Mohon tunggu...
Embah Minton
Embah Minton Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Membaca, merenung, kemudian menulis ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pancasila Go Global Bukan Basa-basi

5 November 2020   21:46 Diperbarui: 5 November 2020   21:50 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang, mungkin tidak dalam waktu segera. Tetapi, dengan optimisme bisa diperjuangkan Pancasila menjadi alternatif menata peradaban dunia yang aman dan damai.

Sebagai penyemangat marilah kita hayati petikan berikut ini.

"… Indonesia sejak lama menjadi titik- temu penjelajah bahari yang membawa pelbagai arus peradaban. Maka, jadilah Nusantara sebagai taman-sari peradaban dunia."

------------------------

"… sebagai pusat persemaian dan penyerbukan silang budaya, …"

------------------------

"... pengaruh asing itu dalam evolusi sejarahnya bisa membawa keuntungan, kalau bukan syarat untuk terjadinya peradaban agung."

Kutipan tersebut dipetik dari buku Yudi Latif yang berjudul Negara Paripurna, yang diterbitkan PT. Gramedia Pustaka Utama, cetakan kelima. Tepatnya di halaman 3 dan halaman 4.

Kalimat-kalimat yang menggugah kesadaran akan sejarah, dan menumbuhkan rasa bangga sebagai Bangsa Indonesia. Bangsa yang majemuk dengan berbagai macam perbedaannya: suku, bahasa, budaya, agama dan yang lainnya. Tetapi, bisa terjalin dalam satu ikatan persatuan yang kokoh berlandaskan ideologi Pancasila yang menjamin kebhinekaan tersebut.

Sesuatu yang membanggakan tersebut ternyata juga banyak mengundang decak kagum bangsa lain. Seperti dilansir kompas.com tanggal 8 Oktober 2020, beberapa tokoh dunia menyampaikan pujian itu.

Yang pertama, Imam Besar Al-Azhar Kairo, Mesir, Syekh Ahmad Muhammad Ath-Thayeb. Ketika bertemu dengan Ketua  Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Megawati Soekarnoputri di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (3/5/2018) beliau memuji Ideologi Pancasila. Karena terbukti mampu menjaga kerukunan dan keharmonisan antar warga masyarakat yang berbeda suku dan agama, Pancasila perlu diadopsi oleh negara lain yang mengalami konflik akibat masalah ideologi.

Kedua, pada November 2010, Presiden Amerika Serikat---pada waktu itu---Barack Obama dalam kuliah umumnya di Universitas Indonesia, mengatakan bahwa Pancasila adalah falsafah yang inklusif, dan Bhinneka Tunggal Ika - kesatuan dalam keragaman - adalah contoh Indonesia untuk dunia. Dengan ideologi tersebut Indonesia akan memainkan peranan penting dalam abad ke-21 (kompas.com, 11/11/ 2010).

Ketiga, sebelumnya, Paus Benediktus XVI, dalam pidato pembukaan Konferensi Kerukunan Antar Umat Beragama di Barcelona, Spanyol, menyebut Pancasila sebagai ideologi yang relevan untuk masyarakat global dewasa ini (BBC News.com, 7/11/ 2010).

Jadi, wacana Pancasila Go Global seperti tersirat dalam tulisan saya sebelumnya, Pancasila; "Ideologi" Kasih Sayang, bukanlah sekedar basa-basi. 

Tetapi, masalahnya di intern masyarakat Indonesia sendiri pengamalan nilai-nilai Pancasila masih patut dipertanyakan. Masih perlu dibenahi bersama agar tercipta masyarakat Pancasila yang pantas menjadi patron normatif bangsa lain.

Guna mudahnya mengkomunikasikan kepada pihak luar, nilai-nilai universal Pancasila perlu diekspos menyertai nilai-nilai setiap silanya.

Dalam tulisan sebelumnya saya memberanikan diri mengutarakan "kasih-sayang" sebagai nilai universal Pancasila. Kali ini, saya mau menambahkan dua nilai universal lainnya, yaitu "kejujuran" dan "keadilan". Tentunya masih ada yang lainnya, untuk memperkaya silahkan Anda menambahkan.

Seperti halnya kasih-sayang, kejujuran dan keadilan adalah nilai ilahiah, yang berasal dari percikan sifat Tuhan Yang Maha Esa (sila pertama).

Dengan nilai-nilai itu, masyarakat Indonesia menjunjung tinggi nilai kemanusiaan tanpa membedakan suku ras, bangsa, agama, budaya, dan yang lainnya. Bergaul dengan mengedepankan adab dan rasa keadilan (sila kedua).

Persatuan (Bangsa) Indonesia (sila ketiga) hanya akan terwujud manakala semua pihak mengutamakan nilai kasih-sayang, kejujuran dan keadilan.

Demokrasi Pancasila tidak melarang voting tetapi ini hanyalah jalan terakhir. Utamanya adalah tercapainya kesepakatan melalui jalan musyawarah dan mufakat. Oleh sebab itu, semua yang terlibat  harus menjadikan ketiga nilai tadi sebagai landasan berpijak (sila ke-empat).

Untuk merealisasikan keadilan dalam masyarakat majemuk dengan beraneka ragam perbedaan tentu tidak mudah (sila kelima). Tanpa menyadari arti penting kejujuran, keadilan dan kasih-sayang, alih-alih keadilan dalam kebersamaan  yang hadir, justru egoisme, fanatisme kelompok yang mengemuka.

Itulah sedikit penjelasan tentang kejujuran, keadilan dan kasih-sayang ---tiga dari sekian nilai universal yang terkandung dalam Pancasila.

Nilai-nilai itu harus kita tumbuh- kembang dan rawat dalam jiwa setiap anggota masyarakat. Harus mampu menjadikan tuan dalam negeri (masyarakat) sendiri sebelum go global.

Absennya nilai-nilai itu di hati manusia menyebabkan terjadinya hal-hal buruk dan menyedihkan di seantero penjuru dunia. Semisal, kebohongan (hoax), kebencian, kecurangan, persekusi, penghinaan, pengusiran, konflik, perang, bahkan genosida.

Maka, sudah sepatutnya bila Indonesia dengan ideologi Pancasila ambil peran dalam upaya menghadirkan peradaban dunia yang menjamin hidup bersama secara aman dan damai.

Antapani Kidul, 5 November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun