Menurut Warsito Tantowijoyo, tahap penelitian wolbachia ini di fase III, yaitu melakukan pelepasan nyamuk ber-wolbachia di skala yang luas. Lalu, di fase ini pula kami melakukan studi Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue (AWED). Studi ini untuk membukitkan apakah metode Wolbachia efektif dalam menurunkan kasus DBD. Teknis studi ini, singkatnya, kami membandingkan kasus DBD yg terjadi di wilayah pelepasan dan pembanding (yang tidak dilepaskan nyamuk ber-Wolbachia).
Pencapaian ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam menggali dan menyebarkan informasi. Masyarakat menjadi ujung tombak berjalannya penelitian ini karena dillingkungan masyarakatlah sesungguhnya penelitian ini dilakukan, yaitu dengan menitipkan ember berisi nyamuk berwolbachia.
Mengapa harus wolbachia?
Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam sel tubuh serangga dan diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya melalui telur. Bakteri ini ditemukan pada lebih dari 60% jensi serangga diantaranya lalat buah, ngengat, capung, kumbang dan nyamuk yang menggigit kita-namun tidak pada nyamuk aedes aegypti yang menularkan DBD.
Namun, wolbachiaini dapat disuntikkan ke dalam tubuh nyamuk aedes aegypti yang negatif wolbachiakemudian ditangkarkan untuk melakukan perkawinan silang di lingkungan bebas, papar Warsito Tanto Wijoyo kepada kami. Nyamuk ber-wolbachia ini sudah tidak bisa menjadi penyebar virus dengue. Sehingga kita tidak perlu lagi melakukan fooging yang hanya membuat mati nyamuk aedes aegypti dewasa dan tentu polusi udara.
Kami pun diajak berkeliling mengenal proses penangkapan hingga penangkaran nyamuk. Pada fase pertama, yaitu pengembangbiakan nyamuk ber-wolbachiayang dilakukan di dalam insektarium.
Fase kedua, yaitu peletakan telur di dalam ember sarang yang dititipkan pada salah satu rumah warga di suatu klaster dengan jarak 50 m antar ember atau berjarak sekitar 4-5 rumah.
fase ketiga, yaitu monitoring wolbachia dengan melakukan penangkapan nyamuk dan membawa ke laboratorium untuk diperiksa apakah sudah terjadi perkawinan silang antara nyamuk ber-wolbachiadengan nyamuk lokal.
Fase keempat, adalah melepas nyamuk ber-wolbachia secara masal.
Hal yang menarik dari kunjungan belajar di Insektarium EDP Jogja  Jl. Podocarpus I, Skip N-14, Yogyakarta, DIY.
Saya berkesempatan mencoba masuk di ruang penangkaran nyamuk dan memberi makan nyamuk. Awalnya, saya pikir memberi makan nyamuk itu seperti ngeloloh burung. Saya lupa kalau nyamuk itu lembut dan suka menghisap darah.
Berhubung darah saya bergolongan O maka sangat digemari oleh nyamuk, kata Pak Warsito. Sebagai relawan pemberi makan nyamuk harus melewati tahap skrining dengan syarat utama bebas DBD dan melengkapi formulir yang telah disediakan. Sebab saya juga agak takut terjangkit DBD maka saya mencoba sarang nyamuk yang telah ber-wolbachia. Berikut adalah proses saya mencoba memberi makan nyamuk.
Pada momentum 10 November sebagai hari pahlawan ini, saya sangat mengapresiasi tim EDP Jogja dalam mengisi kemerdekaan untuk menekan laju angka penderita DBD di Indonesia. Saya sangat berharap lebih banyak lagi masyarakat yang mau berperan aktif untuk menjadi induk semang penangkaran nyamuk ber-wolbachia.
Bagi siapa pun yang ingin mengena lebih dekat Nyamuk ber-wolbachia langsung saja hubungi EDP Jogja. Sebab mereka memiliki program Wolly Mubeng Jogja untuk berbagi pengetahuan tentang ini. Lebih mudahnya follow akun instagram EDPJogja atau hubungi: