Mohon tunggu...
Emma Mardianah
Emma Mardianah Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Setetes Ikhlasku untuk Tetes Terakhir ASI

7 September 2018   21:17 Diperbarui: 8 September 2018   03:13 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan, Bismillah aku mulai mengoles sambiloto. Kalau saja habis mandi Zia langsung nyedot ASI, pasti langsung tertidur lelap. Ditambah ibunya pun ikut-ikutan tidur, sensasi disedot ASI ya begitu. Biasanya kalau ibu tidak tidur, anak pun gagal tidur. Dan kalau ibu terbangun malam hari, anak pun ikut bangun mencari ASI nya yang hilang. 

Tidak diduga reaksi Zia malah tertawa lucu saat menjilat ASI nya yang pahit. Dia langsung bilang "tak" setiap ditawari 'nen ibu'. Sholehahnya Zia ku. 

Dia cuma bolak balik tidak karuan. Keluar rumah, masuk rumah lagi, sembunyi di balik gorden, memanggil-manggil ayahnya yang sedang mandi, balik  lagi keluar memegang-megang kabel salon yang rusak, ciluk ba lagi dari gorden, menunggu lagi ayahnya di luar kamar mandi, balik keluar mengambil sodokan air kalau banjir, masuk lagi sambil tetap tertawa-tawa lucu. Aku juga lucu menyaksikannya. Ada rasa haru juga, dia kehilangan sesuatu yang sangat berharga tapi dia tidak menangis. Betapa kita harus belajar banyak dari anak kecil. Sesekali aku membuang tetesan ASI ke gelas biar tidak meriang, dan Zia langsung meneguknya. 

Sudah dua malam Zia berkenalan dengan dot dan susu pengganti. Walaupun pengasuh bilang susah dan menyerah ternyata Zia bisa menghabiskan 60 mL dan kemarin 80 mL, walaupun untuk tidurnya masih dengan ASI. Tapi sore ini aku langsung suapi makan saja. Kenyang dan lelah seharian, tak perlu menonton sampai dua lagu anak-anak, Zia langsung tertidur pulas sekali. Saat terbangun pun tidak rewel sama sekali, dan tetap menjawab "tak" saat ditawari 'nen Ibu'. Cukup minta minum atau susu. 

Bukan mendiskreditkan yang tidak menyusui, apalagi laki-laki, hanya bisa dirasakan oleh ibu yang menyusui apalagi waktu dua tahun bukan waktu yang singkat. Saat ASI menjadi sakti untuk segala jenis tangisan. Saat mengantuk, saat terjatuh, saat dijahili kakaknya, saat tidak boleh ini itu, ASI menjadi obat mujarab.

Tak perlu waktu lama untuk menyeduh, tangisan langsung berhenti. Saat hendak tidur bisa memeluknya begitu dekat, saling beradu nafas. Setetes ikhlas saja untuk tetesan akhir ASI ini sangat sulit tapi harus.

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun