Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyoal HTI dalam Film "Jejak Khilafah di Nusantara"

26 Agustus 2020   19:05 Diperbarui: 26 Agustus 2020   19:07 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ancaman perpecahan di Indonesia semakin terlihat. Eks-Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kembali berulah dengan tingkah polanya memanipulasi fakta sejarah melalui film 'Jejak Khilafah di Nusantara' (JKDN) yang ditayangkan pada 1 muharam 1442, bertepatan jumat, (20/8/20). Klaim dan doktrinisasi dusta ini juga dikonsumsi oleh anak-anak Indonesia. Sungguh sebuah situasi yang amat memprihatinkan di tengah pandemi Covid-19 melanda.

Film tersebut menuai polemik hingga banyak tanggapan serius dari para pakar sejarah, termasuk pakar Sejarah Modern Indonesia utamanya Jawa, Prof. Peter Carey dari Inggris. Prof. Carey kembali membantah film yang sempat mencatut Namanya itu. 

"Tidak ada bukti dan dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa 'negara' Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475-1558), utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475-1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani." Katanya dalam tulisan yang disampaikan oleh asistennya, Christopher Reinhart yang diterima detik.com jumat, (21/8/20). Sebelumnya, eks-HTI sempat mencatut Prof. Peter Carey dalam video talk show film JKDN, melalui live streaming youtube di Khilafah Channel minggu, (2/8/20).

Tanggapan lain juga datang dari Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Azyumardi Azra. Rektor UIN Jakarta tahun 1998-2006 itu menegaskan bahwa tidak ada khilafah di Nusantara ini, yang ada adalah dinasti. "Mana ada jejek khilafah dengan Indonesia. Abbasiyah itu bukan khilafah, tapi dinasti, Ottoman juga dinasti. Ini terjadi manipulasi fakta dan diromantikkan saja." dalam keterangannya secara tertulis, Sabtu (22/8/20), melalui indopolitika.com.

Di dalam film JKDN, Nicko Pandawa berperan sebagai director sekaligus script writer. Nicko Pandawa adalah alumnus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora. 

Pada acara talk show film JKDN minggu (2/8/20), Pandawa menjelaskan bahwa film yang ia buat berasal dari dari penelitian akhir (skripsi) dengan judul Khilafah di Nusantara. Yang jadi pertanyaan besar adalah kenapa bisa skripsi tersebut diluluskan? Jangan-jangan dosen pembimbing, dan penguji skripsi Pandawa menyetujui gagasan khilafah? Ini yang perlu kita investigasi bersama.

Jika kita lihat fakta sejarah, selepas era Khulafa al-Rasyidin 660M, sistem dinasti dalam kekhalifahan di mulai ketika Hasan Bin Ali  dibaiat sebagai khalifah kelima oleh Qois Bin Saad, komandan perang pasukan Ali Bin Abi Thalib yang diikuti oleh seluruh penduduk Kufah. Sejak saat itulah mode pembaiatan khalifah secara personal dan kemudian diikuti jamaah penduduk setempat di masjid, sebagai format yang digunakan. Tidak ada lagi musyawarah secara demokratis ketika Nabi wafat.

Bahkan kekuasaan Yazid bin Muawiyah, melalui mekanisme penunjukkan oleh ayahnya. Hal tersebut telah melanggar kesepakatan antara Hasan Bin Ali dengan Muawiyah bin Abu Sufyan, di mana seharusnya memakai mekanisme dewan syura seperti yang dilakukan oleh Umar Bin Khattab saat memilih khalifah. Muawiyah telah mengabaikan kesepakatan itu dengan menunjuk putranya sendiri sebagai khalifah.

Saat Husein Bin Ali mendapat dukungan dari penduduk Kufah, kekhawatiran Yazid dalam menghadapi oposisi kekuasaan dinastinya, ditunjukkan dengan mengirim empat ribu pasukan yang dikomandani oleh Umar bin Sa'd bin Abi Waqash untuk mencegah Husein dari Makkah menuju Kufah di Karbala. Imam Suyuthi menulis dalam Tarikh al-Khulafa: "Husein dibunuh dan kepalanya diletakkan di bejana dan dibawa ke hadapan Ibnu Ziyad. Semoga Allah melaknat mereka yang membunuhnya, begitu juga dengan Ibnu Ziyad dan Yazid. Husein telah dibunuh di Karbala. 

Dalam peristiwa pembunuhan ini terdapat kisah yang begitu memilukan hati yang tidak sanggup kita menanggungnya. Innaa lilahi wa innaa ilaihi raajiun. Terbunuh bersama Husein 16 orang lainnya dari anggota keluarganya." Rezim khalifah Yazid bin Muawiyah membunuh dengan kejam cucu Rasulullah SAW. Buah hati Siti Fatimah az-Zahro. Sungguh bengis dan kejam, jauh dari ajaran Islam.

Dikatakan dalam film JKDN, bahwa pada era dinasti kekhalifahan Abbasiyah, tepatnya saat Khalifah Al Mustashim memimpin, pusat ibu kota Baghdad diserang oleh pasukan Ilkhanate Mongol yang terjadi pada tahun 1258. Terjadi pengepungan dan penghancuran, dan keluarga bani Abbasiyah berdiaspora ke nejd, negeri hijaz, termasuk ke Aceh. Klaim dan romantisme yang begitu menarik demi mendulang dukungan khilafah. 

Yang jadi pertanyaan, mengapa imperium sebesar Abbasiyah itu bisa hancur berkeping-keping oleh pasukan mongol? Bahkan khalifah sendiri dibunuh. Ini adalah sebuah tragedi politik dinasti yang tetap mencoba mempertahankan kekuasaannya dengan tidak memperhatikan pertahanan sebuah negara.

Demikian pula ketika Hizbut Tahrir di Indonesia (HTI) dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 2017 yang lalu, anggota HTI berdiaspora melalui Yayasan-yayasan, majelis-majelis, media-media dan banyak tempat lainnya yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Bahkan belum lama ini, Barisan Ansor Sebaguna Nahlatul Ulama (Banser NU) Bangil Pasuruan, Jawa Timur, menggruduk Yayasan yang menjadi markas HTI, kamis (20/8/20) dengan tujuan tabayyun atas penghinaan terhadap Habib Luthfi Bin Yahya melalui pemilik akun facebook Abdul Halim. Rabu (19/8/20). 

Dalam aksinya tersebut, Banser menemukan foto Presiden Joko Widodo di coret-coret kumis, terkesan bullying terhadap presiden. Banyak pula ditemukan buletin terbitan HTI, serta tidak adanya bendera merah putih dalam Yayasan itu. Padahal baru tiga hari sebelumnya merayakan hari kemerdekaan Indonesia.

Kembali ke era khalifah Al Mutashim. Sang Khalifah menunjuk wazir (menteri) seorang yang beragama Kristen bernama al-Fadl bin Marwan. Imam Thabari mencatat bahwa banyak urusan departemen dibawah kontrol Fadl, keuangan negara pun menjadi stabil dibawah kontrolnya. 

Tapi seperti yang lain, ia di penjara akibat tidak mengikuti perintah Khalifah ketika khalifah ingin memberi sejumlah harta pada seniman, dengan alasan ingin menghemat kas negara. Apakah jika khilafah diterapkan, sistem yang dijalankan akan demikian juga? Siapa yang menentang khalifah, akan dipenjara, atau dibunuh.

Fakta sejarah tersebut tentu saja tidak bisa ditutup-tupi, jelas, terang benderang bahwa kekuasaan politik dinasti khilafah pada contoh di atas adalah dinasti yang tidak semulus mereka pikirkan, dan bukanlah solusi terbaik seperti yang selalu dikampanyekan pejuang khilafah. Masih banyak contoh tragedi politik dan kekejaman serupa yang dilakukan oleh khalifah di era khilafah. Kenyataan tersebut bukan lagi sebuah misteri dan rahasia bagi umat Islam, jelas tertulis dalam tinta sejarah.

Dengan demikian, penulis mengingatkan semua, penegakkan sistem khilafah di Indonesia, maupun di seluruh dunia adalah sebuah kerja sia-sia, tidak akan bisa diterima oleh masyarakat, pemerintah, dan akan dimusuhi oleh negara. Era kekhalifahan tidak seromantis film JKDN. Sejarah mencatat, tidak ada jejak khilafah ala Hizbut Tahrir di Nusantara. 

Itu sebuah pendustaan sejarah. Yang ada adalah jejak khilafah di Nusantara pada abad 20-21, era digitalisasi revolusi industri 4.0 sekarang ini, jejak khilafah di Nusantara mungkin sudah banyak tersebar dengan provokasi, kelicikan, klaim, kebohongan, produksi hoaks, pengkafiran, propaganda, dan adu domba umat Islam di Indonesia. Hal itu bisa kita perhatikan saat momentum politik berlangsung, terutama pilkada dan pilpres.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun