Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benturan Banser-PKI, Berakhir Rekonsiliasi

1 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 20 Oktober 2020   17:53 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.facebook.com/BanserSatkoryonNogosari/posts/150890856701372

Kejadian penyerobotan tanah NU, Masyumi dan lainnya oleh PKI juga sering terjadi. Terlebih seorang pimpinan PKI bernama Nyoto diangkat sebagai Menteri Urusan Landreform. Beberapa orang yang diserobot tanahnya meminta bantuan GP Ansor-Banser untuk mengamanka, dan menancapkan tanahnya dengan bendera GP Ansor. 

Termasuk di Kota Surabaya, tanah Muslimat NU direbut Gerwani, dan ditancap bendera PKI. Keberanian PKI lantaran Dr. Satrio selaku Wali Kota Surabaya dipilih oleh PKI, sehingga ia adalah sosok pembela PKI yang gigih. Tidak sedikitpun membuat gentar GP Ansor dalam menghadapi Wali Kota.

Keesokan harinya, GP Ansor-Banser mencabut bendera PKI yang tegak di tanah milik Muslimat NU itu, lalu ditancapkan bendera NU. Akan tetapi, kemudian dicabut lagi oleh aktivis PKI. Hal itu membuat marah GP Ansor. 

Selanjutnya diutuslah ke lapangan dari GP Ansor pusat, yakni KH. Yusuf Hasyim dan H. Chalid Mawardi yang juga pendiri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), untuk kembali merebut tanah itu dari PKI. GP Ansor-Banser kembali berhadapan dengan Pemuda Rakyat PKI yang tengah menjaga ketat tanah tersebut, dan benturan keras pun lagi-lagi berkobar.

Masih banyak pertempuran antara Banser dan PKI di sejumlah daerah, seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bali dan lainnya. Benturan yang terjadi di permukaan, membuat DN Aidit mengusulkan pembubaran GP Ansor kepada Presiden Soekarno. Akan tetapi, KH. Idham Chalid selaku ketua NU saat itu, membela bahwa GP Ansor dilarang untuk bertindak kekerasan, karena itu bukan budaya orang beriman. GP Ansor hanya mempertahankan hak, dan taat pada agama dan negara.

Menurut Samuel P. Huntington dalam karyanya yang monumental, Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik (2002), berdasarkan hipotesisnya sumber konflik utama dunia baru, tidak lagi ideologi politik atau ekonomi, tetapi budaya. Benturan merupakan identitas budaya dan agama yang menjadi sumber utama konflik dalam dunia pasca-perang dingin Uni Soviet dengan Amerika Serikat.

Dengan begitu, konflik yang terjadi antara GP Ansor-Banser versus PKI adalah faktor agama dan budaya, terutama pada budaya. Budaya merupakan faktor penting pada sebuah bangsa. 

Tanpa budaya yang kuat, maka sebuah bangsa akan hancur. Nahdlatul Ulama yang menjunjung tinggi tradisi dan budaya, menjadi garda terdepan dalam upaya mempertahankan eksistensi bangsa dan kedaulatan negara. Apa yang dilakukan PKI, merupakan hal yang telah melenceng dari budaya dan agama, untuk itulah GP Ansor-Banser melakukan perlawanan sengit dengan PKI.

Kekalahan telak yang dialami oleh PKI, baik secara politik, maupun aksi di lapangan; konflik politik vertical maupun horizontal, tidak terlihat adanya kebencian dan dendam pada aktivis PKI setelah kejatuhannya. GP Ansor-Banser yang membunuh banyak anggota dan aktivis PKI, kembali menjalin hubungan baik dengan para korban PKI. Dengan takziyah ke para korban dan keturunannya, membacakan do'a dan tahlil, konflik sosial selesai dengan norma sosial. Demikianlah yang disebut rekonsiliasi alami dan kultural.

Para korban PKI yang telah menyatakan kembali pada ajaran Islam, NU; GP Ansor-Banser bersama-sama menyantuni janda dan anak-anak yatim korban PKI, membantu dalam perekonomiannya, dan membebaskan orang-orang yang salah tangkap. Segala upaya yang dilakukan oleh GP Ansor-Banser adalah sebuah usaha melindungi nyawa, membela diri, mempertahankan harta dan kehormatan agama dan juga negara. Selain itu, dengan rekonsiliasi kultural terhadap para pelaku makar tersebut, mereka kembali disadarkan akan pentingnya ajaran Islam dalam bernegara.

Persaudaraan sesama anak bangsa harus terus kita rawat bersama, hikmah dari kisah benturan di atas menjadi pelajaran berharga agar rekonsiliasi ini tetap berjalan di masa kini dan yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun