Mohon tunggu...
EmilyWu
EmilyWu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Cerpenis, Menerima Jasa Penulisan Novel.

Walaupun aku tak bersayap, aku ingin terbang ke langit mengambil matahari, bintang dan bulan. Ide cantik selalu menarik untuk kuketik dan kususun dengan indah menjadi sebuah kisah...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Air Mata Ratna

15 Oktober 2018   10:12 Diperbarui: 15 Oktober 2018   10:24 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Istock di modifikasi dengan Canva dan paint

Minggu pagi, ketika para ibu dan satu orang bapak sedang berkumpul di tukang sayur untuk belanja, Ratna datang bergabung.

Wajahnya ditutup masker, pelipis kirinya ada perban, kantong matanya lebam, bengkak. Ketika maskernya dibuka, kami melihat juga bibir Ratna yang jontor.

Aku, Cicik Fe dan Pak AbeEs langsung tanya :" Kamu kenapa Na?"

Ratna menjawab dengan suara terbata :' Dipukulin suami."

Lagi, kami bertiga, aku Cicik Fe dan pak AbeEs bertanya bareng : " Kapan kejadiannya." Karena Sabtu siang kemarin, kami masih bertemu Ratna dengan wajah putih, mulusnya.

"Tadi malam." Jawab Ratna lagi dengan suara terbata.

Mendengar jawaban Ratna tadi, kami bertiga saling berpandangan, lalu kening kami mengernyit bersamaan.

Pikiranku, Cicik Fe dan pak AbeEs pasti sama "Ratna dipukulin suaminya tadi malam, berarti itu Sabtu Malam." Itu hal yang janggal, karena laki-laki yang dikatakan oleh Ratna sebagai suaminya itu tidak pernah datang ke rumah Ratna pada malam hari, apalagi Sabtu malam.

Laki-laki yang disebut Ratna sebagai suaminya itu setiap hari datang ke rumah Ratna pada jam istirahat makan siang, yaitu sekitar jam 12.00 sampai dengan jam 14,00. Kadang sampai jam 16.00 atau 17.00, tapi itu sangat jarang.

Karena laki-laki yang disebut Ratna sebagai suaminya itu punya istri sah di daerah Pasar Jumat dan kata Ratna, untuk mengelabuhi istri sahnya bahwa dia punya istri simpanan bernama Ratna yang tinggal di daerah Cibubur, laki-laki itu hanya datang saat jam istirahat makan siang.

Dan ketika jam pulang kerja dia sudah harus sampai di rumah untuk jadi suami yang baik bagi istrinya dan ayah yang baik bagi 2 anak lelakinya.
Masih menurut Ratna, laki-laki itu kalau hari Sabtu dan Minggu juga tidak bisa dihubungi sama sekali oleh Ratna.

Karena itu kami bertiga heran ketika mendengar cerita Ratna bahwa wajahnya yang bonyok adalah akibat kena pukul suaminya tadi malam, karena memang suami Ratna itu menurut pengamatan kami sehari-hari, selain dari cerita Ratna, memang sama sekali tidak pernah datang pada malam hari, apalagi hari Sabtu.

Kami masih di tukang sayur bersama Ratna, ketika mbak Nanik, mantan wartawan senior sebuah koran ternama dan pak drg, Hanung datang bergabung untuk belanja sayur.

Sama seperti kami, ketika melihat wajah Ratna yang penuh luka, mbak Nanik pun bertanya pada Ratna :" Kamu kenapa Na?"

Ratna menberi jawaban singkat  "Dipukul suami mbak."

"Kapan kejadiannya?" Tanya mbak Nanik lagi.

"Tadi malam mbak." Jawab Ratna pendek.

Bedanya kami dengan mbak Nanik adalah, kami tidak begitu saja percaya dengan cerita Ratna, tapi mbak Nanik langsung percaya atau pura-pura percaya, kami tidak tahu, yang jelas pada Minggu sorenya, di pos satpam Cluster sudah terjadi kehebohan, mbak Nanik menuliskan kronologis pemukulan yang terjadi pada Ratna di papan pengumuman Pos satpam.

Pak drg. Hanungpun menggelar orasi, supaya warga Blok N segera menuntut mundur pak RT, karena menganggap pak RT tidak peduli pada warganya, seorang perempuan bernama Ratna.

Menurut drg. Hanung yang katanya tadi pagi saat di tukang sayur, telah meraba luka pada wajah Ratna, dapat menyimpulkan bahwa luka itu adalah hasil dari suatu tindakan pemukulan yang sangat biadab dan tidak berperi kemanusiaan.

Masih menurut drg, Hanung, Ratna itu adalah wanita yang perjuangannya pantas dicontoh, walaupun mohon maaf dia adalah istri simpanan, tetapi perngorbanannya untuk keluarga besarnya sangat pantas diapresiasi, Ratna adalah tulang punggung bagi keluarga besarnya, dia itu pemberani, ibarat pahlawan wanita, Ratna itu berani, seperti Cut Nyak Dien. Ratna adalah Kartini masa Kini.

Aku, Cicik Fe dan beberapa warga yang hadir dibuat melongo dengan apa yang disampaikan pak. drg Hanung.

Aku menyenggol Cicik Fe, sambil berbisik " Kartini mah anti Poligami atuh, lha ini si Ratna kan penikmat poligami? Mana ada miripnya Ratna sama Kartni?

Cicik Fe menatapku sambil nyengir.

Pak drg. Hanung masih semangat berorasi : "Mulai malam ini, suami Ratna kita tolak masuk cluster kita, jajaran security, camkan ini ya, bapak Fahri, suami ibu Ratna, cegat di pos kalau masuk cluster, usir!!"

Kata pak drg. Hanung berapi-api.

Warga bersorak mengiyakan.

Belum selesai pak drg. Hanung berorasi, Ratna tiba-tiba melintas di pos satpam dengan mobilnya, dia menghentikan sedikit mobilnya agak ke depan pos, lalu berhenti dan turun dari mobil. Ratna memang tidak ada di antara kami sejak orasi pak drg. Hanung tadi, dia sedang pergi.

"Ada apa ini?" Tanya Ratna padaku, setelah dia bergabung dan berdiri tepat di sebelahku.

"Pak drg. Hanung meralang suamimu masuk cluster." Jawabku menjelaskan.

Ratna mengernyitkan keningnya, tiba-tiba dia pergi berjalan ke arah drg. Hanung.

"Ada apa ini pak Hanung?" tanya Ratna meminta penjelasan.

Pak drg. Hanungpun menjelaskan, maksud dan tujuan mengumpulkan warga dan orasinya.

"Eit, lha kok enak saja bapak melarang suami saya datang?" protes Ratna.

"Orang biadab seperti dia, tidak pantas masuk komplek kita dik Ratna." Kata pak Hanung.

"Ih...siapa bilang suami saya biadab?" Ratna protes lagi.

"Lha itu buktinya dia tega mukulin kamu, sampai wajahmu bengeb begitu." Kata pak Hanung.

"Gini ya pak Hanung, sebetulnya saya itu nggak dipukuli suami, saya habis operasi plastik, tapi karena hasil operasi masih kurang memuaskan, saya nggak mau bilang ini hasil operasi plastik, daripada jadi pertanyaan, habis operasi plastik kok nggak jadi cantik, malah jelek?

Untuk menghindari pertanyaan seperti itu, saya bilang saja, saya dipukuli suami.

Kalau pak Hanung melarang suami saya datang, siapa yang kasih nafkah ke saya? Kalau nafkah lahir sih bisa ditransfer kapan saja saya minta, kalau nafkah bantin bagaimana?" Kata Ratna sewot, sambil berlalu meninggalkan pak Hanung.

"Kalau nafkah batin, saya bisa kasih dik Ratna." Kata pak Hanung nekat.

Ratna membalikkan badannya, melemparkan HP yang ada di tangannya ke arah pak Hanung, tapi pak Hanung mengelak. HP mengenai pelipis pak Fadli yang kebetulan baru datang dan kebetulan lagi berdiri tak jauh dari pak Hanung.

Pelipis pak Fadli benjol akibat air mata buaya Ratna yang dipolitisasi oleh drg. Hanung yang ternyata naksir Ratna. Apes..

Warga pulang ke rumah masing-masing dan ada beberapa yang ngedumel "pak Hanung itu dokter gigi yang belum pernah buka praktek, tapi sok tahu!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun