, karena harus antri sarung pinjaman, rupanya mereka (cowok-cowoknya) nggak bisa diem. Kebetulan ada kelereng nganggur di dekat tempat wudhu. Jadi dong, mereka berebut main adu kelereng! Lucu banget! Habis mereka jadi ramai, mengingatkan masa kecil dulu. Perlu diinget ya, kebanyakan sahabat MTMA Pamekasan ini sudah kelas XII loh. (sayangnya saya yang melongo melihat tingkah mereka, sampai lupa mengabadikan momen itu)

Lomba Pasang Tenda

Yang nggak kalah seru juga adalah saat mendirikan tenda. Ada dua tenda dengan dua jenis yang berbeda. Lalu sang ketua, Iqbal, pun berseru: “Ayo, balapan! Siapa yang berhasil duluan memasang tenda!”

 [caption caption="Balapan pasang tenda"]

[/caption]

Kontan saya yang tadinya ikut berdiri di sisi tenda besar, langsung membeku. Karena tim sang ketua tampaknya punya tenda lebih kecil dan lebih canggih. Sudah pakai besi-besi gitu. Sedang tenda di hadapan saya, sudah besar, masih menggunakan pasak kayu yang jumlahnya banyak, terus ada beberapa tongkat dan tali pramuka yang harus digunakan. Saya pun mundur teratur, lalu pura-pura sibuk jadi bagian dokumentasi lagi. Jepret sana, jepret sini.

Coba tebak tim siapa yang menang akhirnya? Tim sang ketua, atau tim tenda besar?

Berenang di Pantai

Begitu kedua tenda berhasil berdiri, sahabat-sahabat MTMA Pamekasan segera memecah jadi dua bagian. Sebagian bertugas menyiapkan makan, lalu sebagian besar lainnya menghambur ke pantai. Melepas pakaian dan berlari ke air. Berenang! Padahal hari sudah mulai gelap.

Saat tim memasak kebingungan pencahayaan kurang. Yah, bambu-bambu yang sedianya sudah disiapkan jauh hari sebelumnya, ternyata ketinggalan. Lalu, api unggun pun belum sempat diurus. Sedang senter yang ada, pencahayaannya nggak cukup terang… ternyata, sahabat-sahabat yang habis berenang menemui tantangan juga untuk mencari tempat bilasan. Mereka harus berjalan menembus kegelapan malam dan melalui pemakaman yang terletak persis tak jauh di belakang tenda. Hihihi… untung saya nggak ikutan renang. Saya kan kebagian jadi lighting dengan power bank senter yang saya bawa.

Mancing Mania

Nah, ketika malam di tempat camping semakin larut. Api unggun juga semakin besar. Dan saya juga nggak ngantuk-ngantuk, rupanya Anam, Mas Ari, Rosi, Ilham, Firda, dan Yudi, sedang seru-seruan mancing di pinggir pantai. Waktu saya nyamperin sudah jam 11 malam. Dan Yudi, satu-satunya yang berdiri (hanya bersarung doang!) di air, diam fokus memancing. Dan kerennya dia berhasil mendapat ikan! Bahkan, mereka mancing sampai jam 2 pagi. Yudi pun strike 4 kali! Hebat!

[caption caption="Ikan hasil mancing si Yudi"]

[/caption]

Perjalanan Malam

Kisah ini baru saya dengar ketika saya bangun jam 4 pagi. Rupanya setelah mancing, Anam, Mas Ari, Yudi, Ilham, dan entah siapa lagi, meninggalkan tenda untuk mencari ikan buat dibakar. Membali dari warga sekitar. Rupanya ada insiden menegangkan dalam perjalanan malam itu hingga mereka berhamburan kabur di area kuburan itu, meninggalkan Yudi paling belakang. Padahal ini anak masih saja cuma mengenakan sarung doang. Kebayang kan?

 

  1. Atraksi Penghuni Lautan

Ongkos naik kapal atau perahu motor ini cukup murah loh. Ketika berangkat dari pelabuhan Dungkek, per orang tarifnya cuma 10 ribu rupiah saja. Waktu itu sekitar jam 9 pagi. Ketika berangkat ini, saya memilih duduk di bagian belakang karena ada atap yang melindungi dari sengatan panasnya matahari.

[caption caption="Kapal Pak Anjal"]

[/caption]

Pengalaman serunya adalah ketika 30 menit kemudian perahu motor sampai di Pulau Giliyang. Karena perahu ini nggak bisa merapat di bibir pantai. Ada banyak terumbu karang. Jadi, para penumpang akan dibawa dengan sebuah sampan (katanya, sebelum ada sampan itu, penumpang akan digendong!) yang akan didorong. Gila! Sampan itu berboyang-goyang dan bocor pula. Terus kita disuruh jangan banyak bergerak. Padahal jantung ini sudah dag dig dug serasa mau lompat!

[caption caption="Sensasi naik sampan bergoyang dan bocor!"]

[/caption]

Pas perjalanan pulang. Tarifnya beda. Yaitu 15 ribu. Beda dikit kok. Dan, untuk mencapai perahu motor kembali harus menaiki sampan lagi. Tapi, kali ini di perahu motor saya pilih duduk di bagian depan. Sudah siap dengan kaos lengan panjang (warna hitam!). Walau kepanasan, tapi nggak nyesel. Karena sepanjang perjalanan saya mendapat suguhan atraksi keren dari para penghuni lautan. Ada atraksi dari ikan terbang! Dulu, saya pikir, ikan terbang itu akan benar-benar terbang cukup jauh di permukaan laut. Ternyata nggak begitu yang saya saksikan langsung. Ikan-ikan itu melompat-lompat di permukaan laut dengan lurus. Seperti saat kau melempat batu pipih ke permukaan air yang akan memantul beberapa kali. Nah, begitulah atraksi ikan terbang itu. Bedanya, ikan-ikan ini dalam posisi berdiri dan melompat memantul-mantul di permukaan laut berulang kali dan berkali-kali sebelum akhirnya tenggelam lagi. Kereeeen!

Nah, ikan terbang itu beratraksi berulang kali persis di bagian depan perahu motor tempat saya berdiri. Mungkin, mereka pikir, mereka itu lumba-lumba ya! J

Selain ikan terbang, saya juga beruntung melihat punggung seekor penyu. Dia meninggalan bekas gelombang yang cukup besar. Lalu, ada ubur-ubur berwarna merah. Semoga saya nggak salah mengenali. Hehehe.

Nge-trip dua hari satu malam itu memang berasa kurang banget! Masih ada banyak tempat menarik di Pulau Giliyang yang belum kami eksplore. Semoga saya dan sahabat-sahabat MTMA Pamekasan mendapatkan kesempatan di lain waktu.***

 [caption caption="MTMA Pamekasan"]

[/caption]

[caption caption="Pemandangan indah dari Pulau Giliyang"]

[/caption]

[caption caption="Ilham, Yudi, Iqbal, Yuhda, dan Anam. Kalian hebat!"]

[/caption]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun