Bung Karno (1901-1970) pernah mengatakan, "Rusaknya sosialisme Islam bukanlah disebabkan oleh Islam sendiri; rusaknya Islam itu ialah oleh karena rusaknya budi-pekerti orang-orang yang menjalankannya." Belenggu agama yang dogmatis, melahirkan kekakuan, keras, ekstrem, radikal, dan intoleransi yang belakangan memenuhi dinding-dinding pemberitaan di media.
Oleh karenanya apapun yang kita lakukan, akan dimintai pertanggungjawaban. Hal itulah yang dinamakan keimanan secara vertikal.
Untuk keimanan pada aspek horizontal, dapat kita lakukan dengan cara-cara sederhana. Misalnya, mendermakan sebagian harta, meski tidak dapat dipungkiri manusia memiliki rasa cinta terhadap kekayaan duniawi--untuk kerabat, keluarga, anak yatim, janda, orang-orang terlantar--lebih memerlukan harta itu demi bertahan hidup.
Salam di akhir ibadah shalat sebagai contoh ritual simbolik paling sederhana, dengan menunjuk satu jari telunjuk sebagai tanda ke-Esa-an Tuhan, yang dilanjutkan menoleh ke kiri dan kanan, menandai hubungan baik antar sesama manusia, bahkan seluruh makhluk hidup di jagat alam raya ini.
Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis masyhur menegaskan, sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk lahirmu dan hartamu, tetapi Allah melihat hatimu dan amal perbuatanmu. (HR. Muslim). Dengan demikian, kita harus senantiasa dapat membuktikan nilai transendental ritual dalam laku lampah perbuatan baik ke dalam dimensi kehidupan untuk memperoleh kebahagiaan, sebelum kematian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H