Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Guru - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meluruskan Arti Kasih Sayang di Kalangan Remaja

27 Juli 2019   13:28 Diperbarui: 16 Agustus 2019   23:38 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mari kita studi kasus terlebih dahulu, pertama, seorang anak laki-laki inisial FA meniupkan ke telapak tangnnya dan diarahkan (jauh) ke anak perempuan berinisial AZ dan ia merasa terganggu tapi sambil senyam-senyum. Kedua, seorang remaja berinisial TA terlibat aktif dalam chat yang tidak perlu dengan remaja perempuan satu sekolahnya. Ketiga, seorang remaja laki-laki SMA berinisial AK yang mempermasalahkan hubungan dekat remaja perempuan dengan remaja laki-laki yang lain meskipun hasil istikhoroh remaja perempuan itu memilih AK tapi berhubungan dekat dengan remaja laki-laki yang lain. Keempat, seorang bapak yang menceritakan perceraiannya dengan istrinya dan keburukan istrinya menurut penilaiannya. Ini semua menunjukkan adanya tema kasih sayang dalam pergaulan manusia.

Namun kasus lain pada bagian tertentu dapat menjadi kejahatan dalam pergaulan dengan lawan jenis. Bagaimanakah batasan hubungan laki-laki dan perempuan?

Sederhananya tema ini mencerminkan suatu kebutuhan. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan. Pertama, kebutuhan ruhiyah yang dipenuhi dengan ibadah. Kedua kebutuhan organik (contoh makan, minum, bernapas danseterusnya). Ketiga, kebutuhan emosional (mendapat simpati dan pengakuan pihak ekternal). Keempat, kebutuhan berprestasi. Kelima, kebutuhan mempertahankan diri (spesies). Kelima, kebutuhan kemitraan dengan lawan jenis dalam batasan-batasannya. Nah yang ditinjau di sini adalah kebutuhan keenam.

Bagaimana Ayah/Bunda jika nanti ananda yang laki-laki (usia 11-14 tahun) sudah mulai berkehendak kepada lawan jenisnya . Mulai bercerita, “Bu, aku suka sama dia!” atau “Pak, aku suka sama dia!” Respon terbaik orang tua di saat itu adalah merangsang anaknya untuk mandiri menyelesaikan tugas perkembangannya. Membangun kesadaran dan menyentuh logika dan perasaaannya serta mengikat jiwanya dengan prinsip yang kokoh.

Coba katakan kepada anak laki-laki, “Allah Maha Pengasih/Penyayang. Lihat detak jantungmu bukan kamu yang mengendalikannya, pencernaan di ususmu bukan kamu yang mengendalikannya, begitu pula peredaran darahmu, pernapasanmu, dan teknik tubuhmu mengeluarkan racun atau sisa makanan atau kotoran. Pasti ada yang menguasainya. Allah lah yang mengendalikannya. Itu tanda Allah menyayangimu.’Getaran’ kasih sayang Allah dan Rasul-Nya sampai ke Ibu. Ibu juga sayang sama kamu, coba sebutkan tanda-tanda ibu sayang kamu?”

Ibu sudah benar menunjukkan cintanya kepada ananda. “Ibu sayang kamu karena Allah Maha Penyayang, Nabi Muhammad saw yang menjadi contoh kita dalam berkasih-sayang.”

Ibu telah telah terbukti cintanya kepada ananda atau ananda merasa dicintai, dengan diidentifikasi terlebih dahulu apakah bahasa kasihnya dengan pujian, waktu dan kegiatan bersama, pelayanan, hadiah atau sentuhan. Kalau dihitung-hitung kasih sayang dan perlindungan orang tua terbukti jauh lebih besar daripada teman lawan jenisnya (usia 11-14 tahun). Contoh, orang tua telah memberikan kesempatan aktualisasi diri anaknya, mensuplai kebutuhan kognitif, memberikan penghargaan, memnuhi cinta kasih, memberikan perlindungan dan keamanan dan memenuhi kebutuhan jasmani.

Kemudian, kasih sayang dan perlindungan Swt Allah jauh lebih besar lagi daripada orang tua.

Ibu melanjutkan, “Apa yang perlu kita lakukan untuk bersyukur kepada Allah? Apa yang perlu kita lakukan untuk berterimakasih kepada Allah?”

Baiknya Ayah/Bunda mengambil hikmah terlebih dahulu dari kisah  keturunan Ibrahim as (yang dikasihi Allah). Kisah ayah dan anak-anaknya yaitu Ya’qub as, Yusuf as dan saudara-saudaranya yang Allah Swt sebutkan sebagai kisah nyata terbaik.

Dulu ketika Ayah/Bunda membangun keluarga barangkali ada 8 kaidah yang saling dipahami, dan sepintas barangkali sesuai dengan hikmah kisah dalam Qur’an Surat Yusuf. Bahwa kaidah ini memuliakan keluarga dan mengokohkan kekeluargaan, lebih dekat kepada nilai fitrah, bukan nilai-nilai ekstrem.

Pertama, laki-laki dan perempuan memiliki kehendak satu sama lain yang menjadikan keduanya Allah ridhai (nikah) atau Allah murkai (zina, QS. 17: 32)). (Untuk kecenderungan terhadap lawan jenis lihat QS. 12: 24).

Kedua, mengajak zina adalah antitesa dari mengajak komitmen untuk nikah. Zina adalah perbuatan keji, mengajak nikah adalah perbuatan mulia. (QS. 12: 23-24, 53). Rasulullah Saw bersabda, “Lam ara lil mutahabbaini mitsla nnikaah”, yang artinya “Saya belum pernah melihat solusi untuk dua orang yang saling cinta, selain nikah” (HR Ibnu Majah).

Ketiga, kebutuhan seseorang kepada Allah untuk diselamatkan dari zina (QS. 12: 53) dan perlunya kita menjauhi sikap putus asa (lihat QS. 12: 87). Lihat Nabi Zakaria as, do’anya yang sangat ramah. “duhai tuhan penciptaku, pemeliharaku, pelindungku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada-Mu, duhai Tuhanku.” (QS. 19: 4)

Keempat, karena setiap manusia berada dalam sistem maka ia perlu mendo’akan diri sendiri dan orang lain. Inilah bentuk lisan dan sikap yang baik. Akhlak terbaik telah ditunjukkan oleh Ya’qub as kepada anak-anaknya yang mencelakai Yusuf as. Begitupun Yusuf as, lisan dan sikapnya menunjukkan kemuliaan dirinya (QS 12: 23-24, 38, 59, 77, 92, 100-101) dan ayahnya (QS. 12: 64, 83-84) ketika menghadapi saudara-saudara Yusuf as.

Agaknya akhlak yang baik kepada orang lain itu dengan do’a “… Rabbi inni u’idzu ha/hu bika wadzurriyata ha/hu minasysyaithoonirrajiim (QS. 3: 36)” yang artinya “Duhai Tuhan penciptaku, pemeliharaku, penyayangku, sesungguhnya aku mohon perlindunganMu untuknya dan keturunannya dari (gangguan) setan yang terkutuk”. Kemudian doa untuk diri sendiri “Rabbana hablana min azwaajina wadzurriyatina qurrata’ayun waj’alna lil muttaqiina imama (QS. 25: 74)” yang artinya “Duhai Tuhan pencipta kami, pemelihara kami, penyayang kami, anugerahkan kepada kami pasangan dan keturunan yang qurrata’ayun dan jadikan kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”.

Kelima, perlunya kita meluruskan niat, istigfar dan taubat (lihat taubatnya saudara-saudara Yusuf as, QS. 12: 91, 97).

Keenam, perlunya sikap untuk mampu memaafkan (lihat maafnya Ya’qub as kepada anak-anaknya (QS. 12: 98), dan sikap pemaafnya Yusuf as kepada saudara-saudaranya (QS. 12: 92). Jadilah orang yang memaafkan sebelum orang lain meminta maaf. Karena pemaaf, menahan amarah dan istigfar itu karakter penghuni Surga (QS. 3: 133-135). Jadilah orang yang memaafkan (bukan iri dengki, lihat QS. 12: 8-10), terlebih ketika datang orang lain kepada kita yang mengakui kesalahan dan meminta maaf! Ini sikap yang mampu mengokohkan kekeluargaan.

Ketujuh, adanya keutamaan sikap mengakui kesalahan pribadi, bukan mencari-cari kesalahan orang lain. Mengakui kesalahan juga bentuk keutamaan jujur (tidak dusta). Ini sikap yang mengokohkan kekeluargaan (lihat pengakuan Yusuf as , QS. 12: 53 dan saudara-saudara Yusuf as, QS. 12: 91, 97 serta lihat dustanya saudara-saudara Yusuf as QS. 12: 17-18, 77).

Kedelapan, ini hal yang tidak banyak diketahui oleh manusia. Ia adalah ‘mata air’ energi seorang muslim yang benar yaitu aqidahnya. Begitupun ‘mata air’ energi sebuah keluarga adalah aqidahnya. Perhatikan lisan Yusuf as! “Wahai penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha Perkasa? Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. 12:39-40).

Oleh karena itu, perlu melibatkan Allah dalam setiap pengambilan keputusan kita. Kita perlu dekat dengan Allah Swt sebagaimana Rasulullah Saw dekat dengan Allah Swt misalnya kedekatan itu karena Rasulullah Saw bersikap pemaaf yang meniru Allah Yang Maha Pengampun. Semua sifat-sifat hasanah Allah Swt (Asmaul Husna) perlu ditiru agar kita dekat dengan Allah Swt.

Dengan kaidah itu kita menjadi mengerti bagaimana harus berkata kepada ananda. “Nak sekarang kamu maunya gimana? Ini ada jalan untuk bersyukur berterimakasih sama Allah dengan bersekolah. Jalan untuk membangun keluarga adalah dengan menikah. Ini ada jalan untuk mempersiapkan diri untuk membangun diri dan keluarga, itu ada jalan untuk merusak kehormatan perempuan.”

“Menghormati perempuan aqil baligh dengan cara bicara seperlunya, bekerjasama seperlunya, tidak bercampur baur, juga tidak bersentuhan.”

“Satu lagi, pilihan lain untuk menghormati perempuan itu dengan mengusulkan komitmen untuk menikah jika ia juga siap dan mau menikah. Ingat ya nak tidak ada pacaran dalam Islam sebelum menikah! Bukankah yang utama saat ini, kamu perlu serius dengan sekolah dan kegiatan positifmu?”

Wallhu’alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun