Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

[Potret] Berlin, Perihal Menggantung Sepatu di Pohon

16 Februari 2016   05:52 Diperbarui: 16 Februari 2016   17:53 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Contoh sepatu yang tergantung di pohon"][/caption]

Tidak beberapa jauh melangkah dari rumah, kami melewati sebuah taman yang tidak terlalu besar. Walau juga bersisian dengan pemberhentian bus, tapi nyatanya taman itu penuh. Orang-orang tersebut tampaknya tetap memilih duduk di sana untuk menikmati kehangatan sinar matahari siang itu.

Sementara kami memilih untuk meneruskan jalan kaki beberapa blok, saya menemukan beberapa kali (sepasang) sepatu tergantung di pohon.

"Maksudnya apa, Bang? Apakah itu pekerjaan orang mabuk? Iseng banget!" Menjadi penasaran, akhirnya saya bertanya sama si abang.

"Bisa jadi, tapi, pernah saya tonton di tv, ini ada kaitannya dengan ketidaksetujuan dengan politik yang ada."

***

Berlin memang tidak seperti tipikal kota Jerman lainnya yang super bersih dan teratur dari ujung ke ujung (mungkin) karena warganya yang multikultur, seperti saya pernah tulis di beberapa coretan sebelumnya di page facebook. Tapi tidak bisa dipungkiri juga, Berlin justru terlihat menjadi unik dikarenakan warganya yang multikultur tersebut. Berlin terlihat lebih fleksibel dan lebih ramah dengan pendatang. Berlin juga terasa lebih hidup bagi para usia produktif yang masih ingin menambah catatan petualangan dalam berbagai hal, seperti kotanya yang memang terus saja berimprovisasi dengan kultur yang dibawa warganya di Berlin.

Hari Sabtu kemarin, matahari bersinar dengan cerahnya. Langit juga kembali biru setelah beberapa hari sebelumnya hanya membentangkan warnanya yang abu-abu saja. Seperti biasa, mengintip kota Berlin dari satu sudut berpindah ke sudut lain menjadi kegiatan penting di akhir pekan ketika tidak sedang diburu sesuatu hal yang genting. Selalu saja ada hal baru yang bisa saya pelajari, bukan hanya seputar tingkah para turis yang bergantian menarik perhatian, tapi juga perihal cerita yang ada di kota Berlin itu sendiri seperti hal nya urusan menggantung sepasang sepatu di pohon. Jujur, saya baru perhatiin dan kepikir setelah sekian lama di sini.

[caption caption="Sepatu tergantung di pohon"]

[/caption]

Sesampai di rumah, saya mencoba nge-googling tentang menggantung sepatu di pohon yang saya temukan di perjalanan. Katanya, itu "shoe tossing" dan sebagian orang menyebutnya "shoefiti"

Mungkin nama terakhir ini bisa dicocokkan dengan "graffiti" yang kita temukan di tembok-tembok dan bisa dinikmati banyak orang itu. Tapi, apakah kalian menikmati sepatu yang digantung semacam foto di atas? Baiklah! 

Masih dalam upaya mencari refrensi, Wikipedia menyebutkan, bahwa tradisi melempar sepasang sepatu ke kabel listrik atau pohon ini banyak di temui di Amerika dan Kanada serta dibeberapa negara lainnya. Entah kapan asal mulanya, entah apa tujuan awalnya, saya belum menemukan. Namun berbagai pendapat menyebutkan, ini semacam bahasa sandi. Bisa berupa hal serius dan bisa juga sekedar "fun". Seperti disebutkan contoh yang saya kutip: disatu kondisi, menggantung sepasag sepatu ini bisa menandakan seseorang yang telah meninggal, atau ada yang lain lagi, melempar sepatu ketika akan mengawali hidup baru di sebuah kota baru, lalu di belahan Eropa Timur justru memasukkan perihal menggantung sepatu tersebut menjadi perlombaan (olahraga), atau lagi, di budaya Arab yang menganggap melempar sepatu ke orang itu justru penghinaan seperti saat Presiden George W. Bush dilempar sepatu oleh kameramen Irak lalu ditangkap dan dipenjara.

Jadi, boleh juga lah dipahami dan dimasukkan dalam kriteria, perihal menggantung sepatu seperti apa yang diliput tv Jerman itu...

Sah-sah saja, bukan?

[caption caption="Lemparnya benar-benar sekuat tenaga ini..."]

[/caption]

Kalau baca cerita dibalik menggantung sepatu dari berbagai negara ini, memang unik. Hanya, nggak kepikir saja gimana jadinya kabel listrik atau pohon di tengah kota ketika ada tergantung beberapa pasang sepatu. Apa betul terlihat indah? Berapa lama kabelnya bisa bertahan?

Namun membaca refrensi terkait, sepertinya masyarakat dimana budaya itu ada, pada akhirnya bisa menerimanya menjadi sebuah adat karena tau cerita di balik hal tersebut. Ya, pada akhirnya melihatnya sebagai sesuatu hal yang unik dan indah juga.

Cuma jadi kepikir lagi yang lain, mari memelihara ke-khas-an yang kita miliki, termasuk bahasa. Nggak kebayang karena sudah kehilangan bahasa, sampe lempar-lemparan sepatu. Eh! Maksudnya, ternyata bahasa menyampaikan sesuatu itu beragam. Mari melestarikan semua hal positif yang bisa dilestarikan, mungkin itu pesan dari urusan gantung menggantung sepatu ini...

[caption caption="Orang-orang yang tidak ingin dilempar sepatu, juga sepatunya nggak mau dilempar"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun