Dalam berita tersebut Herawati menuturkan LBM Eijkman juga memiliki kemampuan dan pengalaman untuk mendeteksi virus corona, termasuk COVID-19. Bahkan, dia berkata pihaknya sudah membahas kemungkinan terlibat untuk mendeteksi Covid-19 di Indonesia sebulan setelah merebak di Kota Wuhan, Hubei, China.
"Eijkman memiliki platform pan-CoV untuk mendeteksi COVID-19 di Indonesia. Termasuk
dapat mendeteksi COVID-19 dalam waktu 5 jam," tuturnya.Â
Hal ini sekaligus mengklarifikasi pernyataan Ketua LBM Eijkman Amin Soebandrio bahwa deteksi C-19 memakan waktu lebih dari dua hari karena melalui dua langkah deteksi.
Pernyataan Herawati ini mempertegas bahwa kita masih siaga pada tataran standar tapi kita tidak siap secara visioner untuk menanggulangi penyakit tersebut ke depan yakni obat-obatan. Bisa saja, pernyataan Herawati mengindikasikan bahwa sejauh ini kesigapan kita tidak pada tataran menyeluruh tapi hanya pada tataran kesigapan biasa saja.
Kolaborasi merupakan kata kunci yang tepat. Pemerintah tidak bisa hanya mengantisipasi di gerbang masuk seperti bandara dan pelabuhan laut saja tapi ada satu koordinasi penting dengan lembaga penelitian biologi seperti Eijkman.Â
Bagi penulis, kolaborasi lembaga penelitian bisa membuat sebuah kesimpulan ilmiah yang kredibel dan akurat. Dari situ keputusan dan reaksi cepat bisa dilakukan. Kita semua tentunya berharap agar Pemerintah juga cepat merespons dengan tepat, terukur, dan akurat.
Meski belum ada laporan ilmiah yang menyebutkan bahwa COVID-19 telah masuk ke Indonesia, tapi antisipasi adalah kunci. Kolaborasi antar instansi juga penting. Salah satunya adalah menghilangkan ego sektoral yang kadang menjadi momok dalam sendi birokrasi bangsa ini.
Paling tidak, pesan dari peneliti di Eijkman memberi kita pesan bahwa ini saatnya kita berkolaborasi, bergandengan tangan agar kita bisa lebih cepat bereaksi terhadap virus mematikan ini.
Selain kolaborasi, arus informasi soal ada tidaknya COVID-19 di Indonesia harus berada dalam satu komando. Tidak boleh ada simpang siur pemberitaan. Jika ini terjadi maka bisa jadi apa yang saya tonton di Channel News Asia tentang kepanikan masyarakat Singapura bisa terjadi di bangsa tercinta ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H