Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Problematika Diskursus Negara Islam dan Khilafah

2 September 2020   12:00 Diperbarui: 2 September 2020   12:09 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: gchumanrights.org

Jika mengikuti konseptualnya Negara Pakistan, maka negara tersebut bersifat dimiliki oleh kelompok minoritas dari sekian banyak paham Islam di seluruh dunia. Mereka hanya menyepakati dengan menyelipkan nama "Islam" ke dalam negara, itupun pada Tahun 1956 terjadi perdebatan hingga 1962 ditinjau kembali oleh Dewan Penasehat Ideologi Islam.

Dengan begitu, gagasan mengenai Negara Islam, apalagi khilafah adalah sesuatu yang tidak jelas konseptualnya. Negara Islam dan khilafah hanya dipandang dari sudut institusionalnya saja, bukan konseptual. Dan bagaimana jika beberapa kaum Muslimin menolak gagasan khilafah atau Negara Islam itu? Apakah masih disebut Muslim?

Lalu bagaimana cara mewujudkan Negara Islam dan khilafah? Apakah dengan cara memerangi orang-orang yang menentangnya? Membunuh seluruh Non-Muslim? Bukankah agama Islam sangat melarang menggunakan cara-cara kekerasan? Semua jadi makin tidak jelas.

Kita bisa belajar dari pengalaman para pendiri bangsa dalam mencapai kemufakatan, melahirkan Pancasila sebagai dasar negara. Para ulama dan pendiri bangsa merujuk pada piagam Madinah, sebagaimana Nabi Muhammad SAW membuat satu kesepakatan bersama dengan umat Yahudi di Madinah. Nabi berhasil melahirkan Piagam Madinah yang di dalamnya menjamin hak-hak setiap warga Madinah, apapun agama dan golongannya.

Bahkan, di dalam Piagam Madinah ditegaskan, bahwa semua agama dan golongan yang disebutkan di dalamnya disebut sebagai satu umat (ummatun wahidah). Semua kelompok, baik Muslim maupun Non-Muslim mempunyai kedudukan yang setara. Tidak boleh ada diskriminasi dan tidak pula ada tirani mayoritas atas minoritas.

Dengan begitu, usaha-usaha yang dilakukan oleh para pendiri bangsa Indonesia untuk membentuk negara yang damai adalah sebuah konseptual yang sudah tepat di tengah segala perbedaan dan perdebatan yang ada. Di sini kita dapat menyimpulkan bahwa para pendiri bangsa sebenarnya merujuk kepada konstitusi yang dibuat oleh Nabi dan penduduk Madinah yang beragam itu yang dikenal dengan Piagam Madinah.

Para pendiri bangsa tidak merujuk pada konsep khilafah yang dipraktikkan setelah Nabi hingga Dinasti Ottoman. Sekarang, tinggal kita isi dengan nilai-nilai universalisme Islam yang rahmatan lil alamin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun