lu saya percaya bahwa segala penderitaan adalah sebuah ujian. Ujian yang berasal dari Tuhan untuk hambanya. Yang biasa disebut "Sudah Takdir".
Misal, saya ditipu oleh seseorang adalah sebuah ujian. Dan berbagai macam penderitaan yang dianggap sebagai ujian-ujian dari Tuhan.
Lantas dengan berangkat dari anggapan itu. Yang mesti saya lakukan hanyalah cukup bersabar. Pasrah akan segala keadaan tanpa berusaha apa-apa. Sebab sabar saja itu juga berpahala.
Namun, sekarang saya percaya. Bahwa apapun penderitaan yang dialami manusia adalah hasil perbuatannya sendiri, pilihannya sendiri. Apapun itu. Hanya saja ia belum sanggup memahami. Semua penderitaan itu berasal dari karma buruk masa lalunya. Dari perbuatan-perbuatan yang tidak selaras dengan hukum semesta/alam.
Dan saya juga percaya. Nasib manusia ada ditangannya sendiri. Ia sendiri yang menentukan akan maju atau mundur. Mau jadi apa atau mau ke mana. Tidak ada yang bisa merubah keadaan kecuali dirinya sendiri.
Misal saya ditipu, itu bukan takdir Tuhan, bukan ujian. Tapi murni kebodohan dan kekuranghatian diri saya sendiri.
Misal saya bodoh. Ya karena saya malas dan kurang giat belajar.
Misal saya miskin. Ya karena saya kurang kerja keras dan cerdas. Masih malas-malasan. Kurang belajar dan tidak memiliki skill yang bagus dan dibutuhkan jaman.
Lalu di mana peran Tuhan? Tuhan lah yang menyediakan hukum semesta itu sendiri. Justru dengan begitu keadilan Tuhan bisa digelar.
Kalau misal segala penderitaan kita anggap adalah ujian dari Tuhan. Betapa tidak adilnya Tuhan. Sekaligus tidak logis. Tuhan macam apa yang memberikan penderitaan. Katanya Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang?
Barangkali kita bisa mengatakan sabar kalau pas tertimpa penderitaan. Kita bilang itu ujian dari Tuhan. Namun, Itu hanya di bibir saja. Pada kenyataannya hati terdalam pasti menggugat Tuhan. Berpikir Tuhan tidak adil. Kenapa saya begini, sedangkan orang lain tidak begitu. Dsb. Hanya saja mungkin takut kualat sebab selama ini sudah terdoktrin ini itu, ditakut-takuti neraka, dsb. Jadi hanya dipendam saja.
Berpikir bahwa segala penderitaan adalah ujian dari Tuhan, selain tidak logis juga lancang--meski itu jauh lebih baik daripada menganggap penderitaan adalah Kutukan Tuhan--kita justru seolah mengkambinghitamkan Tuhan atas segala kesusahan yang kita udang sendiri. Semua ya hasil perbuatan kita sendiri sebenarnya. Hasil dari kehendak kita sendiri. Coba saja ditelusuri dengan teliti dan dalam, segala penderitaan-penderitaan yang kita alami saat ini, pasti kita akan sadar, bahwa segala penderitaan itu memang kita sendiri yang mengundang. Hasil dari ngunduhing pakarti. Karena hukum semesta tidak pernah berbohong.
Berat memang untuk mengakui itu. Sakit memang menerima kenyataan itu. Karena ego kita berontak dan lebih suka melimpahkan kesalahan itu kepada sesuatu di luar diri kita. Namun, ketika kita sudah mampu menerima dengan lapang dada, bisa menaklukan ego, kita akan mempunyai kesempatan untuk berubah.
Terima saja karena itu memang salah kita sendiri. Lalu kemudian maafkan diri, anggap semua kesalahan yang pernah kita lakukan adalah sebuah proses untuk mendewasakan. Adalah sebuah kesalahan yang barangkali perlu dilalui agar kita tidak mengulanginya lagi.
Intropeksi diri, maafkan diri, dan jalani hari dengan lebih berhati-hati.
Salam pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H