Tiga puluh enam tahun lampau
Berita menyesak dada, terkabar lewat sejawat dekat.
Tahukah kau, beliau telah tiada.
Meninggalkan kita.
Oh guru, terimakasih, kau mengajariku ilmu dan etika.
Siapa yang pantas dan tak pantas menyandang empu cendekia.
Aku mengerti dan tahu tujuanmu.
Kutulis ini mengingatmu dulu,
Kita pernah teronggok terperosok di sungai deras.
Kugoda dengan creme de mente, ini bukan air api kataku.
Tapi mentol, penyegar dada dan mengusir gemeletuk
Maafkan aku guru.
Tuk melanjutkan ilmumu, kuberguru pada pesaingmu
Guru Besar sekolah tetangga, di Bandung.
Sama produk Belanda.
Klo ga mau pake teori penghunjaman kerak bumi, cari guru yang lain.
Aku menyerah, gagal menjadi cendekia seperti bapak.
Aku tak setia jadi empu batu keras, tergerus jadi empu batu lunak
Beristirahatlah dalam damai, kami selalu mengenangmu, guru besar yang amat terpelajar di bumi dan di surga.
Â
Bandung, 25 Juni 2015
Malam Berbintang, 25 ºC
Â
http://www.clker.com/cliparts/L/a/w/k/P/y/rock-geology-icon-hi.png
http://geology.com/rocks/pictures/garnet-peridotite.jpg
http://peridotites.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H