Mohon tunggu...
Denny Boos
Denny Boos Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Perempuan asal Tobasa. Menyukai hal-hal sederhana. Senang jalan-jalan, photography, sepedaan, trekking, koleksi kartu pos UNESCO. Yoga Iyengar. Teknik Sipil dan Arsitektur. Senang berdiskusi tentang bangunan tahan gempa. Sekarang ini sedang ikut proyek Terowongan. Tinggal di Berlin.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Internet Sehat: Akibat Memberikan Password Facebook, Akhirnya Dipermalukan..

23 Agustus 2012   17:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:24 2490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_194724" align="aligncenter" width="590" caption="Ilustrasi : Ambil Jeda (Kampretowati - Emmanuelly Keisa)"][/caption]

Sebelum menuliskan status atau menanggapi status teman-teman di facebook, apakah Anda ambil jeda barang sesaat? Hayah. Semua orang juga sudah tau! Nah, kalau yang ini bukan semata nulis status dan menanggapi, tapi bagaimana jika seseorang itu sudah berlebihan lewat status dan foto-foto, apakah Anda bersedia menegur? Apalagi tidak pernah bertemu secara langsung?

Minggu lalu, teman facebook saya yang masih remaja, dengan domisili Bandung, mendadak buat status yang aneh. Tak hanya aneh, tapi sangat tidak sopan. Remaja putri itu dengan blak-blakan membeberkan di statusnya kalau dia "tidur" dengan pria dan bahkan bukan hanya tidur, diapun, menyebutkan hal-hal lain yang tidak perlu saya sebutkan disini. Tidak lama kemudian, dia pun berani meng-upload beberapa foto pribadinya, yang mendukung status tersebut, seolah ingin menguatkan beberapa baris tulisan sebelumnya dan bilang, "benar kan yang saya bilang?"

Saya ingat, beberapa waktu sebelumnya dia sempat mampir di status saya. Dari obrolan yang sekali dan sebenarnya cuma singkat itu, saya menyimpulkan bahwa dia sedang pacaran dengan seseorang tapi orang tuanya tidak merestui. Dan dia bilang, yang lebih menyakitkan hatinya, saat dia tau kalo dia akan dijodohkan dengan orang lain.

Sementara di pihak lain, sang pacar yang tidak mau pusing, tinggal pergi saja. "Sangat menyakitkan Kak, apalagi aku sudah terlanjur sayang", begitu kata dia. Yang pasti, dengan keberanian dia meng-upload foto-foto itu, kemudian muncul dalam pikiran saya mempertanyakan konteks "sayang" yang dia maksud itu.

***

Beberapa hari foto-foto itu tertahan di laman facebooknya. Saya mengasumsikan tidak ada temannya yang menegur. Dan sebagai friend-list yang belum begitu kenal, saya juga mengurungkan niat untuk menegurnya. Bukan karena tidak perduli, tapi lebih ke arah pemikiran: Apakah dia mau diajak ngomong? Apakah itu benar dia yang upload, walaupun itu adalah foto dirinya? Pada akhirnya, barusan saya baca kalau facebooknya rupanya sedang diambil alih orang lain.

Nah, loh!

Ibarat jebakan batman yang sukses masuk perangkap, dia tidak lagi bisa berkata apa-apa. Apalagi karena dia memberi password facebooknya kepada seseorang itu, dan, parahnya orang itu memiliki catatan khusus tentang dia, berupa dokumentasi. Jadilah, si seseorang dengan leluasa mempermalukan.

***

Beberapa catatan kecil yang terpikir dari kejadian ini; betapa pentingnya peran orang tua dalam keberhasilan hubungan interaksi anak di luar rumah.

Jika saja orang tua bukan lagi teman anak untuk mendiskusikan sesuatu hal penting, jika saja orang tua lebih menonjolkan "otoritas" atas diri anak seolah orang tua tak pernah salah dan harus selalu diikuti, maka jangan bertanya-tanya jika sang anak menjadi gak karuan di luar sana.

Tidak ada maksud menyalahkan orangtua sepenuhnya, yang pasti, ketidakcocokan hubungan orangtua-anak tidak terjadi dalam sekejab. Apa yang telah terbentuk selama proses perjalanan kehidupan bersama (keluarga) itu, perlahan akan membentuk pola pikir, lalu kharakter anak.

***

Dan jika saja orangtua adalah orang pertama tempat berbagi rasa bahagia dan sedih, tentunya, teman-teman online di dunia maya tidak menjadi pilihan sang anak untuk berdiskusi tentang permasalahan mereka. Sangat disayangkan, memang, karena ketika pemberontakan seorang anak terjadi, pada akhirnya mengancam masa depannya, masa depan anak-anaknya  di generasi selanjutnya, juga bisa menghentikan karya-karyanya.

Mendampingi anak sejak dini bukanlah hal mudah, namun bagi saya pribadi, saya sangat percaya, anak-anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang, dibimbing dengan cinta kasih, dibesarkan oleh orangtua yang tidak pernah menyerah memberi yang terbaik buat anak-anaknya, akan berhasil dalam kehidupannya.

Dan yang pasti, memberi rasa percaya diri pada anak dan memelihara komunikasi yang baik adalah satu kunci langkah kesuksesan tersebut.

1345741971436531883
1345741971436531883

PS: Menekan atau membebankan anak dengan impian-impian orangtua, termasuk merancangkan perjodohan sedini mungkin sudah tidak masanya lagi, karena pada kenyataan, keadaan seperti ini justru sering mengakibatkan pemberontakan bagi seorang anak. (sudah kaya Siti Noerbaya, dong)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun