Terjun Sendiri Menyusun Sistem Anti Korupsi
Lulusan S-1 Teknik Geologi UGM ini menyadari bahwa tugas besarnya tak hanya membangun dan mewujudkan infrastruktur yang mentereng, namun juga meninggalkan legacy yaitu sumber daya manusia berintegritas.
Dalam buku Delivered, Rhenald Kasali menyampaikan kunci sukses “Panglima Tempur Infrastruktur” era Presiden Jokowi ini tidak hanya fokus pada “apa yang terlihat” berupa proyek-proyek fisik, namun juga berfokus pada “apa yang tak terlihat”. Yang dimaksud “apa yang tak terlihat” adalah sistem yang tertata rapi, manusia yang akuntabel dan organisasi yang amanah.
Saat berbicara mengenai pemberantasan korupsi, ia benar-benar menjadikan dirinya sendiri sosok teladan. Meski jenaka, sosoknya tegas saat berhadapan dengan penyelewengan “Kamu boleh salah teknis. Tapi, kamu main uang, saya pecat!”, ujarnya mewanti-wanti bawahannya.
Kisah kelam “tsunami” penangkapan KPK pada Desember 2018, menjadi momen besar perubahan tata kelola di kementerian yang dipimpinnya. Celah korupsi, kolusi dan nepotisme sekecil apapun ditutup olehnya, sebagai upaya perubahan masif.
Tanpa tata kelola dan aturan yang ketat dan berlapis, proses lelang akan sangat berisiko. Oleh karenanya Pak Bas menginisiasi 3 lapis defense dalam pengadaan barang/jasa yaitu Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) sebagai first line of defense dalam pengadaan barang/ jasa, kemudian Direktorat Kepatuhan Intern sebagai second line of defense dan level third line of defense oleh Inspektorat Jenderal.
Menyadari bahwa kementeriannya mengelola anggaran tak sedikit, pria dengan ritme kerja rock n roll ini melakukan strategi yang berfokus dalam 9 strategi untuk mencegah terjadinya penyimpangan (fraud), yang dirumuskannya yaitu:
1. Reorganisasi struktur organisasi layanan pengadaan dan kelompok kerja (pokja) pengadaan barang dan jasa;
2. Perkuatan sumber daya manusia;
3. Perbaikan mekanisme penyusunan harga penilaian sendiri;
4. Pembinaan penyedia jasa (kontraktor dan konsultan);
5. Pemeriksaan hasil pekerjaan (system delivery) yang melibatkan BPKP;
6. Pelaksanaan manajemen risiko;
7. Pembentukan unit kepatuhan internal pada unit organisasi dan balai sebagai second line of defense;
8. Pembentukan inspektorat bidang investigasi dan penguatan kapasitas auditor; dan
9. Continuous monitoring atas perangkat pencegahan fraud pengadaan barang/ jasa dengan IT Based (PUPR 4.0).
Selain 9 strategi tersebut, Pak Bas menerapkan Corruption Risk Assessment (CRA) di semua level dari staf hingga pimpinan puncak. Konsep CRA di level kementerian tergolong baru, dan belum ada di kementerian/lembaga lain kala itu.
Pak Bas menyadari bahwa pencegahan korupsi tidak semata-mata bisa diwujudkan dengan satu perbaikan sistem secara internal, melainkan pencegahan terstruktur hingga ke akar yaitu menutup setiap celah kesempatan korupsi.
“Tugas kita adalah membelanjakan, bukan mencari uang. Tapi membelanjakan dengan benar, ya”. Pak Bas dalam berbagai kesempatan selalu menekankan bahwa anggaran yang dikelola berasal dari rakyat, sehingga satu rupiah pun pantang disalahgunakan.