Padahal aku juga takut dan sedih. Tapi aku tidak ingin menunjukkan itu. Aku tidak ingin melihatmu semakin gelisah dan merasa bersalah.
Ya, mereka sering menyalahkan kamu atas banjir yang terjadi. Tidak sedikit dari mereka mengutukmu. Bahkan mereka mengobatimu dengan berbagai uji coba untuk mengatasi banjir. Mereka mengira kamu yang sakit. Mereka kira banjir adalah penyakitmu. Padahal sejatinya pola pikir, kebiasaan, dan jiwa mereka yang sakit.
Mereka menghujanimu dengan sampah plastik abadi. Mencemarimu dengan limbah, hingga ikan yang hidup bersamamu harus mati terkapar. Itu artinya mereka yang sakit, bukan kamu kan?
Citarum, sebenarnya bukan hanya kamu yang sedih untuk bumi ini
.Tapi aku juga. Bagiku langit kini tak lagi tak secerah dulu. Sinar matahari lebih sering malu-malu untuk berbagi, bahkan tak sampai kepada mulut daunku. Akibatnya, aku menjadi kekurangan makanan, karena aku tidak bisa membuat makanan tanpa sinar matahari.Betapa sedihnya aku saat kamu menceritakan tentang kematian masal nenek moyangku. Mati dengan sia-sia. Mati dibakar dan hanya meninggalkan abu yang tertiup angin.
Padahal nenek moyangku menginginkan mati yang bermanfaat. Mati yang meninggalkan bekas, bahkan untuk mereka yang pintar-pintar itu. Mati meninggalkan karya. Karya yang terlukis pada batik atau pada kain tenun penuh warna nan cantik.
*****
Citarum puserna cai
Kudu dijaga ku Siliwangi
Cirata nu mawa beja
Bayangkara nu ngariksa
Kuring titip amanat Gusti
Ngajaga lembur supaya makmur
Caina herang rakyat ge seneng
Sabilulungan nu jadi ciri
Sayup-sayup dua bait tembang sunda Cutarum Harum* mulai terdengar mendekat. Aku hafal suara yang menyanyikannya. Ya dia Ujang Asep pemuda asli Dayeuh Kolot yang seorang pemulung. Ia rela meluangkan waktu di sela lelahnya untuk mulai menanam jenisku kembali. Ya,  menanam Tarum atau Indigofera  tinctoria**.
Ia berharap kelak aku akan manjadi primadona kembali. Seperti pada saat kerajaan Taruma berjaya. Aku tumbuh subur di pesisir Citarum. Ia berharap aku dan kamu tidak akan hilang ditelan keserakahan mereka yang pintar-pintar itu. Lenyap tak bersisa.
*)Lagu Sunda tentang sungai Citarum yang dipopulerkan Fanny Sabila
**)Nama ilmiah dari tanaman Tarum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H