Mohon tunggu...
Eliza Bhakti
Eliza Bhakti Mohon Tunggu... Insinyur - Environmental Enthusiast

Government Officer | Environmental Enthusiast | Writer in progress |

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Berkaca dari Pertanian dan Irigasi Queensland untuk Swasembada Pangan Indonesia

30 Oktober 2024   12:30 Diperbarui: 30 Oktober 2024   18:15 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pamer Tomat Ceri dari Sutton Farms/dokpri

"Saya telah mencanangkan Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, kita tidak boleh tergantung sumber makanan dari luar!"  

Dalam pidato pertamanya, presiden terpilih Prabowo Subianto menekankan program swasembada pangan. Swasembada pangan artinya negara mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk tanpa perlu impor. 

Berdasarkan FAO, negara dinyatakan swasembada pangan apabila 90% kebutuhan pangan nasional dapat dipenuhi. Swasembada pangan tentu saja berkaitan erat dengan program makan bergizi yang menjadi program unggulan kabinet merah putih

Saya sendiri bukanlah pakar di sektor pertanian dan agraria. Oleh karenanya senang sekali pada Agustus 2024 lalu melalui Program Short Course Water Utility Regulatory Approaches yang dibiayai Australia Awards Indonesia, saya berkesempatan menilik industri pertanian modern di Australia, termasuk alokasi irigasinya.

Lockyer Valley Queensland

Lockyer Valley dikenal sebagai lumbung pangan di negara bagian Queensland Australia. Sekitar 14.000 hektar lahan produksi sayuran ada di wilayah yang berjarak 2,5 jam dari pusat kota Brisbane (Ibu kota Queensland). 

Hasil pertanian di wilayah ini dapat memenuhi sekitar 70-90% permintaan pangan di Queensland. Pada tahun 2021-2022 capaian penjualan sayuran tahunan melebihi 325 juta Dollar Australia,  menurun dari tahun-tahun sebelumnya karena dampak cuaca buruk.

Lockyer Valley menjadi tempat dari dua perkebunan hortikultura terbesar di Australia, Sutton Farms dan Koala Farms. Beruntung kami berkesempatan untuk melihat lebih dekat bagaimana pengelolaan kedua pertanian tersebut.

Sutton Farms

Sutton Farms adalah pertanian modern dengan komoditas andalan meliputi tomat ceri, daun bawang, selada, sawi putih, dan kol. Sayuran ditanam di lahan seluas sekitar 1.000 hektar dan melalui campuran metode penanaman ladang, hidroponik, dan metode penanaman terlindungi. Didirikan pada tahun 1952, Sutton Farms memiliki sejarah panjang mengelola pertanian selama 3 generasi.

Kami menemui Brock Sutton dari Sutton Farms, generasi ketiga Sutton Farm yang bekerja bersama ayah dan saudara laki-lakinya selama sepuluh tahun terakhir.

Tak seperti petani tradisional, Brock merupakan manajer pertanian yang memiliki latar Pendidikan S2 Master of International Economics and Finance dari University of Queensland.

Penjelasan dari Brock Sutton/dokpri
Penjelasan dari Brock Sutton/dokpri
Saya sendiri cukup terpukau dengan bagaimana pengelolaan pertanian Sutton Farms yang sangat modern. Sutton Farms sangat mengedepankan kualitas, sehingga banyak hasil bumi yang tidak sempurna yang disortir.

Buah dan sayur reject ini kemudian dijadikan pangan untuk peternakan sapi milik keluarga Sutton, sehingga tak ada food waste. Sutton Farms sangat menjaga kualitas, sehingga tak heran jika menjadi supplier bagi supermarket-supermarket ternama di Australia.

Tomat-tomat reject yang tidak lolos Quality Control/dokpri
Tomat-tomat reject yang tidak lolos Quality Control/dokpri
Sutton Farms mempekerjakan sekitar 150 orang secara langsung dan tidak langsung (tenaga kerja lepas). Sekitar 60% dari tenaga kerja langsung merupakan warga negara Australia, sedangkan pekerja lepas biasanya merupakan pemegang Work Holiday Visa (WHV). Bekerja di sektor pertanian cukup digemari oleh banyak pencari kerja di Australia.

Hal yang cukup berbeda di Indonesia, dimana lulusan sarjana pertanian pun lebih banyak bekerja di sektor keuangan dan perbankan. Menjadi petani tidak menjadi pekerjaan idaman para calon mertua.

Koala farms

Lokasi kedua yang kami tuju adalah Koala Farms. Beberapa rekan awalnya mengira Koala Farms adalah tempat melihat Koala atau Koala sanctuary. Namun meskipun namanya Koala Farms, anda tak bisa menemukan Koala di sini. Koala Farms hanya nama saja.

Berfoto bersama Hasil Sayuran di Koala Farms/dokpri
Berfoto bersama Hasil Sayuran di Koala Farms/dokpri
Koala Farms didirikan pada tahun 1990 oleh Anthony Staatz, yang menjadi generasi kelima dalam keluarganya yang menjadi petani. Anthony mulai mengembangkan bisnisnya secara perlahan dan berinvestasi pada peralatan dan teknologi pertanian baru. 

Peralatan dan teknologi ini menjadi katalis bagi Koala Farms untuk dapat menghasilkan produk berkualitas lebih baik dengan biaya yang lebih rendah, menjadikan harganya kompetitif. Saat ini Koala Farms mengelola lahan 1.500 hektar dengan sekitar 80 karyawan.

Irigasi dan Pengairan 

Secara geografis Australia merupakan benua yang panas dan kering yang tentu saja berdampak pada terbatasnya air. Pada tahun 2000-an, negara persemakmuran ini pernah mengalami kekeringan terparah yang dikenal dengan millenium drought. Bencana kekeringan ini berlangsung hampir 1 dekade berdampak pada sektor agraria dan penyediaan air minum.

Kebutuhan pangan tentunya erat dengan sektor agraria dan sektor sumber daya air. Air merupakan jantung dari pertanian yang menopang hidup sayuran dan buah dan memaksimalkan hasil panen.

Hal unik di Australia yaitu irigasi merupakan lingkup pengelolaan dari PDAM setempat. Petani berlangganan air untuk irigasi dan dipasang meter air. Beberapa pertanian yang lokasinya cukup terpencil tidak dipasangi meter namun tetap diregulasi oleh PDAM setempat.

Water meter yang dipasang di Koala Farms/dokpri
Water meter yang dipasang di Koala Farms/dokpri
Meter air untuk irigasi harus memenuhi persyaratan standar dan dipasang pada bangunan tempat pengambilan air. Meter air juga harus dilengkapi dengan perekam data atau perangkat telemetri. Meter air juga harus dikalibrasi dan dicek oleh pihak berwenang. Validator meteran air yang berwenang akan memberikan sertifikat validasi untuk diserahkan ke Departemen Air Minum tingkat negara bagian.

Pamer Tomat Ceri dari Sutton Farms/dokpri
Pamer Tomat Ceri dari Sutton Farms/dokpri
Terakhir, tentu saja kami sangat senang berkunjung ke 2 pertanian modern Australia. Kami dibebaskan untuk membawa hasil panen tomat reject (kondisinya masih amat layak dimakan namun tidak lulus QC), yang tentu saja kami terima dengan senang.

Kembali lagi pada cita-cita swasembada pangan, Pemerintah Indonesia harus belajar bagaimana pertanian dikelola dengan sangat profesional di Australia. Swasembada pangan dapat dicapai dengan SDM yang mumpuni, teknologi modern dan yang terpenting alokasi air yang stabil bagi pertanian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun