Beberapa dokter dan peneliti lainnya yang berdialog dengan penulis menganggap ini hanya sebagai sebuah seremonial yang tidak berdampak pada kesembuhan pasien. Penulis bahkan bertanya dalam hati, sejak kapan tes dilakukan pada manusia sehingga Kementan mengklaim kalung tersebut bisa menghilangkan virus, diantaranya COVID-19 ?
Penulis lantas bertanya, apakah tidak lebih baik semua lini farmasi atau kesehatan bekerjasama agar outputnya maksimal ?Â
Kedua, lemahnya manajerial dalam pemerintahan. Ini memang isu yang selalu muncul sejak awal COVID-19 menyerang Indonesia. Ada kesan bagi penulis, Pemerintah membiarkan manajerial yang tidak terkontrol.
Jika sifat maanjerial yang parsial dan tidak menyeluruh dan bersamaan, bisa saja Pemerintah membiarkan semua pihak mengambil momen ini sebagai panggung untuk menunjukkan  kehebatannya. Padahal, urusan COVID-19 itu tidak main-main dan perlu diseriusi.
Penulis berharap, ke depan Pemerintah lebih tegas dan kolektif dalam menjalankan fungsinya. Apalagi pandemik ini adalah musuh bersama. Merangkul semua lini dan mengajak berkolaborasi adalah hal Ikhwal yang harus diutamakan. Jika tidak, setiap hasil penelitian yang dimunculkan akan menjadi bahan bulanan.
Pemerintah harus lebih maksimalkan Biofarma, Lembaga Biologi Molekular Eijkman, para dokter, hingga Kementerian terkait. Kalau semua bersatu, kita pasti menjadi kekuatan industri farmasi baru yang diperhitungkan di Asia Pasifik dan mungkin juga di dunia.
*Penulis adalah Kader Bintang Muda Indonesia, NTT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H