Televisi, sang kotak ajaib yang pernah menjadi pusat perhatian keluarga, kini menghadapi tantangan besar di tengah gempuran era digital. Dari masa-masa kejayaannya yang mendunia hingga kini berada di persimpangan antara bertahan hidup atau hilang perlahan, televisi menyimpan sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri. Perjalanannya melibatkan momen-momen revolusioner dalam teknologi, transformasi budaya, dan perubahan besar dalam cara manusia mengakses informasi serta hiburan. Artikel ini mengajak Anda menelusuri jejak lahirnya televisi, perkembangan awalnya di dunia, perannya di Indonesia, hingga nasibnya di era digital yang penuh tantangan.
Lahirnya Televisi
Televisi pertama kali diperkenalkan sebagai konsep pada akhir abad ke-19, ketika para ilmuwan mulai mencari cara untuk mengirimkan gambar melalui sinyal elektronik. Salah satu pionir teknologi ini adalah Paul Nipkow, seorang insinyur Jerman yang pada tahun 1884 menemukan cakram Nipkow, perangkat mekanik yang digunakan untuk memindai gambar menjadi sinyal elektrik. Namun, teknologi ini masih sangat primitif dan hanya mampu menghasilkan gambar kasar.
Revolusi besar dalam perkembangan televisi datang pada tahun 1927, ketika seorang ilmuwan muda bernama Philo Farnsworth dari Amerika Serikat berhasil menciptakan sistem televisi elektronik pertama. Berbeda dengan teknologi mekanik sebelumnya, sistem Farnsworth menggunakan tabung sinar katoda (cathode-ray tube) untuk menampilkan gambar. Penemuan ini menjadi tonggak awal dari televisi modern.
Perkembangan teknologi televisi terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Pada 1930-an, stasiun televisi pertama mulai bermunculan di Eropa dan Amerika Serikat. BBC di Inggris menjadi pelopor dengan memulai siaran reguler pada tahun 1936. Di Amerika Serikat, NBC juga memulai siaran televisi komersialnya di tahun yang sama. Namun, perkembangan televisi sempat terhenti akibat pecahnya Perang Dunia II. Setelah perang berakhir, televisi mengalami kebangkitan besar-besaran dengan meningkatnya produksi massal perangkat televisi dan perluasan jaringan siaran.
Perkembangan Televisi di Dunia
Setelah Perang Dunia II, televisi mulai menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat, tahun 1950-an dikenal sebagai "Golden Age of Television." Pada masa ini, berbagai program televisi yang inovatif dan berkualitas tinggi mulai diproduksi, termasuk drama, komedi, dan acara bincang-bincang. Televisi menjadi medium hiburan utama yang mampu menyatukan keluarga di ruang tamu.
Di Eropa, televisi juga mengalami perkembangan pesat. Peristiwa besar seperti penobatan Ratu Elizabeth II pada tahun 1953 disiarkan secara langsung dan menjadi salah satu siaran televisi pertama yang ditonton oleh jutaan orang di seluruh dunia. Televisi mulai menjadi simbol modernitas dan alat untuk membangun identitas nasional.
Sementara itu, di Asia, perkembangan televisi sedikit lebih lambat. Jepang menjadi salah satu negara Asia pertama yang mengadopsi teknologi televisi pada tahun 1950-an. Dalam waktu singkat, Jepang tidak hanya menjadi pengguna teknologi televisi tetapi juga produsen utama perangkat televisi, dengan merek-merek seperti Sony dan Panasonic yang mendominasi pasar global.
Televisi Masuk ke Indonesia
Di Indonesia, televisi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1962. Pemerintah mendirikan Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai bagian dari proyek besar untuk menyiarkan Asian Games IV yang diadakan di Jakarta. Siaran perdana TVRI pada tanggal 24 Agustus 1962 menjadi tonggak sejarah pertelevisian di Indonesia.
Pada awalnya, siaran televisi hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu karena jumlah perangkat televisi yang terbatas. Namun, seiring berjalannya waktu, televisi mulai menyebar ke berbagai lapisan masyarakat. TVRI memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi dan mempromosikan program-program pembangunan nasional, meskipun kontennya cenderung dikontrol oleh pemerintah.
Pada akhir 1980-an, monopoli TVRI mulai berakhir dengan munculnya stasiun televisi swasta. RCTI, yang diluncurkan pada tahun 1989, menjadi stasiun televisi swasta pertama di Indonesia. Kehadiran RCTI diikuti oleh SCTV, Indosiar, ANTV, dan berbagai stasiun televisi lainnya. Kehadiran televisi swasta membawa warna baru dalam dunia penyiaran di Indonesia. Program-program hiburan, seperti sinetron, acara musik, dan reality show, mulai mendominasi layar kaca.
Tantangan Televisi di Era Digital
Memasuki abad ke-21, televisi mulai menghadapi tantangan besar dengan munculnya internet dan teknologi digital. Kehadiran platform streaming seperti YouTube, Netflix, dan Disney+ mengubah cara masyarakat mengonsumsi hiburan. Generasi muda, yang tumbuh bersama teknologi digital, lebih memilih untuk menonton konten on-demand daripada siaran televisi tradisional.
Selain itu, media sosial juga menjadi ancaman serius bagi televisi. Dengan platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook, pengguna dapat mengakses berbagai konten hiburan dan informasi secara langsung di ponsel mereka. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah penonton televisi, terutama di kalangan generasi muda.
Stasiun televisi mencoba beradaptasi dengan meluncurkan platform streaming mereka sendiri dan memperluas kehadiran mereka di media sosial. Namun, upaya ini sering kali tidak cukup untuk mempertahankan relevansi televisi sebagai medium utama. Banyak stasiun televisi yang kesulitan bersaing dengan platform digital yang menawarkan fleksibilitas dan personalisasi lebih tinggi.
Nasib Televisi yang Kian Redup
Seiring berjalannya waktu, nasib televisi semakin terancam. Banyak rumah tangga, terutama di perkotaan, mulai meninggalkan televisi konvensional. Perangkat televisi yang dulunya menjadi pusat kehidupan keluarga kini mulai digantikan oleh ponsel, tablet, dan laptop. Bahkan, banyak anak muda yang tumbuh tanpa pernah benar-benar menonton televisi tradisional.
Dalam kondisi ini, televisi harus berjuang keras untuk tetap relevan. Beberapa stasiun televisi mencoba menghadirkan konten-konten yang lebih kreatif dan inovatif, seperti acara kompetisi musik, program reality show dengan konsep baru, dan tayangan live yang sulit ditiru oleh platform digital. Namun, tekanan ekonomi dan perubahan pola konsumsi media membuat banyak stasiun televisi kesulitan untuk bertahan.
Prediksi Televisi Menjadi Barang Langka
Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin televisi akan menjadi barang langka di masa depan. Sama seperti mesin ketik yang dulu menjadi alat utama untuk menulis tetapi kini hanya ditemukan di museum atau toko barang antik, televisi mungkin akan kehilangan tempatnya di rumah-rumah modern.
Namun, seperti halnya buku cetak yang tetap memiliki tempat meski era digital melanda, televisi mungkin akan menemukan ceruk baru sebagai barang nostalgia. Televisi dapat menjadi simbol masa lalu yang mengingatkan kita pada era di mana keluarga berkumpul di ruang tamu untuk menonton acara favorit bersama.
Akhir Sebuah Perjalanan?
Akhir dari perjalanan televisi mungkin hanya menunggu waktu. Ketika generasi baru lebih memilih layar ponsel ketimbang layar kaca, televisi harus menghadapi kenyataan pahit sebagai media yang mulai kehilangan relevansinya. Namun, perjalanan panjang televisi telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah komunikasi manusia.
Hanya waktu yang akan menjawab apakah televisi akan bertahan sebagai bagian dari kehidupan modern atau menjadi kenangan manis yang disimpan dalam album sejarah peradaban manusia. Dalam setiap babaknya, televisi tetap menjadi salah satu inovasi terbesar yang pernah diciptakan, merajut cerita dari buaian hingga menjelang ajalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H