Pembahasan sejarah mengenai pergerakan nasional atau organisasi nasional pasti akan selalu menyinggung pembahasan mengenai organisasi sarekat islam sebagai salah satu organisasi tertua di Indonesia. Walaupun kita sama-sama mengetahui bahwa Budi Utomo adalah organisasi pergerakan pertama tetapi organisasi sarekat islam disinyalir menjadi yang lebih dahulu.
Sarekat islam yang pada mulanya bernama sarekat dagang islam ini didirikan oleh seorang pengusaha batik di Surakarta, yakni Haji Samanhudi pada16 oktober 1905. Berdirinya organisasi ini didorong hadirnya kesenjangan di ranah perdagangan. Di mana, bangsa Cina menjadi pihak yang mendominasi dalam perdagangan batik kala itu. Hal tersebut karena adanya kebijakan pihak kolonial yang membeda-bedakan kelompok masyarakat dengan berdasarkan kepada jenis kesukuan. Hal ini berdampak pada kemerosotan dominasi bangsa pribumi karena termonopoli kebijakan yang ada
Dalam pelaksanaanya, sarekat dagang islam (SDI) menaungi para pedagangan muslim. Diketahui pula bahwa organisasi ini merupakan terusan dari kelompok pedagang batik di solo yang bernama Rekso Rumengko. Namun menurut pendapat lain dikatakan bahwa SDI yang hadir bersama Haji Samahudi baru berdiri sekitar 1911 bersama dengan hadirnya Tirto Adhi Soerjo ikut bagian dalam pembuatan AD/ART organisasi tersebetu. Sedangkan Tirto sendiri di samping dari seorang bapak Pers Nasional ternyata juga salah seorang pendiri SDI di Bogor.
Perkembangan dari SDI ini sesemakin melonjak besar setelah HOS Tjokroaminoto hadir kedalam organisasi ini. Pada tahun 1912 nama SDI berganti menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini sebagaimana tujuan dari organisasi yang sesemakin luas. Jika pada mulanya hanya berfokus pada ekonomi dan dagang, kini organisasi SI mulai merambah sektor-sektor lainnya. Seperti kedaulatan pribumi, politik maupun agama. Pada tahun ini pun SI menjadi salah satu organisasi yang kehadirannya diakui oleh pihak kolonial.
Terdapat 8 poin program kerja SI Â Sebagai salah satu hasil dari kongres nasional kedua yang dilaksanakan pada tahun 1917 didapati hasil:
- Di bidang politik SI menuntut didirikannya sebuah dewan daerah yang memperluas hak-hak bagi setiap dewan rakyat atau volksraad. Hal ini sebagai upaya untuk memberikan ruang bagi pribumi menjadi wakil di bidang legislatif.
- Di bidang pendidikan SI penuntut adanya penghapusan yang dalam pelaksanaannya bersifat mendiskriminasi murid di sekolah, usulan untuk program wajib belajar hingga usia 15 tahun, pemaksimalan fasilitas pendidikan serta pemberian beasiswa ke luar negeri untuk para pribumi.
- Di bidang agama SI menuntut adanya penghapusan dari undang-undang serta peraturan yang dalam pelaksanaannya bersifat menghambat daripada proses dakwah Islam, gaji Kiai serta penghulu, bantuan subsidi terhadap lembaga pendidikan serta mengenai pengakuan terhadap hari-hari besar dalam Islam
- Di bidang keadilan SI menuntut adanya pemisahan antara kekuasaan judikatif dan eksekutif serta berusaha untuk menegakkan hukum yang sama terhadap hak semua golongan
- Di bidang agraria dan pertanian SI memandang bahwa harus diadakan perbaikan serta penghapusan tuan tanah serta pemaksimalan dari perbaikan irigasi.
- Di bidang keuangan dan perpajakan sarekat Islam mengusahakan adanya pemungutan pajak yang dilaksanakan secara proporsional, adanya pemungutan pajak terhadap perkebunan, usaha memerangi minuman keras, perjudian, prostitusi, eksploitasi anak, pemberian bantuan kepada koperasi, serta pengeluaran peraturan perburuhan serta perlindungan para pekerja.
- Bidang perlindungan hukum, SI berusaha untuk menuntut adanya perlindungan secara hukum bagi pribumi miskin hal ini dengan tujuan hidupnya keadilan bagi semua golongan
- Di bidang nasionalisasi industri-industri penting, SI berusaha menanamkan nilai serta SIkap nasionalisme terhadap industri dan perusahaan penting seperti halnya industri besi, tekstil dan lainnya.
Kesadaran terhadap kemerdekaan bangsa mulai ditanamkan dalam pergerakan organisasi ini, visi misi yang berlandaskan syariat islam mampu menghantarkan organisasi SI sebagai organisasi massa terbesar sepanjang sejarah Indonesia. sebagai organisasi pastinya SI mengorganisir kelompoknya agar tercipta keharmonisan dalam pelaksanaannya. Hal ini terwujud dengan banyaknya cabang SI di berbagai daerah.
Salah satu kelonjakan anggota SI adalah pada tahun 1918. Hal ini dipelopori adanya aksi Bela Islam pada 1918 sebagai respons dari surat kabar Djawi Hiswara yang menghina Rasulullah. Anggota yang pada mulanya sekitar 400-700.000 melonjak hingga angka 2 juta lebih. Di samping daripada program kerjanya, sebagai organisasi sebesar itu tentunya SI menghadirkan berbagai dampak atau pengaruh terhadap pergerakan nasional Indonesia.
Dalam realisasinya SI tidak hanya menggerakkan kaum lelaki saja organisasi ini nyatanya juga mendorong pergerakan kaum wanita dengan pengangkatan kesetaraan dengan mewadahi mereka sebuah organisasi wanita. Selain itu SI memiliki tabungan dan koperasi organisasi yang besar di mana para anggota akan memberikan sumbangan rutin setiap bulan, SI juga berhasil mendirikan perserikatan pegawai Bumiputra.