Dalam buku yang di tulis Neng Dara Affiah yang membahas secara detail topik feminisme dalam konteks Indonesia, termasuk ulasan kritis terhadap kampanye “Indonesia Tanpa Feminis” tahun 2019. Kampanye ini didasarkan pada argumen bahwa Islam saja sudah cukup sebagai pedoman hidup, dan oleh karena itu feminisme tidak harus berasal dari Barat.
Penulis menjelaskan argumentasi tersebut dengan menekankan bahwa feminisme Indonesia bukanlah sebuah konsep baru atau asing, namun telah menjadi bagian dari sejarah perjuangan negara sejak awal abad ke-20. Misalnya saja organisasi Putri Mardika (1912) yang memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi laki-laki dan perempuan serta menentang praktik poligami dan perkawinan di bawah umur.
Sebagai paradigma penting dalam ilmu-ilmu sosial, feminisme mengkaji ketidaksetaraan gender struktural dan berfungsi untuk mendorong penelitian yang berfokus pada pengalaman perempuan, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan peran domestik dan biologis. Buku ini juga mengkritisi penolakan terhadap feminisme, menyamakannya dengan penolakan terhadap keilmuan yang mengabdi pada kemajuan bangsa.
Buku Kemanusiaan dan Pembaruan Masyarakat Muslim Indonesia karya Neng Dara Affiah memberikan analisis mendalam mengenai hubungan antara kemanusiaan, pembaruan sosial, dan peran perempuan dalam konteks masyarakat Muslim Indonesia. Dengan mengangkat berbagai topik besar seperti teori cinta Erich Fromm, sejarah Islam, perjuangan feminisme, serta peran perempuan dalam sejarah Indonesia, buku ini menawarkan wawasan yang sangat penting mengenai dinamika sosial dan kesetaraan gender.
Penulis berhasil menghubungkan ide-ide lokal dengan perspektif global, terutama dalam kaitannya dengan perjuangan feminisme dan kontribusi pemikiran Kartini. Buku ini juga memberikan kritik terhadap praktik-praktik budaya dan agama yang mendiskriminasi perempuan, serta menunjukkan bagaimana globalisasi dan ide-ide feminisme dapat berkontribusi pada perubahan sosial di Indonesia.
Namun, meskipun buku ini menyajikan pemikiran yang kritis dan relevan terhadap isu-isu gender dan sosial-politik, beberapa pembahasan, seperti pluralitas Islam dan kekerasan sektarian, dapat dijelaskan dengan lebih mendalam. Buku ini menawarkan perspektif yang kuat dan relevan, tetapi lebih banyak pembahasan tentang penerapan pemikiran ini dalam konteks sosial-politik yang lebih luas akan sangat memperkaya pemahaman pembaca.
Membaca buku ini memberikan saya perspektif yang lebih luas tentang bagaimana feminisme dan kemanusiaan dapat diaplikasikan dalam konteks Indonesia, khususnya dalam masyarakat Muslim. Saya merasa buku ini sangat penting karena membahas topik-topik yang sering terabaikan, seperti hubungan antara ajaran Islam dan kesetaraan gender, serta bagaimana perjuangan Kartini dapat dipandang dalam konteks globalisasi dan pemikiran feminis yang lebih luas. Buku ini tidak hanya membahas sejarah, tetapi juga menantang pembaca untuk merefleksikan praktik-praktik sosial yang masih ada dalam masyarakat kita, yang seringkali tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun penulis mengkritisi kekerasan dan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat Muslim, buku ini juga mengajukan pertanyaan mendalam tentang bagaimana kita dapat mengatasi kesenjangan antara ajaran ideal agama dengan praktik yang seringkali bertentangan dengan ajaran tersebut. Melalui pembahasan ini, saya merasa semakin yakin bahwa perjuangan untuk kesetaraan gender di Indonesia, sebagaimana yang diperjuangkan oleh Kartini, masih sangat relevan hingga saat ini, terutama dalam menghadapi tantangan sosial dan budaya yang terus berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H