Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah salah satu partai politik terbesar dan tertua di Indonesia. Dengan akar yang kuat dalam perjuangan demokrasi dan kerakyatan, partai ini telah melalui perjalanan panjang, dari fase pembentukan hingga mencapai puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Namun, seiring waktu, citra PDI-P mulai memudar akibat berbagai persoalan internal dan eksternal. Apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana partai ini dapat kembali ke jalur kepercayaan publik?
Awal Kebangkitan PDI-P
PDI-P lahir dari semangat perjuangan demokrasi setelah reformasi 1998. Di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, partai ini berhasil menarik perhatian publik, khususnya masyarakat kecil, dengan menawarkan alternatif terhadap dominasi Orde Baru. PDI-P dikenal sebagai partai yang menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Nama PDI-P semakin melambung ketika Joko Widodo (Jokowi), seorang politisi yang diusung partai ini, memenangkan pemilihan presiden pada 2014 dan terpilih kembali pada 2019. Popularitas Jokowi sebagai pemimpin yang sederhana dan dekat dengan rakyat membawa citra positif bagi PDI-P. Pada masa itu, PDI-P menikmati dukungan luas dari berbagai kalangan, mulai dari akar rumput hingga elit politik.
Kemunduran Citra: Sebuah Realitas Baru
Namun, setelah lebih dari dua dekade mendominasi panggung politik nasional, PDI-P menghadapi tantangan besar dalam menjaga kepercayaan rakyat. Sejumlah masalah yang mencuat selama beberapa tahun terakhir menjadi faktor utama penurunan citra partai ini.
1. Pemecatan Anggota Berpengaruh
Salah satu peristiwa yang menghebohkan adalah pemecatan 27 kader PDI-P pada akhir 2024. Di antara mereka adalah tokoh-tokoh berpengaruh seperti mantan Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution. Pemecatan ini dilakukan karena dianggap tidak sejalan dengan garis perjuangan partai, terutama terkait dengan Pilpres dan Pilkada 2024. Langkah ini memicu kontroversi dan kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk para simpatisan partai. Banyak yang menilai tindakan ini sebagai bentuk otoritarianisme yang berpotensi merugikan partai dalam jangka panjang.
2. Kasus Harun Masiku
Kasus Harun Masiku menjadi titik balik yang mencederai integritas PDI-P. Harun, seorang calon anggota legislatif dari PDI-P, diduga terlibat dalam kasus suap terkait penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR. Nama Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, ikut terseret dalam kasus ini. Meski kasus ini terjadi beberapa tahun lalu, kehadirannya kembali dalam pemberitaan pada 2024 memperburuk citra partai. Publik mempertanyakan komitmen PDI-P terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan transparansi.