Dan akhirnya terjadilah. Ditemukan 12 ODDP dan 20% penduduk desa mengalami ODMK. Di Beji ada + 2.000 orang umur di atas 18 tahun, berarti terdapat sekitar 400 orang ODMK. Sangat mungkin angka ini bisa terjadi di wilayah-wilayah lain di Gunung Kidul atau di DIY. Ini  mengejutkan!! (karena tidak pernah dibayangkan ada sebegitu banyak ODDP dan orang yang potensi jadi ODDP di satu desa saja).Â
Sesunggunya inilah fenomena "gunung es" yang terjadi hampir diseluruh Indonesia mengenai identifikasi keberadaan ODDP. Inilah yang saya katakan tadi, lonjakan data itu sangat mungkin terjadi di wilayah lain di Gunungkidul, di DIY, atau bahkan di daerah-daerah lain di Indonesia.
Ingat, inilah realitasnya, bahwa sebagian besar masyarakat kita, tidak pandang bulu mau orang kaya, miskin, orang berpangkat, petani, orang terdidik maupun tidak...umumnya malu jika diketahui ada anggota keluarganya yang ODDP. Kalau Anda bertanya di masyarakat kepada Kepala Desa, Camat, Pastor, Pendeta, Kyai, bahkan Bupati sekalipun, apakah ada atau cukup banyak ODDP di wilayah bapak/ibu, rata-rata jawaban awal adalah...oohh mungkin tidak ada...sangat sedikit....kurang tahu brapa yah.Â
Sangat sulit dibedakan antara kata "tidak ada" karena menyembunyikan realitas, atau tidak tahu karena memang benar-benar tidak pernah ada data pasti jumlah ODDP di wilayahnya.Â
Nampaknya, kita yang bukan ODDP, pun malu memiliki anggota masyarakat kita yang ODDP. Negara kita ini, Indonesia, sudah mengeluarkan UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa dan UU No. 8/2016 tentang Disabilitas.Â
UU ini intinya mau menjamin bahwa orang disabilitas fisik maupun ODDP, dilindungi dan dipenuhi hak-haknya oleh negara. Ini sejalan dengan visi MDGs 30 (Millenium Development Goals), "no one left behind", tidak seorang pun ditingggalkan dalam pembangunan dunia.
Kembali ke cerita....data Ari tadi sampai jadi perbincangan di institusi terkait di kabupaten. Tentu saja mengagetkan!!! Itu baru 1 desa saja. Bagaimana kalu di seluruh Gunungkidul (18 kecamatan, 144 desa-situs resmi BPK 2023) dilakukan SRQ-20. Pasti akan heboh! Meledak!Â
Sehabis lulus, kebetulan sekali Ari diangkat menjadi staf Unit Keswa (Kesehatan Jiwa) di Puskesmas Pathuk I. Di Gunungkidul ada 30 Puskesmas. Semuanya memiliki Unit Keswa. Namun mungkin sebagian besar belum berjalan sebagaimana mestinya. Sejak saat itu mbak Ari komit mengembangkan kegiatan kesehatan jiwa melalui program Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ), yang juga dianjurkan Kemenkes, di Puskesmas Pathuk I.
Sebagaimana dianjurkan oleh WHO (2010) di berbagai negera berkembang, atau negara dengan wilayah-wilayah yang fasilitas kesehatan dan rehabilitasi serta dukungan para-medis yang terbatas, dianjurkan mengembangkan pendekatan CBR (Community Based Rehabilitation) for Mental Health.Â
Ringkasnya yaitu pendekatan program untuk melayani dan memberdayaakan para ODDP dan keluarganya melalui Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat. Prinsipnya adalah bahwa sumbedaya yang ada di masyarakat bisa dimobilisir, diolah, dimampukan (empowering), diorganisir (community organizing) guna membantu dan memberdayakan ODDP dan keluarganya.