Mohon tunggu...
Chandra Nurwidya
Chandra Nurwidya Mohon Tunggu... Dosen - Photography Enthusiast

Proud to be Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menjadi Kolektor Sepeda Onthel dan Penggiat Wisata Sepeda ala Towilfiets

29 April 2020   20:29 Diperbarui: 30 April 2020   01:39 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Sepeda onthel adalah jalan hidup yang dipilih oleh Towil. Barangkali itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kecintaan pria bernama lengkap Muntowil (46) ini terhadap sepeda onthel. 

Ratusan sepeda onthel saat ini menghuni rumah Towil di desa Bantar Wetan, desa Banguncipto, kecamatan Sentolo, kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.Kecintaan Towil terhadap sepeda berawal dari hobi bersepeda, dan sepeda yang menjadi favorit Towil adalah sepeda tua atau onthel. 

Sekitar awal tahun 2000, Towil yang saat itu bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran di kawasan Candi Prambanan, melihat sebuah sepeda tua bermerk Raleigh di kawasan Kota Gede Yogyakarta. Ia begitu kagum melihat sepeda tua klasik dan berniat ingin memilikinya. 

Kemudian setelah terkumpul uang ia pun membeli sepeda onthel pertamanya itu seharga 800 ribu rupiah. Setelah membeli sepeda Raleigh itulah, kecintaan Towil terhadap sepeda semakin tinggi. Melihat sejarah kota Jogja sebagai kota sepeda juga merupakan salah satu hal yang membuat Towil makin menggilai sepeda onthel.

Towil yang saat itu juga bekerja sebagai eksportir kerajinan tangan kemudian bertemu dengan salah satu buyernya yang berasal dari Australia yang naksir dengan sepeda miliknya. 

Namun karena saat itu Towil hanya memiliki satu sepeda ia tidak berniat menjualnya. Namun ia dibujuk terus untuk menjualnya dengan alasan Towil masih bisa mencari sepeda lain di Yogyakarta. 

Sepeda Raleigh kesayangan Towil pun akhirnya dijual ke buyer Australia itu. Sambil penasaran ia pun bertanya untuk apa sebenarnya sepeda tersebut. 

Ternyata sepeda itu nantinya akan digunakan sebagai hiasan apabila ada expo atau pameran mengenai kerajinan di Australia. Dari situ Towil memahami jika sepeda onthel memiliki nilai yang sangat tinggi. 

Towil kemudian membeli sepeda onthel berikutnya yang bermerk Humber dan sepeda yang ketiga bermerk BSA.  Sejak saat itu ia mulai sering ketemu kolektor sepeda, main ke bengkel sepeda, dan main ke pedagang sepeda bekas.

Pada suatu malam pertengahan tahun 2006, saat ia berkeliling kota Yogyakarta, tidak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asal Kediri bernama Amir Fattah di Malioboro. 

Bermula dari ngobrol ringan tentang sepeda onthel, Towil kemudian bercerita bahwa ia memiliki buku tentang sepeda onthel berjudul Pit Onthel keluaran Bentara Budaya. 

Amir Fattah pun langsung tertarik dan ingin memiliki buku tersebut malam itu juga. Namun karena Towil yang saat itu tidak membawa buku tersebut karena bukunya memang berada di rumah, berniat memberikan buku itu dengan cara dikirim melalui pos. 

Akan tetapi Amir Fattah tetap bersikeras ingin melihat buku itu malam itu juga. Towil pun dengan sedikit kesal karena memang tidak terlalu mengenal Amir Fattah, terpaksa pulang dulu ke rumahnya yang berjarak sekitar 20 km dan kembali lagi hanya untuk mengambil buku tersebut. 

Setelah melihat buku itu, Amir Fattah sangat antusias sekali. “Ooo ini yang saya cari” kata Amir Fattah sambil membuka-buka buku itu. Sambil menunjuk foto-foto sepeda yang ada dalam buku Amir Fattah berkata “Saya ini punya 20, ini ada 30, ini ada 100, ini ada 200”. Towil saat itu hanya bisa bengong sambil bertanya-tanya siapa sebenarnya Amir Fattah ini.

Towil kemudian diberi kartu nama dan diundang untuk datang ke Kediri. Amir Fattah lantas menyisipkan uang sebesar 300 ribu, namun Towil berusaha menolak karena memang berniat memberikan buku tersebut. 

“Saya tidak membeli buku dik, tapi saya menghargai dik Towil yang sudah bersedia pulang untuk ambil buku yang sangat saya cari ini” kata Amir Fattah sambil memaksa Towil untuk menerima uang tersebut. Belakangan diketahui Amir Fattah adalah seorang kolektor sepeda tua atau sepeda onthel asal Kediri.

Dua minggu sejak pertemuan itu, Towil kemudian datang ke Kediri atas undangan Amir Fattah, ia kemudian diajak melihat koleksinya. Saat dibuka gudang penyimpanan sepeda Towil sangat takjub ternyata koleksi sepeda onthel yang dimiliki Amir Fattah berjumlah ribuan dan disimpan dengan sangat rapi dan tertata. 

Towil semakin terkesima melihat ribuan sepeda onthel dan spare partnya tersebut dalam kondisi original.  Sejak Saat itu itu pun Towil memantapkan diri akan mendirikan komunitas sepeda onthel dan menjadi kolektor sepeda onthel atau sepeda antik yang original. 

Namun ada satu hal yang menjadi kegelisahan Towil saat itu, yaitu bagaimana caranya menjadi kolektor sepeda tapi sepeda yang disimpan tersebut tidak hanya menganggur dan tersimpan di sebuah ruangan, tapi bisa juga bermanfaat.

Setelah pertemuan di Kediri tersebut Towil kemudian menjalin komunikasi dengan sesama penggemar sepeda onthel dan berinisiatif membangun komunitas sepeda onthel yang mengusung konsep Yogyakarta sebagai kota pendidikan, kota sepeda, kota budaya, kota wisata, yang kemudian diaktualisasikan dalam kegiatan bersepeda onthel. Maka terbentuklah komunitas Paguyuban Onthel Jogjakarta atau Pojok pada 19 November 2006.  

Setelah komunitas ini berdiri kegiatan Towil yang berhubungan dengan sepeda onthel menjadi banyak sekali, disinilah Towil justru terpuruk karena terlalu fokus mengurus hobinya dan sibuk jual beli sepeda onthel. 

Aktivitasnya di bisnis eksportir atau agen penjualan kerajinan tangan pun mulai ia tinggalkan.  Ia pun teringat dulu tentang kegelisahannya bahwa sepeda harus bermanfaat dan tidak hanya disimpan, maka pilihan Towil kemudian jatuh ke wisata. Towil ingin menjadikan sepeda sebagai sarana untuk berwisata, maka lahirlah Towilfiets.

Kenapa Towilfiets? Towil adalah namanya yang digabungkan dengan fiets yang dalam bahasa Belanda berarti sepeda. Towil ingin mengkolaborasikan dirinya dengan sepeda tua atau onthel dimana ia mensinergikan kebersamaan antar masyarakat, kehidupan masyarakat sehari-hari, alam pedesaan, wisatawan. Semua elemen ini dikolaborasikan dalam bentuk wisata di desa. 

Maka dirintislah Towilfiets pada tahun 2007. Tour Wisata Desa dengan sepeda onthel bernama Towilfiets ini didirikan di rumahnya di desa Bantar Wetan, desa Banguncipto, kecamatan Sentolo, kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ada dua orang yang menjadi inspirasi Towil dalam membangun wisata sepeda Towilfiets ini, yakni Amir Fattah sang kolektor sepeda dan seorang agen wisata Belanda bernama Karel Van Beekom. Towil kemudian membangun konsep wisata desa. 

Kenapa wisata desa bukan desa wisata yang dipilih, disini Towil ingin menunjukan apa yang ada di desa, bukan sesuatu dibuat-buat atau diada-adakan di desa. 

Towil ingin memperlihatkan kepada wisatawan bahwa dengan naik sepeda di desa, wisatawan bisa melihat aktivitas masyarakat di sawah mulai dari menanam pagi, memanen padi, sampai menyemai padi. 

Kemudian sambil bersepeda bisa melihat buah yang ditanam masyarakat seperti pada saat musim rambutan, mangga, jambu, atau memetik buah pisang melon, nanas coklat, yang banyak terdapat di desa. 

Terus di desa juga banyak kegiatan masyarakat yang sudah ada sejak puluhan tahun seperti pembuatan tenun tradisional, pembuatan tempe, pembuatan pecut, pembuatan kerajinan tas dan masih banyak lagi. 

Kegiatan yang ada di desa ini sudah berjalan dengan sendirinya selama bertahun-tahun dan tidak perlu di-setting. Konsep inilah yang coba ia perkenalkan kepada agen Belanda Karel van Beekom. 

Towil pun kemudian dikenalkan dengan sejumlah agen wisata di Belanda, dan akhirnya dipilihlah Towil sebagai bagian dari program tour Indonesia.

Dari awal didirikan target pasar wisatawan Towilfiets adalah wisatawan luar negeri, khususnya keluarga dari segmen menengah ke atas. Jadi tiap satu keluarga nanti akan ditemani oleh satu guide yang akan mengantar berkeliling desa. Sehingga interaksi wisatawan dengan warga akan lebih berkualitas. Paket wisata ini diharga 350 ribu per pax. 

Wisatawan nanti akan dibekali makanan dan minuman ringan untuk bersepeda keliling desa sembari melihat atau ikut kegiatan yang dilakukan warga. Wisatawan akan kembali ke basecamp Towilfiets untuk menyantap makan siang. 

Sejauh ini wisatawan yang datang sebagian besar berasal dari Belanda. 5 tahun berikutnya sejumlah wisatawan dari negara lain mulai berdatangan seperti Jerman, Italy, Swiss, Inggris, dan Amerika. Selama 12 tahun berjalan Towilfiets bisa memberdayakan masyarakat sekitar tanpa harus mengubah kebiasaan yang dilakukan masyarakat sebelumnya. 

Bagi Towil masyarakat merupakan aset yang harus dijaga sehingga perekonomian warga bisa berputar. Yang menjadi guide tour wisata desa Towilfiets pun berasal dari  warga sekitar.

Saat ini towil sudah mengoleksi ratusan sepeda onthel berbagai merk yang disimpan di rumahnya. Namun sepeda koleksi Towil tidak hanya disimpan di sebuah sudut ruangan, tapi dimanfaatkan, layaknya fungsi sebuah sepeda yakni dinaiki, dikayuh dan digunakan untuk bersosialisasi bertemu dengan seseorang dan beraktivitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun