Pada ulang tahun Ke-12 Kompasiana kali ini, sebagai ungkapan apresiasi, sebisa-bisanya saya hendak mencoba menulis. Meski, boleh jadi hanya berupa tulisan refleksi diri.
Maklumlah, pada hari jadi Kompasiana 22 Oktober 2020 ini, umur saya di Kompasiana baru sembilan hari. Atau dua minggu (14 hari) saat saya posting tulisan ini. Jadi, masih jabang bayi merah, belum tahu apa-apa, belum bisa apa-apa, tidak berdaya.
Padahal, meskipun baru asal punya bekal yang cukup, seluk beluk dunia tulis menulis tentunya, jenjang prestasinya bisa saja cepat membubung. Karena, memang hal semacam ini di Kompasiana sangat dimungkinkan.Â
Sebab, Kompasiana menyediakan infrastruktur, sarana, fasilitas, atau apalah namanya yang sangat membantu. Demikian tutur para Kompasianer senior dalam beberapa tulisannya.
Sedangkan saya, bukan apa-apa. Sudah gaek, tidak bermodal lagi. Si buta literasi meraba-raba mencari peruntungan menekuni hobi anyar. Menulis. Hanya mengandalkan passion, tetapi mengharapkan bisa enjoy di hobi yang baru ini.
Bagaimana nanti, apa tidak malu, kalau tidak ada yang melirik tulisannya? Tidak masalah. Yang penting menulis dulu. Atau lebih spesifiknya, baca, rating, komen, tulis; baca, rating, komen, tulis. Bila jumpa dengan yang dirasa cocok ... follow. Begitu terus, sambil putar otak, masak lama-lama tidak ada progres. Ya terlalu lah ...
Saya percaya, pada akhirnya akan ada perbaikan kualitas tulisan. Nah ... disini mungkin nanti baru ada pembaca yang singgah. Rating dan komen oleh para sahabat sesama Kampasianer. Dan dapat label tertentu dari Admin.
Jadi jelas, target saya bukan karir, pangkat, atau jenjang. Tapi, belajar menulis. Hanya saja, memperhatikan perolehan poin tidakkah diharamkan. Karena poin bisa dianggap sebagai raport hasil pembelajaran saya di Kompasiana.
Tadi saya sebutkan pendatang baru pun bisa saja prestasinya cepat meroket. Kalau memang modalnya cukup dan semangatnya tinggi. Contohnya sahabat kita bapak Ludiro Madu. Baru bergabung empat bulan sudah mencapai peringkat Yunior dengan poin lebih dari seribu seratus. Ini link penuturan beliau, "Baru 40 Hari Ketagihan Berkompasiana".
Contoh lainnya sahabat kita bapak Maximus Malaof. Beliau ini malah baru bergabung dua bulan, juga sudah meraih peringkat Yunior dengan perolehan poin juga lebih dari seribu seratus. Lebih jelasnya silakan diklik link ini, "Menulis di Kompasiana Berawal dengan Pesimis Berjalan dengan Optimis".
Selain dua sahabat ini, tentu masih banyak yang lainnya, Kompasianer baru yang prestasinya gemilang. Kebanyakan mereka memang sebelumnya sudah memiliki jam terbang di dunia literasi.
Bagi saya, mereka---termasuk para Kompasianer senior---menjadi sumber inspirasi dan motivasi. Bekal pengalaman memang tidak dapat di-copypaste tetapi setidaknya semangat mereka bisa diadopsi. Begitu juga gaya dan teknik mereka dalam menyuguhkan informasi merupakan pelajaran tersendiri. Belajar dari banyak guru langsung di ruang praktek.
Di awal tadi saya menulis "bagaimana kalau tidak ada yang melirik tulisan saya?" Ternyata itu hanya ungkapan yang keluar dari perasaan minder saja. Karena, memang benar saya belum pernah menulis di media apapun sebelumnya. Di Kompasiana ini, pada usia saya yang sudah senja, saya baru belajar menulis.
Dan, tidak seperti yang saya khawatirkan. Ternyata tulisan-tulisan  saya selalu ada yang melihatnya, bahkan ada yang memberi rating dan komen. Terima kasih kepada para sahabat Kompasianer semua.
Simpulannya, fasilitas yang mewah sudah disediakan Kompasiana, para "dokter" ahli sudah siap membantu. Mau apalagi? Bagaimana si penulis gaek, siap lahir atau malah mengaborsi diri? Jawabannya ada pada diri saya, si calon Penulis Gaek itu. Semoga bukan pilihan  kedua jawabannya.
Akhirnya, saya megucapkan Dirgahayu yang Keduabelas Kompasiana. Semoga semakin sukses dalam menebar manfaat. Kepada para Admin, terima kasih.
Antapani Kidul, 27 Oktober 2020.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H