Mohon tunggu...
EmilyWu
EmilyWu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis, Cerpenis, Menerima Jasa Penulisan Novel.

Walaupun aku tak bersayap, aku ingin terbang ke langit mengambil matahari, bintang dan bulan. Ide cantik selalu menarik untuk kuketik dan kususun dengan indah menjadi sebuah kisah...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jadi Cantik Itu Tidak Selamanya Asyik

21 Februari 2018   20:29 Diperbarui: 21 Februari 2018   20:35 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : istock, diedit dengan Canva

Hem...kembali ke masalah cantik. Teman pria yang datang ke rumahku bukan hanya dari sekolahku, tapi juga dari sekolah lain, juga dari tetangga di komplekku.  Mereka biasanya datang berkelompok, tidak berani datang sendiri, karena ya itu tadi, ada satu lagi peraturan tidak tertulis bagi anak remaja di kota kami, bahwa pria  yang berani datang sendiri itu ke rumah seorang wanita, berati pria itu sudah menjadi pacar si wanita yang diincarnya, sedangkan aku belum menentukan salah satu dari mereka, siapa yang aku terima jadi pacarku.

Itu adalah sisi asyiknya jadi cantik. Jadi pusat perhatian. Aku memang cukup polpuler di kota tempat tinggalku.

Selain secara akademik aku tidak bodoh, aku juga punya bakat lari. Aku pernah mewakili sekolahku dalam perlombaan lari. Walaupun aku kalah, tapi itu cukup membuatku bangga. Selain punya bakat menonjol dibidang olah raga, aku juga punya bakat menulis.  Tulisan-tulisannku sering menjadi juara lomba menulis yang diadakan di kotaku.

Mungkin semua orang berpikir enaknya menjadi diriku, bahagianya aku. Padahal tidak selamanya seperti itu.

Aku juga pernah merasa tidak bahagia, pernah merasa terluka, pernah kecewa dan pernah juga patah hati.

Waktu itu, ketika  main ke rumah Desi, sahabatku, aku bertemu dengan tetangga Desi. Dia tinggal persis di depan rumah Desi. Sekali pandang aku langsung jatuh hati pada pria itu.

Menurutku dia genteng sekali. Rambutnya dipotong cepak. Badannya tinggi, kulitnya putih.  Ingin sekali aku bertanya pada Desi, siapa nama cowok itu, tapi aku malu.

Sejak itu, aku jadi sering cari-cari alasan untuk bisa main ke rumah Desi. Kalau bisa, nginap sekalian di rumah Desi. Tapi ini jelas tidak mungkin, karena nenekku pasti akan melarangku melakukannya.

Seperti siang itu, sepulang sekolah aku main ke rumah Desi berharap bisa bertemua dengan pria itu. Dan harapanku terkabul, dia, orang yang bisa membuatku melirikkan mata, atau bahkan memelototkan mataku sedang berada di rumah Desi, duduk di atas motornya, masih dengan seragam sekolahnya.

"Hai Des." Sapanya ketika aku dan Desi tiba di rumah Desi.

"Hai, masuk Ry." Ajak Desi sambil membuka pintu gerbang rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun