Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menangkal Kerusakan Sosial

2 Desember 2020   09:00 Diperbarui: 2 Desember 2020   17:30 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
baliexpress.jawapos.com

Tumbuh suburnya bandar provokasi kebencian dan propaganda, menjadi bagian praksis pada sistem demokrasi saat ini, bak rumput hijau di musim hujan. Yang terpenting adalah bagaimana kita membaca dan merespons fenomena turbulensi paradoksal, serta gejolak sosial dalam pencegahannya secara sistematis.

Pertama, kita perlu refleksi kolektif perihal ketegangan sosial yang merebak akhir-akhir ini. Dalam rangka menstabilkan ekonomi, sosial, dan politik, jalan keluarnya adalah bersatu-padu membaca gejala-gejala konflik dan sektarianisme di sekitar, apalagi saat ini kita sedang dirundung pandemi Covid-19. Polarisasi masyarakat yang semakin rumit, dipandang perlu literasi-narasi yang memompa kebijaksanaan dari banyak tokoh pemimpin. Tidak sebaliknya, kritik berubah jadi hujatan, kewarasan akal sehat berganti jadi kedunguan identitas ideologis.

Kedua, dalam menghadapi gejolak sosial, negara perlu tenang, wibawa, elegan, dan tentu saja terukur sebagai bentuk responsif dalam menyeimbangkan pranata yang ada. Ketiga, penguatan hukum di segala lini yang berkeadilan untuk membangun relasi emosional negara dan rakyat. 

Sinergitas tokoh masyarakat dan negara, menjadi penting dalam kolaborasi untuk menangkal murka sosial. Tidak perlu mencari panggung dan kemudian berlindung pada dalil kebebasan, demi mencuci tangan dari beban dan tugas tanggung jawab sosial kemasyarakatan atas segala kerumitan yang terjadi.

Keempat, tidak perlu lagi ada drama-drama politik. Apalagi sampai keluar kata-kata yang tidak pantas dari seorang pemuka agama. Justru terlihat menjadi pecundang yang kian mengucilkan ketokohan gelar dan agama itu sendiri. Masyarakat perlu memilah, mana tokoh-tokoh yang pantas untuk dijadikan teladan hidup, dan mana tokoh yang berkhutbah politis-pencemaran dan bersifat ambivalen.

Kelima, pelaksanaan kebijakan antar-institusi atau lembaga negara, semakin dikolaborasikan secara fungsional, tidak terjadi tumpang-tindih tugas. Pejabat negara sepatutnya berorientasi politik kebangsaan dalam menyelesaikan seluruh problematika sosial. 

Tanggung jawab pokok kita semua dalam menyelesaikan kompleksitas sosial, harus fokus pada pembangunan stabilitas nasional, dan bukan pada agenda parsial yang secara diam-diam berkepentingan dalam konstelasi Pemilu pada tahun 2024 mendatang. Terlalu jauh.

Pada akhirnya, kita sendirilah yang bersalah atas segala kerusakan sosial yang terjadi. Sebagaimana Syrus yang mengatakan kita hanya melihat kekurangan orang lain, padahal kesalahan ada pada diri kita sendiri. Saya, kami, Kamu, dia, dan kalian, mari introspeksi diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun