Mohon tunggu...
Emelia Bhara Wika
Emelia Bhara Wika Mohon Tunggu... mahasiswa -

dreamer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa ada Pemilu Jika Presiden Bisa Dilengserkan?

10 Januari 2016   18:09 Diperbarui: 10 Januari 2016   18:25 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="presiden masa kemasa"][/caption]Di Indonesia mungkin masih asing dengan kata Pemakzulan dan Impeachment. Tapi, sekarang saya ingin membahas tentang pemakzulan dan impeachment di Indonesia. Sebelum saya membahas sejarah pemakzulan di negeri kita, saya akan membahas pengertian pemakzulan dan impeachment terlebih dahulu.

Pemakzulan menurut bahasa arab adalah diturunkan dari jabatan. Sedangkan menurut KBBI menyebutkan bahwah makzul artinya melewatkan jabatan atau turun tahta yang berarti berartikan memberhentikan atau melengserkan presiden dari jabatan dikarenakan suatu tindakan kriminal tetapi yang sebelumnya sudah melalui proses Impeachment. Sedangkan Impeachment sinonim dari kata eccuse yang berartikan dakwaan atau tuduhan. Dengan demikian Impeachment adalah proses pendakwaan atas perbuatan penyimpangan pejabat publik dan akan disidangkan oleh badan yudikatif dan MPR. Dari pengertian diatas kita dapat mengetahui perbedaan Pemakzulan dan Impeachment.

Tetapi Pemakzulan kenyataannya lebih dikenal dengan sebutan jatuhnya dakwaan, bukan diartikan pemecatan tetapi adalah langkah awal dalam proses pemecatan seorang pejabatan atau dakwaan secara resmi. Saat pejabat telah dinyatakan dimakzulkan beliau harus siap menghadapi kenyataan yang akan didukung dari pungutan suara oleh badan legislatif, yang berujung dengan pemecatan seorang pejabat menurut Winarno Yudho. Ketentuan yang rinci tentang pengaturan pemakzulan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden terdapat didalam Pasal 7A dan 7B UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam kegiatan nyata, pelaksanaan impeachment di Indonesia memiliki kendala. Kerena tidak semua pejabat Negara mau mengakui kesalahannya dan dapat menerima dengan lapang dada jika beliau dimakzulkan atas kasus yang telah diterima. Terlebih lagi birokrasi di Indonesia ini yang masih rumit dan memiliki celah untuk dimanfaat dalam tanda kutip.

Contoh pemakzulan yang pernah terjadi di Indoesia antara lain:

Presiden pertama, Soekarno, dimakzulkan setelah menjadi presiden selama dua puluh tahun. Pemakzulan ini tidak sesuai dengan UUD 1945, meskipun MPR yang menurunkan secara resminya. Hal itu terjadi karena secara defacto Soeharto memegang kekuasaan negara.

Presiden kedua, Soeharto dimakzulkan dengan paksaan halus juga setelah defacto rakyat tidak mendukungnya. Namun, Soeharto “tahu diri”, dia memakzulkan dirinya sendiri. Itulah sebabnya beliau sangat cerdik dan “licin” sehingga lepas dari jerat untuk dibawa ke pengadilan.

Presiden keemat, “Gus Dur” yang secara demokratis dipilih oleh MPR dan dipilih dengan suara terbanyak, namun dimakzulkan juga oleh MPR. Menurut teori pemakzulan presiden di Indonesia itu harus memenuhi syarat: korupsi, berbuat maksiat, melanggar hukum, dan sejenisnya. Hal ini terjadi pada “Gus Dur” tanpa dipanggil terlebuh dahulu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan tiba-tiba MPR langsung memakzulkannya. Contoh “masa lalu” pemakzulan “Gus Dur” adalah contoh yang  jelas-jelas terlihat oleh semua pihak bahwa bagaimana lidah para politisi dan negarawan saat itu memiliki “lidah tak bertulang”.

Lalu kenapa ada pemilu, jika apabila pejabat Negara dapat dimakzulkan? Pertanyaan ini menjadi kontroversi karena seorang presiden yang memiliki wewenang dan kekuasaan paling tinggi ini di Indonesia saja dapat dicopot jabatannya. Sementara itu, presiden dipilih dari warga negera, lalu dapat dilengserkan atas pungutan suara para anggota DPR dan atas keputusan Mahkamah Agung.

Disini saya akan meluruskan atas pertanyaan diatas. Bahwasanya, presiden dan/atau wakil presiden dapat dimakzulkan atau dicopot jabatannya atas kasus pidana, pengkhianatan kepada Negara dan hal lain sebagainya yang telah dilakukan oleh beliau. Sebagai contohnya adalah korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan tercela dan asusila, telebih lagi apabila presiden dan/wakil presiden tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin. Hal tentang proses pencopotan jabatan tersebut sudah diatur dalam UUD 1945.

Lalu jika presiden telah melalukan salah satu hal yang telah disebutkan diatas, apakah anda mau dipimpin oleh presiden yang seperti itu? Jawabannya tentu tidak. Maka dari itu pemakzulan lazim dilakukan dan sudah seharusnya dikenalkan dan diterapkan dengan baik dan benar di Indonesia agar memberikan efek jera terhadap penguasa Negara yang bertindak semena-mena.

Kita telah memilih presiden dan wakil presiden melalui pemilu yang bersifat luberjudil dan merupakan cerminan dari Negara demokrasi. Namun, hal itu tidak menjamin bahwa pemimpin Negara yang kita pilih dapat menjaga tahtanya sampai akhir. Buktinya saja sudah banyak pejabat Negara yang telah dimakzulkan atas tindakan yang beliau perbuat selama menjabat, sebagai contoh yang telah saya sebutnya diawal pembicaraan kita.

Maka dari itu pemilu bukan sebagai patokan untuk memilih pejabat Negara yang baik. Karena sifat dan sikap seseorang itu dapat selalu berubah-ubah sesuai kondisi dan tekanan yang diterima. Dan sudah sepantasnya sebagai warga Negara yang cinta akan nasioalisme kita tidak boleh menutup mata atas aktivitas politik dan lain-lain dari para pejabat Negara kita. Kita harus terus memantau melalui informasi dimedia masa yang sekarang dapat dengan mudah kita terima.

sumber :

1.https://www.google.com/imgres?imgurl=http://indopolitika.com/wp-content/uploads/2014/07/Presiden-Indonesia-Arbain-Rambey.jpg&imgrefurl=http://indopolitika.com/joko-widodo-jadi-presiden-republik-indonesia-yang-ke-7/&h=321&w=600&tbnid=jzem92XpycCE6M:&docid=2KgbvryGiwv1mM&ei=1zqSVrf3J8OQuATOu60Y&tbm=isch&client=firefox-beta&ved=0ahUKEwj3vvTSjJ_KAhVDCI4KHc5dCwMQMwgkKAowCg&biw=1366&bih=657

2. www.wikipedia.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun