infrastruktur selama 45 tahun tersebut, pamit dari gerbang Jalan Pattimura nomor 20 Jakarta Selatan.
Akhir Oktober 2024 menjadi momen perpisahan Mochammad Basuki Hadimuljono dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sosok yang telah berkiprah di kementerian yang membidangiPak Bas, begitu ia kerap disapa adalah tipe pemimpin yang walk the talk, apa yang dikatakan sama dengan yang dilaksanakan. Keteladanannya tak hanya dengan merumuskan 4 Big No’s yaitu no bribery (tanpa suap), no kick back (tanpa imbalan), no gift (tanpa hadiah) dan no luxurious lifestyle (tanpa gaya hidup mewah), namun juga melaksanakannya.
Kesederhanaan pria kelahiran Surakarta, 5 November 1954 ini merupakan hasil didikan orang tuanya yang tentara. Bahkan saat di bangku sekolah di Palembang, ia dan saudara-saudaranya tak segan menggunakan mobil ayahnya untuk ngompreng, untuk sekedar menambah uang saku. Kebiasaan untuk “kerja apapun yang penting halal” terulang saat menjadi mahasiswa pasca sarjana hingga menempuh pendidikan doktoral di Colorado Amerika Serikat, ia tak malu menjadi loper koran sebagai tambahan beasiswa yang pas-pasan.
Sejak merintis kariernya sebagai PNS, pria berkumis ini tidak pernah neko-neko. Setelah kuliahnya di Amerika Serikat selesai dan pulang ke Indonesia, Pak Bas menyewa kamar kos sementara istrinya tinggal di Semarang.
Rekannya Thomas Suyatno mengetahui kondisi tersebut, menawarinya menempati rumahnya yang tak dihuni. Selama 6 bulan menempati rumah Thomas, Pak Bas hanya mampu membeli gorden. Ia pun tak mau berlama-lama tinggal di rumah pinjaman itu karena takut terlena hidup bermewah-mewahan.
Selama 1 dekade sebagai menteri, gayanya tetap sederhana dengan kemeja putih (yang terkadang digulung lengannya). Dalam forum-forum internasional, Pak Bas menunjukkan profesionalismenya dengan menggunakan setelan jas dan dasi. Setelah forum resmi selesai, tak segan ia membuka jasnya dan ikut menabuh drum di acara-acara networking. Tak hanya gayanya yang sederhana, ia pun menyederhanakan sistem dengan berorientasi hasil, yang berhasil memotong mata rantai koordinasi, biaya, hingga kebijakan
Jika pejabat lain kerap flexing kekuasaan dan berganti-ganti gadget, Pak Bas masih setia dengan ponsel “jadul”nya yang hanya bisa untuk berkirim SMS dan telepon. Istri dan anak-anaknya pun berpenampilan sederhana dan bersahaja, jauh dari image keluarga pejabat.
Saat meninjau proyek, tak lupa ayah 3 orang putra-putri ini memakai topi andalannya yang sudah pudar. Topi legendaris tersebut bahkan disimpan di Galeri Bendungan di Gedung Ditjen SDA Kementerian PU. Topi dengan lambang PU tersebut menjadi saksi terpaan sinar matahari dan debu yang dihadapi di lapangan dalam membangun negeri.
Pria yang masa kecilnya berpindah-pindah dari Palembang, Surabaya hingga ke Papua mengikuti tugas ayahnya ini juga berbesar hati saat rumahnya di Bekasi Timur digusur demi proyek pemerintah. Rumah pribadinya masuk ke dalam trase jalur pembangunan jalan tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu).
Meski ketiga anaknya yang tumbuh besar di kompleks Pengairan PU Rawa Semut tersebut memiliki ikatan emosional dengan rumah tersebut, penggusuran tetap dilakukan.
Padahal Pak Bas, yang saat ini menjadi Kepala Otorita IKN adalah pimpinan yang menginisiasi pembuatan jalan tersebut, namun tak sedikit pun beliau mengintervensi atau melakukan upaya membelokkan jalan agar tak melewati tanah pribadinya.
Terjun Sendiri Menyusun Sistem Anti Korupsi
Lulusan S-1 Teknik Geologi UGM ini menyadari bahwa tugas besarnya tak hanya membangun dan mewujudkan infrastruktur yang mentereng, namun juga meninggalkan legacy yaitu sumber daya manusia berintegritas.
Dalam buku Delivered, Rhenald Kasali menyampaikan kunci sukses “Panglima Tempur Infrastruktur” era Presiden Jokowi ini tidak hanya fokus pada “apa yang terlihat” berupa proyek-proyek fisik, namun juga berfokus pada “apa yang tak terlihat”. Yang dimaksud “apa yang tak terlihat” adalah sistem yang tertata rapi, manusia yang akuntabel dan organisasi yang amanah.
Saat berbicara mengenai pemberantasan korupsi, ia benar-benar menjadikan dirinya sendiri sosok teladan. Meski jenaka, sosoknya tegas saat berhadapan dengan penyelewengan “Kamu boleh salah teknis. Tapi, kamu main uang, saya pecat!”, ujarnya mewanti-wanti bawahannya.
Kisah kelam “tsunami” penangkapan KPK pada Desember 2018, menjadi momen besar perubahan tata kelola di kementerian yang dipimpinnya. Celah korupsi, kolusi dan nepotisme sekecil apapun ditutup olehnya, sebagai upaya perubahan masif.
Tanpa tata kelola dan aturan yang ketat dan berlapis, proses lelang akan sangat berisiko. Oleh karenanya Pak Bas menginisiasi 3 lapis defense dalam pengadaan barang/jasa yaitu Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) sebagai first line of defense dalam pengadaan barang/ jasa, kemudian Direktorat Kepatuhan Intern sebagai second line of defense dan level third line of defense oleh Inspektorat Jenderal.
Menyadari bahwa kementeriannya mengelola anggaran tak sedikit, pria dengan ritme kerja rock n roll ini melakukan strategi yang berfokus dalam 9 strategi untuk mencegah terjadinya penyimpangan (fraud), yang dirumuskannya yaitu:
1. Reorganisasi struktur organisasi layanan pengadaan dan kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa;
2. Perkuatan sumber daya manusia;
3. Perbaikan mekanisme penyusunan harga penilaian sendiri;
4. Pembinaan penyedia jasa (kontraktor dan konsultan);
5. Pemeriksaan hasil pekerjaan (system delivery) yang melibatkan BPKP;
6. Pelaksanaan manajemen risiko;
7. Pembentukan unit kepatuhan internal pada unit organisasi dan balai sebagai second line of defense;
8. Pembentukan inspektorat bidang investigasi dan penguatan kapasitas auditor; dan
9. Continuous monitoring atas perangkat pencegahan fraud pengadaan barang/ jasa dengan IT Based (PUPR 4.0).
Selain 9 strategi tersebut, Pak Bas menerapkan Corruption Risk Assessment (CRA) di semua level dari staf hingga pimpinan puncak. Konsep CRA di level kementerian tergolong baru, dan belum ada di kementerian/lembaga lain kala itu.
Pak Bas menyadari bahwa pencegahan korupsi tidak semata-mata bisa diwujudkan dengan satu perbaikan sistem secara internal, melainkan pencegahan terstruktur hingga ke akar yaitu menutup setiap celah kesempatan korupsi.
“Tugas kita adalah membelanjakan, bukan mencari uang. Tapi membelanjakan dengan benar, ya”. Pak Bas dalam berbagai kesempatan selalu menekankan bahwa anggaran yang dikelola berasal dari rakyat, sehingga satu rupiah pun pantang disalahgunakan.
Dengan gaya yang egaliter, suami dari Kartika Nurani Basuki ini membuktikan bahwa birokrat yang merintis karir dari nol juga bisa menjadi penggerak perubahan besar di negeri ini. Keberhasilannya tak hanya melulu soal angka atau pencapaian fisik namun bagaimana ia mewariskan tata kelola yang baik bagi generasi penerus berikutnya.
***
Resensi buku berjudul: Delivered: Proses, Strategi dan Values basuki Hadimuljono; Penulis: Rhenald Kasali; Penerbit: Mizan; Tahun Terbit: 2024; Tebal: 524 halaman; Dimensi: 15x23 cm; ISBN:978-602-441-360-6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H