Â
Jauh menjorok tepi samudera Hindia
Seberang teluk Pelabuhan Ratu.
Kawah candradimuka menempa empu batu keras.
Mengintip alam semula jadi.
Surga beragam batu putih, hijau. hitam legam, putih hitam.
Hai siswa bakal cendekiawan,
Sebelumnya, kau bacalah dulu tulisan guru di terbitan lembar para bagawan
Sudah paham, kau cari batu itu di tumpukan lemari kumpulan batu batu
Lalu kau perikan kasat mata, mana batu itu, tunjukkan dan hadap aku.
Sudah kau jumpai kah.
Tunjukkan segera padaku batu itu.
Amati dan perikan secara kasat mata
Ini pak guru.
Betul.
Bagus, sesudah itu kau perikan sayatan tipis rinci batu itu.
Amati di bawah teropong polarisasi
Perikan dan rincikan sayatan mineral dan kristalnya dengan tepat.
Habis itu, tunjukkan dan perikan semua.
Sebutkan padaku, satu persatu.
Banyak garnet halus, ada magnetit, ada kromit, ada piroksen, ada plagioklas.
Semua banyak terubah.
Betul.
Cari batu itu di Ciletuh.
Susuri sungai, bukit. lembah dan hutan cagar alamnya.
Pergilah, kau ditemani dua guru muda.
Pembimbing dan teman lapangan
Carilah, jika kau jumpai, kabarkan
Jangan lupa ambil conto seperlunya.
Â
Melabuh di muara sungai Ciletuh, kampung Ciletuh.
Gosong pasir dangkal menjorok jauh ke laut.
Tebing terjal di seberang, dua tiga air terjun dibibir tebing seberang.
Bukan disini bang, tapi kau besok mulai menyusur sungai.
Kususuri sungai Cikepuh, Cinanggela, Cikadal.
Terjumpa batu putih yang di cari, berbagai batu berangkal
Itu,
Disana, disini, disitu.
Ada bentuk glundungan, ada bentuk injeksi urat batu.
Ada bentuk rombakan dan hancuran itu yang kujumpa.
Kulaporkan nanti
Menyusur hari dan dibawah bintang
Menerjang cagar alam, hutan lindung
Sampai ke puncak bukit padang ilalang
Disebut bukit Tegal Pamakanan
Semua batu menghilang
Tertutup ilalang sejauh pandang.
Menjelajah lembah, menyusur sungai sempit
Kutemui lagi batu putih itu, batuan berkerabat, banyak basalt, serpentinit, peridotit.
Batuan kerak bumi dan batuan kerak samudera.
Akhirnya sampai ke titik akhir.
Ujung Sodong Parat, tempat nelayan mendarat berlindung
Dari terjangan ombak samudera perkasa bergelombang
Tanjung Sodong Parat, ada batuan Gabro, bintik kristal besar berkilap hitam putih.
Akhir penjelajahan menerabas alam.
Ah, terasa lega dan lapang.
Menumpang nelayan melaut, ikut pulang.
Mendarat di Pelabuhan Ratu, langsung Bandung.
Betul.!
Siapkan sayatan batuan, buat tulisan.
Kau siap tiga bulan.
Ya pak guru besar.
Â
Tiga puluh enam tahun lampau
Berita menyesak dada, terkabar lewat sejawat dekat.
Tahukah kau, beliau telah tiada.
Meninggalkan kita.
Oh guru, terimakasih, kau mengajariku ilmu dan etika.
Siapa yang pantas dan tak pantas menyandang empu cendekia.
Aku mengerti dan tahu tujuanmu.
Kutulis ini mengingatmu dulu,
Kita pernah teronggok terperosok di sungai deras.
Kugoda dengan creme de mente, ini bukan air api kataku.
Tapi mentol, penyegar dada dan mengusir gemeletuk
Maafkan aku guru.
Tuk melanjutkan ilmumu, kuberguru pada pesaingmu
Guru Besar sekolah tetangga, di Bandung.
Sama produk Belanda.
Klo ga mau pake teori penghunjaman kerak bumi, cari guru yang lain.
Aku menyerah, gagal menjadi cendekia seperti bapak.
Aku tak setia jadi empu batu keras, tergerus jadi empu batu lunak
Beristirahatlah dalam damai, kami selalu mengenangmu, guru besar yang amat terpelajar di bumi dan di surga.
Â
Bandung, 25 Juni 2015
Malam Berbintang, 25 ºC
Â
http://www.clker.com/cliparts/L/a/w/k/P/y/rock-geology-icon-hi.png
http://geology.com/rocks/pictures/garnet-peridotite.jpg
http://peridotites.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H