Hari Minggu kemarin, saya meluangkan waktu untuk bersenang-senang. Setelah sepekan hanya memikirkan kerjaan, tibalah waktu untuk Me Time (gitu kata generasi Cherrybelle.Hihi). Sabtu malam sudah saya siapkan kamera DSLR kesayangan dan teman-temannya. Yup! saya akan berakhir pekan dengan hunting foto. Target ke kawasan Kota Tua.
Supaya praktis, dari kawasan Gatot Subroto saya pun naik Transjakarta dari halte Jamsostek. Setelah menunggu 10 menitan, sekitar pukul 06.30 naiklah saya ke bus. Saya harus berdiri, karena di dalam bus made in Tiongkok itu sudah tidak ada lagi kursi kosong. Meski tidak padat tapi bus terasa pengap karena AC-nya cenat cenut.
Karena akan ke Kota Tua, saya transit di Semanggi lalu berjalan kaki menyusuri koridor panjang menuju halte Benhil di sebelah Plaza Semanggi. Car Free Day membuat udara lebih segar pagi itu, dan mengusir pening akibat tersekap pengap 5 menitan di dalam TJ.
Di halte Benhil ternyata lebih crowded dibanding halte Jamsostek. Semua pintu sudah dijejali calon penumpang, baik tujuan Blok M maupun ke Kota. Beberapa penumpang tampak keringatan, padahal hari masih pagi. Lagi-lagi pengap menyergap.
Wuih...ini weekend, apalagi kalau hari kerja ya! Bisa dibayangin tersiksanya orang-orang kantoran, pelajar, mahasiswa atau warga lain yang mengandalkan TJ sebagai moda transportasi. Karena terlalu padat, saya pun melewatkan Transjakarta yang pertama datang. Di dalam bus berkelir merah kuning (atau oranye?) sudah berjejalan para penumpang. Mereka kebanyakan berpakaian olahraga, dengan tujuan Bundaran HI untuk ber-CFD.
15 menit menunggu, bus kedua merapat ke halte. Tak jauh beda dengan bus pertama, juga dijejali penumpang. Karena tak mau lebih lama menunggu, saya pun putuskan bergabung ke dalam jejalan itu. Saya berdiri di dekat pintu, satu kaki sudah di zona No Standing Area. Tapi mau gimana lagi!
Bus merambat pelan menuju Kota, karena sepanjang jalan hingga Bundaran HI, banyak peserta CFD menyerobot jalur busway untuk berolahraga. Suasana di dalam bus makin sesak, karena di setiap halte lebih banyak penumpang yang naik daripada turun. Bus selain lambat juga kian terseok-seok karena berat beban.
Setelah Bundaran HI, suasana bus lebih manusiawi. Saya akhirnya bisa duduk. Walau Kota makin dekat, tapi lumayan untuk ngendorin urat betis yang tegang akibat kelamaan berdiri. Total dari Benhil hingga halte terakhir di seberang Stasiun Beos, perjalanan TJ memakan waktu 25 menitan.
Hupla, dengan berjalan kaki saya pun lanjut hunting ke Kota Tua dan Pelabuhan Sunda Kepala eh Kelapa. Tapi saya nggak akan cerita-cerita soal hunting. Fokus ke TJ aja. Hunting berjalan lancar, dan lepas Zuhur saya pun putuskan pulang.
Di halte Kota ternyata sudah sangat crowded! Olala, Lebih parah dari Benhil. Bayi-bayi mulai menangis karena suasana sangat gerah. Beberapa kipas angin di dinding tidak mempan mengusir pengap. Antrean mengular, karena jeda bus yang ditunggu terlalu lama. Lebih banyak penumpang yang masuk ke halte daripada yang terangkut ke luar. Saya hitung, waktu tunggu dari satu bus ke bus berikutnya 10-15 menitan.
Begitu TJ datang, antrean langsung kocar kacir. Semua berebut masuk. Di bus ketiga saya putuskan ikut "kompetisi" melewati pintu bus Tiongkok itu. Ini Jakarta Bung! Semua berlomba. Semua berjuang. Visi mereka sangat jelas: harus bisa masuk bus! Tubuh berdesakan. Keringat bercucuran. Aroma tubuh campur baur. Balita-balita menjerit dalam gendongan.
Ada beberapa penumpang yang ragu masuk akhirnya mundur, tapi itu juga tidak mulus. Karena untuk menyerah ke luar dari antrean pun berat. Mereka harus berjuang keras menerobos arus gelombang. Sekali lagi, Ini Jakarta Bung!
Meski sukses masuk dalam bus, bukan berarti saya memenangkan sebuah kompetisi. Hahahaha,karena di dalam bus, perjuangan juga belum usai. Kobarkan terus semangatmu kawan, begitu saya memotivasi diri. Revolusi belum selesai (halah!!).
Seperti penumpang lain, warga Jakarta pengguna Transjakarta siang itu. Saya masih harus berusaha memperoleh tempat yang aman (bukan nyaman) untuk sekadar berdiri. Setelah berdesak-desakan, saya dapat sedikit sempilan di sambungan Transjakarta. Sudah lumayanlah. Mudah-mudahan tiba dengan selamat di Benhil.
Perjalanan ke Benhil sungguh menyiksa. Lagi-lagi karena lebih banyak penumpang yang masuk ke bus daripada turun. Udara sangat pengap. AC hanya seperti hembusan udara panas dari mesin-mesin yang disiksa untuk kerja. Tiap halte yang dilalui TJ selalu padat manusia. Sepertinya jeda antar bus TJ ke bus TJ berikutnya terlalu lama. Saya bayangkan jika jeda itu bisa di tekan di bawah 5 menit, pasti kepadatan penumpang tidak seperti ini.
Sekali lagi, pengalaman ini terjadi di hari Minggu. Hari Libur. Maka silakan masing-masing kita membayangkan, gelora semangat perjuangan plus sabarnya rakyat Jakarta di halte-halte itu saat hari kerja! Saya yakin, suasana ini tidak hanya terjadi di Koridor Blok M-Kota tapi juga di koridor lainnya.
Perjuangan saya pun usai, saat saya turun di halte Benhil. TJ sukses mengantarkan saya ke gerbang kemerdekaan. Merdeka dari himpitan. Merdeka dari ruap bau badan. Merdeka dari himpitan tubuh-tubuh penuh peluh. Merdeka dari udara miskin oksigen dalam kabin. Tapi apa perjuangan ini usai? Apa saya kapok naik Transjakarta? Ehm....sepertinya tidak! karena saya seperti anda-anda semua, hanya punya pilihan terbaik dari yang terburuk. Ini Jakarta Bung!!!
Kebayoran Lama, 24 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H