Gelap, sunyi
Ku terpuruk di sini
Di antara puing-puing reruntuhan
Pengap, berkabut  makin  hitam pekat
Ku coba rentang tangan yang terluka
Mengais-ngais segenggam makanan
Tuk menyumpal rasa laparku
Mencari-cari  setetes air
Tuk melepas kering haus tenggorokanku
Tanah ini kembali berguncang
Menghoyak bumi, menghentak badan lemahku
Tak kuasa tuk teriak
Harus ku lolongkan ke siapa
Suara yang tercekat
Haus dan laparku bersahutan
Dingin mencekam tak bertuan
Ku dengar di belahan sana Â
Kau sedang berpesta pora
Gegap gempita lampu dan penari memesona
Takjub pada suguhan ekstravaganza
Riuh rendah tepuk tangan membahana
Kau dengar tanah ini berguncang lagi
Matamu tidak buta
Telinga mu tidak tuli
Kau tahu kami nestapa
Kau lihat kami dalam bahaya
Tapi kau tetap tidak peduli
Cukup
Biar ku sudahi  isak tangis ku
Hapus air mata yang sudah mengering
Biar ku berkubang lumpur derita
Tak mengapa kau tak peduli
Dan tak usah pernah peduli
Karena jika Tuhanku ambil nyawaku detik  ini
Kan ku adukan kau pada Tuhanku
Ya Robb, Allah Pemilik Semesta
Inilah wujud penguasa kami
Lebih peduli turis dari  anak bangsa sendiri
Peduli delegasi asing dari ayah bunda kami
Ya Rabb, tunjuki dia
Ampuni dia
Tubuh lemah ini makin lemah
Hingga tak ada lagi suara
Selamat tinggal negeriku
Ku kan pergi menemui Tuhanku
Biarkan ruh ini pulang ke Penciptanya
Kan ku adukan kau pada Tuhanku
#PuisiAnakNegeri
#teruntukSaudara2diLombokNTB
#Metropolitan, 21Agustus2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H